Hustle Culture: Bikin Produktif Atau Malah Toxic?

Mungkin kalian familiar dengan istilah kerja lembur bagai kuda yang menjadi jargon iklan salah satu pusat perbelanjaan beberapa tahun lalu. Namun ternyata istilah ini benar-benar terjadi di kehidupan masyarakat Indonesia sekarang, loh. Bahkan bergeser menjadi trend di kalangan Gen Z dan Milenial. 

Advertisement

Saat ini kita sedang memasuki era bonus demografi di mana Indonesia didominasi oleh penduduk dengan usia produktif (15-64 tahun). Hal ini ditambah lagi dengan hasil Sensus Penduduk Indonesia pada tahun 2020 yang menunjukkan bahwa Indonesia saat ini didominasi oleh Gen Z (penduduk kelahiran 1997-2012) yaitu sebanyak 74.93 juta jiwa. Era bonus demografi ini menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah laju perekonomian Indonesia akan meningkat.

Namun, bila jumlah SDM dan lapangan kerja tidak seimbang, hal ini dapat menimbulkan persaingan yang sangat ketat di kalangan para tenaga kerja. Sehingga, kebanyakan tenaga kerja mengalami hustle culture. Akhir-akhir ini, istilah hustle culture sedang booming di kalangan Gen Z dan milenial. Namun, apakah itu hustle culture

Apa itu Hustle Culture

Advertisement

Hustle Culture adalah budaya dimana orang-orang menilai standar kesuksesan dengan kerja terus menerus untuk menghasilkan uang. Mereka yang mengalami hustle culture cenderung memiliki jam kerja yang berlebihan dan jam istirahat yang lebih sedikit. Istilah hustle culture sendiri diperkenalkan pertama kali oleh Wayne Oates di buku nya yang berjudul Confessions of a Workaholic : The Facts about Work Addiction pada 1971. Jadi, hustle culture sebenarnya bukanlah istilah baru. Namun. istilah ini menjadi populer di era sekarang. 

Di China, hustle culture mulai semakin berkembang ketika sistem kerja 996 di populerkan oleh CEO e-commerce  terbesar di China, yaitu Jack Ma. Sistem kerja ini menganut prinsip bekerja dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam selama 6 hari. Keberhasilan Jack Ma dalam mengelola e-commerce nya membuat beberapa perusahaan di China mengadopsi sistem kerja ini. Namun, pemerintah China akhirnya menyatakan bahwa sistem kerja ini ilegal. 

Advertisement

Dampak Hustle Culture 

Sistem kerja dalam budaya hustle culture yang sangat berlebihan tentu akan menimbulkan berbagai dampak, baik di bidang mental, kesehatan, maupun sosial. Beberapa dampak dari hustle culture di antaranya : 


  • Mudah burn out 

Mereka yang mengalami hustle culture cenderung mengalami burn out. Burn out sendiri adalah istilah yang merujuk kepada stres akibat pekerjaan yang berefek pada hilangnya semangat bekerja bahkan bersosial. Burn out harus segera diatasi, jika tidak tentu akan berdampak bagi kesehatan dan performa kerja.  


  • Mudah sakit bahkan bisa berefek kematian 

Ketika burn out tidak segera diatasi bisa berdampak bagi kesehatan. Imunitas tubuh menurun dan akhirnya bisa menimbulkan penyakit dari mulai pilek, batuk, sakit kepala, demam, tipes, sampai kematian. Ya, bisa sampai menimbulkan kematian. 

Tahun 2013 di Indonesia, salah seorang copywriter di agensi periklanan, Mita Diran, meninggal setelah bekerja 30 jam non stop. Lalu pada tahun 2017 di Jepang, seorang reporter NHK, Miwa Sado, meninggal setelah lembur selama 159 jam non stop. Mengerikan sekali bukan? 

Kehidupan Sosial 

Dengan bekerja terus menerus tentu mereka akan kehilangan waktu untuk bersosialisasi. Mereka menjadi cenderung sibuk dengan pekerjaan sehingga kehilangan waktu untuk berkumpul dengan keluarga, saudara, dan teman-teman. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh  ke kehidupan sosial. 

Hustle Culture : Produktif atau Toxic

Apakah hustle culture berarti produktif dan menjamin kesuksesan? Meskipun terlihat menjanjikan dan memiliki efek positif bagi kesuksesan, nyatanya belum ada hasil penelitian yang menunjukkan korelasi antara keduanya. Yang pasti, jika bekerja terlalu berlebihan dapat menimbulkan burn out yang tentunya malah akan menghambat performa di tempat kerja. Selain itu, jika terus menerus hustling tanpa istirahat, akan berdampak buruk bagi kesehatan.

Rasa bersalah yang ditimbulkan ketika beristirahat dan tidak bekerja akan menyebabkan stres. Padahal istirahat adalah suatu kewajiban dan keharusan. Hal ini yang menyebabkan hustle culture berubah menjadi toxicHustle culture memang terlihat menjanjikan, namun di balik kata menjanjikan itu, ada banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE