[CERPEN] Surat Terakhir

Maafkan aku yang terlalu berharap lebih.

“Jikalau kau sayang, benar-benar sayang. Tak hanya kata atau rasa kau harus tunjukkan,”

Advertisement

Begitulah lagu yang cocok denganku saat itu. Aku Mala, jomblo legend yang susah banget membuka hati. Hanya ada satu orang yang berhasil membuka hatiku. Dia Satya, teman lamaku tapi awalnya teman dan lama-lama entahlah ini perasaan apa. Aku berteman dengannya sejak di bangku SMA.

Dulu aku tak begitu peduli dengannya, hingga pada akhirnya dia berhasil meluluhkan hatiku 4 tahun setelahnya. Memang lama, aku memang susah untuk membuka hati setelah disakiti oleh seseorang di masa lalu. Kami menjalin hubungan tanpa status, sekedar baper-baper saja tapi tidak berani menanyakan status hubungan. Aku terus menunggunya untuk menyatakan perasaannya, tapi anehnya dia tak kunjung mengungkapkannya.

Kita terpisah jarak selama 5 tahun, tapi kita saling peduli, saling bertanya kabar dan akhirnya hari itu pun terjadi.

Advertisement

“Sat, kita ini sebenarnya apa sih?” Tanyaku lewat WhatsApp.

“Kita sahabat Mala,”

Advertisement

“Maksudnya? Kamu gak ada gitu perasaan ke aku? Terus selama ini kita apaan?”

“Bukan gitu Mal, aku gabisa. Ada sesuatu yang mau aku kejar. Aku harus mapan sebelum menjalin hubungan, aku gamau ngecewain kamu. Aku gamau nyakitin hati perempuan lagi,”

“Terus apa hubungannya sama kita? Kita bisa jalanin ini semua sama-sama kan Sat?”

“Gak bisa Mal, maaf aku ngecewain kamu. Tapi aku mau jujur kalo aku udah suka kamu dari waktu SMA dan aku baru bisa jujur sekarang,”

“Kok lucu gini sih kamu, alesan kaya gitu gak masuk akal tau? Kamu sudah ada orang lain kan?”

“Aku tau ini gak masuk akal, tapi aku mohon jangan marah sama aku Mal. Aku lagi gak menjaga hati siapapun, aku pengen kita seperti dulu bersahabat baik,”

Jujur walaupun aku bilang kalo aku baik-baik saja, hatiku remuk. Tapi aku masih penasaran kenapa begitu mudahnya dia menolakku. Padahal, dia sendiri yang memulai. Jika dia tidak ingin ada ikatan hubungan denganku, mengapa dia begitu baik dan peduli padaku.

Satu bulan setelahnya, aku beranikan diri untuk menghubunginya setelah perpisahan lalu. Tidak, kami tidak benar-benar berpisah. Aku masih mencintainya, dan aku yakin dia masih mencintaiku. Aku masih terus menunggunya walaupun seharusnya aku sudah tau diri. Aku masih tidak percaya bahwa aku yang dia cintai selama bertahun-tahun dilepaskan begitu saja. Aku ingin tau alasan sebenarnya mengapa dia dengan mudahnya menolakku.

Beberapa hari setelahnya, aku pergi ke luar kota untuk panggilan wawancara kerja. Kebetulan kota itu hampir berdekatan dengan kota tempat dia bekerja. Aku datang satu minggu sebelum jadwal wawancara untuk datang ke kotanya tanpa sepengetahuan dia, niatku adalah ingin bertemu dengannya setelah lama kita tidak bertemu dan sekaligus memberinya kejutan.

Tepat di depan kantornya aku menginap, di sebuah kos-kosan kecil yang dibayar perhari. Aku tinggal di lantai dua, kantornya terlihat dari jendela kamarku. Setelah sampai, aku beristirahat sejenak dan aku masih belum memberitahunya. Sore hari aku berencana untuk keluar berjalan-jalan sambil mencari tempat untuk makan malam.

Setelah mandi dan bersiap-siap, aku melihat ke jendela kamar dan aku melihatnya. Dia bersama teman-temannya sedang berada di luar kantornya. Aku senang bahkan hingga ingin menangis karena sudah lama aku tidak melihatnya, aku merindukannya. Aku tidak tahu apakah tingkahku ini kekanak-kanakan atau tidak yang jelas aku masih sulit untuk melupakannya.

Aku masih ingin memandanginya dari jendela dan tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya. Seorang wanita berbaju seragam putih-putih seperti seragam akademi keperawatan. Aku mengamatinya dan dia memberikan sebuah kantong yang sepertinya berisi makanan. Aku terus mengamati gerak-gerik mereka berdua, mereka duduk berdua dan sambil mengobrol asik. Aku terus meyakinkan dalam diri untuk tidak berpikir negatif. Aku yakin mereka hanyalah teman, tapi?

“Mereka bergandengan tangan?” Tanyaku lirih.

Apa ini? Belum genap dua bulan dia mengatakan tidak sedang menjaga hati siapapun. Tapi dia siapa? Aku masih sulit percaya bahwa yang aku lihat ini benar. Setelah itu aku berniat untuk tidak memberitahunya karena aku ingin tahu yang sebenarnya. Hari ketiga, aku mencoba untuk memberanikan diriku keluar kos dan membuntuti wanita itu dengan sepeda motor sewaan.

Dia berhenti di kampus akademi kebidanan, lalu dia menghampiri teman-temannya dan sepertinya dia akan masuk kelas. Aku mencoba menunggunya dan memberanikan diri bertanya kepadanya. Setelah satu setengah jam menunggu, aku melihatnya duduk di kantin dan aku duduk di sampingnya.

“Hai, namaku Mala,”

“Oh iya, namaku Endah,”

“Ah aku sering liat kamu di depan kosku di deket kantor A, kamu sering nemuin laki-laki tinggi itu ya hehe,”

“Ah iya kak, aku suka bawain makanan buatan Ibu untuk dia jadi aku sering dateng ke kantornya, kok aku gak pernah ketemu kakak ya?”

“Ah enggak, aku sering mondar mandir lewat sana jadi sering ketemu kalian berdua, namanya siapa sih?"

“Satya kak, dia orang Jogja, kita udah pacaran selama 3 tahun dan mungkin setelah aku lulus kita akan segera menikah,”

Aku hanya tersenyum masam dan mengakhiri percakapan ini. Mereka pacaran sudah 3 tahun. Jadi selama ini dia dan aku hubungannya memang benar-benar sahabat? Lalu apa fungsi dari videocall berjam-jam, perhatian-perhatiannya, dan dia bahkan sering mengirim kata-kata cinta, “saranghae”, dan dengan rendah hatinya dia mendengarkan segala curhatanku. Apakah semua itu hanya sebuah candaan?

Jujur aku masih tidak percaya, setelah pertemuan itu rasanya aku ingin datang ke kantornya. Lalu aku mengamuk habis-habisan, menjambak rambutnya, dan melempar barang ke wajahnya. Tapi, aku tak setega itu. Setelah kembali ke kos, aku memutuskan untuk menuliskan surat dan aku memutuskan untuk pergi di hari keempat.

“Dear Satya, hai apa kabar? Lama tak jumpa. Aku sekarang di Jakarta, sebelum aku pergi ke kota lain untuk bekerja. Maaf, aku tak memberitahumu, awalnya aku ingin memberikanmu kejutan tapi aku mengurungkan niatku. Endah cantik sekali ya? Dia calon bidan, cantik, lemah lembut, sholehah, dan juga ramah.

Bukan maksudku kekanak-kanakan, aku hanya ingin tau yang sebenarnya, maaf jika ini mengganggu privasimu. Tahun ini adalah tahun ketiganya kan? Dia akan segera lulus, dan kalian akan segera menikah. Berbahagialah Sat, aku akan selalu mendoakanmu. Wanita itu baik, tolong jaga hatinya. Wanita sepertinya tak pantas untuk disakiti, penuhi janjimu untuk menikahinya.

Maaf Sat, aku pergi tapi yang jelas aku baik-baik saja. Walaupun aku tak menyangka selama ini kamu sudah berhubungan dengannya selama 3 tahun, disamping itu kamu juga membersamaiku. Aku tak benci, mungkin aku hanya butuh waktu untuk menerima semua kenyataan ini. Berbahagialah Satya, salam dari sahabatmu, Mala.”

Aku memberikan surat itu kepada petugas kantornya untuk diberikan kepadanya. Aku mengganti nomor hpku, dan menonaktifkan semua media sosial. Dan kini aku sudah bersiap dengan barang bawaanku. Sebuah taksi berhenti di depan kos, di balik jendela taksi aku melihatnya sedang membaca suratku. Aku tersenyum, dan memandangnya penuh kebahagiaan. Aku sakit, tapi sakit ini tak boleh berlarut-larut dan aku harus segera pergi.

“Jalan pak!”

Selamat tinggal Satya, aku butuh kesendirian saat ini. Maaf jika aku kekanak-kanakan seperti ini. Aku hanya ingin sementara sendiri untuk menenangkan pikiranku. Setelah itu aku akan datang kepadamu dengan perasaan lebih baik. Berbahagialah.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis