Hikmah Ujian, Tinggalkan Zona Nyaman untuk Hidup Jauh Lebih Nyaman dan Bahagia

Motivasi Kehidupan

Menyebut kata-kata ujian membuatku kembali teringat masa-masa sekolah maupun kuliahku dulu, di mana saat itu jika jadwal ujian telah tiba, rasanya begitu menyiksa, deg-degan tak karuan, perut terasa sakit melilit dan keringat dingin mengucur karena aku begitu khawatir tak akan lulus. Dalam bayanganku saat itu, betapa malunya jika tak lulus, semua dunia pasti menganggapku bodoh serta menertawakanku, belum lagi perasaan takut akan dimarahi ibu dan bapakku. 

Advertisement

Begitulah gambaran ketakutanku serta rasa was-was setiap menjelang ujian, lebih-lebih di masa kuliah aku berupaya semaksimal mungkin agar dapat lulus untuk semua mata kuliah karena kebetulan aku dan dua kakakku berkuliah di perguruan tinggi swasta yang tentu saja biayanya sangat membebani orang tua kami.

Namun saat pengumuman kelulusan dan aku mendapat nilai terbaik, di situlah letak kebahagiaanku karena tak sia-sia pengorbananku belajar dan melewati seluruh kegalauan yang sering kali menyebabkanku susah tidur dan susah makan.

Pun setelah memasuki dunia pekerjaan dan fase kehidupan selanjutnya, kurasakan teramat banyak ujian yang Allah Subhaanahu wata'ala berikan. Ujian dalam keluarga, pekerjaan, pergaulan dan lain sebagainya. Saat itu aku selalu mempertanyakan dan menggugat Allah  dengan kalimat-kalimat bodohku : "kenapa Engkau begitu tega membuatku menderita, sementara orang lain hidupnya kok senang-senang saja".

Advertisement

Ujian datang silih berganti di hidupku, selama itu pula aku menumbuh suburkan hal-hal negatif di pikiranku, menganggap orang lain selalu memusuhi, selalu iri dan mendzalimiku sehingga aku menderita karenanya. 

Ujian terbaru terjadi dua tahun yang lalu, saat itu pimpinan dan rekan kerjaku membuat satu rekayasa besar sehingga aku digeser dari posisi yang sedang kududuki, posisi yang begitu nyaman, karena di posisi itulah aku bisa mewujudkan seluruh gagasanku dalam mendorong pemberdayaaan manusia, bidang pekerjaan yang sangat aku minati.

Advertisement

Akhirnya, mimpi besarku pupus, aku sangat marah, sedih dan kecewa. Saat itu aku merasa betapa tak adilnya dunia kepadaku, apa salahku, kenapa kerja kerasku tak dihargai, dan banyak sekali kalimat protes yang hanya sanggup aku lontarkan pada diriku sendiri.

Satu tahun aku dalam keadaanku terpuruk,  memupuk kebencian dan sakit hatiku pada orang-orang yang ku anggap telah mendzalimiku.

Namun Allah maha baik, pada akhirnya datanglah petunjukNya lewat bacaan dan tontonanku berupa motivasi serta ceramah keagamaan. Aku sungguh-sungguh belajar untuk memahami hakikat & tujuan penciptaan manusia, aku belajar dan mencari tahu apa yang seharusnya aku lakukan, apa saja yang harus aku perbaiki. Akupun bertekad untuk segera memperbaiki semua kesalahan dan kekuranganku, perlahan-lahan mulai kupraktekan apapun pelajaran yang kudapatkan. 

Pertama, memahami watak dan kepribadianku

Saat pertama kali mendengar ceramah dr. Aisyah Dahlan, seorang dokter umum yang banyak bergelut pada terapi korban narkotika dan obat terlarang, aku begitu tertarik, terutama penyampaiannya tentang ilmu pengenalan watak dan kepribadian. Tak sebatas mendengar dari dr. Aisyah, akupun banyak belajar memahami watak dan kepribadianku melalui teori-teori yang dipaparkan oleh beberapa pakar psikologi lainnya.

Di sinilah awal mula aku mengetahui, bahwa aku terlahir dengan kepribadian ambivert serta memiliki watak seorang koleris. Aku pun semakin antusias mencari tahu apa saja kelebihan dan kekurangan dari seseorang yang berwatak koleris.

Masyaa Allah akupun terkesima mengetahui daftar kekuranganku sebagai seorang koleris, sungguh benar aku ini sangatlah dominan, terlalu kaku dan keras, selalu melakukan perlawanan jika ada sesuatu hal yang tak sesuai idealismeku, tergesa-gesa dalam membuat keputusan dan terlalu to the point.

Setelah kupahami watak dan kepribadianku, aku merasa begitu mudah membujuk hatiku agar mau berubah dan memperbaiki diri, karena menurut dr. Aisyah selain memiliki watak utama, seseorang juga bisa memiliki watak kombinasi sebagai hasil dari pembelajaran hidupnya.

Perlahan-lahan aku mulai bersikap lunak dengan semua keadaan, aku melatih kesabaranku, aku juga belajar bersikap santai dengan tak lagi memaksakan kehendak sesuai idealismeku, serta membiasakan diri untuk selalu berpikir positif.

Kedua, memperbaiki perasaanku

Mengingat kembali apa yang dr. Aisyah sampaikan, bahwa sesungguhnya perasaan akan mempengaruhi pikiran, kemudian pikiran mempengaruhi prilaku, dari prilaku membentuk kebiasaan, dan dari kebiasaan terbentuklah karakter. Karakter yang telah terbentuk inilah sebagai penentu nasib hidup kita. Lebih lanjut dr. Aisyah menekankan :"jika ingin nasibmu baik, maka perbaiki perasaanmu". 

Akhirnya kusadari bahwa nasib dan keadaanku yang terpuruk adalah hasil dari perasaanku sendiri, jikapun ada perlakuan buruk dan kedzoliman orang lain sebagai pencetusnya, itu hanyalah perantara Allah dalam memberikan ujian kepadaku, aku tak perlu fokus pada hal itu, sebaliknya aku harus terus berupaya memperbaiki perasaan dengan membiasakan ber-khusnudzon, baik terhadap Allah Subhaanahu wata'ala maupun terhadap sesama

Ketiga, menerima keadaanku

Pelajaran ini aku dapatkan dari mendengarkan ceramah A'a Gym, di mana beliau menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :"Allah telah menulis takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya semejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR Muslim).

Jika demikian kabar yang Allah sampaikan melalui nabi besar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu apa kekuatanku untuk menolak setiap takdir yang telah Allah tentukan untukku, melainkan aku harus menerimanya dengan ikhlas apapun keadaanku. 

Keempat, melatih kebiasaan bersyukur

Latihan bersyukur ini aku dapatkan dalam sebuah buku motivasi. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa salah satu cara mudah agar kita terbiasa bersyukur adalah dengan membuat daftar hal-hal baik yang kita dapatkan sejak dari bangun tidur hingga beranjak tidur lagi. 

Setelah aku membuat daftar hal-hal baik yang aku dapatkan, subhanallah… betapa banyaknya nikmat yang lupa kusyukuri, hingga tangan ini tak mampu lagi untuk menuliskannya.

"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?".

Kelima, Belajar dari Kisah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

Saat aku mulai enjoy dan bisa menerima keadaan yang menimpa, muncul keinginan untuk kembali membaca buku yang belum sempat kubaca hingga tuntas, buku tersebut adalah buku yang mengisahkan tentang perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Membaca buku tersebut, membuatku hanyut terbawa dalam suasana kehidupan dan kisah perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang penuh cobaan dalam menegakkan agama Allah.

Disini muncul kesadaranku, seorang Rasul saja yang nota bene Allah jamin surga untuknya, masih diberi ujian, apalagi aku seorang hamba yang bergelimang dosa, tentulah ujian itu suatu keniscayaan. Selain itu, dalam buku tersebut aku juga mendapatkan pelajaran tentang sikap dan teladan Rasul dalam kehidupannya sehari-hari. Tumbuh kecintaanku pada Rasulullah karena beliau berjuang demi keselamatan kita sebagai umatnya.

Dari beberapa hal yang telah aku alami tersebut, sampailah aku pada kesimpulan bahwa adanya ujian demi ujian merupakan isyarat Allah agar aku tak hanya sampai pada zona nyamanku saja, tetapi lebih dari itu, Allah ingin menghadiahkan aku kehidupan yang jauh lebih nyaman dan bahagia.

Alhamdulillah ya Rabb.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE