Hustle Culture Bukanlah Solusi Atas Produktivitas Manusia

Hustle Culture adalah suatu keadaan ketika standar masyarakat menganggap manusia akan sukses jika ia bekerja sekeras-kerasnya. Fenomena Hustle Culture semakin banyak terlihat sejak munculnya pengusaha-pengusaha dalam bidang Start-Up yang mulai menjamur di beberapa tahun ke belakang. Term ini mengindikasikan bahwa seseorang akan merasa puas dan sukses jika bekerja sekeras-kerasnya.

Advertisement

Hal yang menjadi lebih buruk adalah ketika penanaman nilai-nilai Hustle Culture kepada kaum milenial. Penanaman ini menuntut kaum milenial untuk melakukan banyak hal supaya bertahan. Kegiatan ini seakan-akan mengatakan bahwa gaya hidup seperti inilah yang paling ideal di masa sekarang.

Hustle Culture memberikan cukup banyak dampak negatif bagi masyarakat. Menormalisasi untuk menjadi sukses dengan terus bekerja keras hanya akan membuat permasalahan-permasalahan lainnya muncul. Hustle Culture berdampak pada orang-orang yang biasa melakukan terlalu banyak pekerjaan di suatu perusahaan atau institusi.

Pada akhirnya, para pekerja yang melakukan lembur panjang untuk bekerja hanya akan menurunkan kadar kualitas dan produktivitas pekerjaan.  Hal ini akan sangat merugikan satu pihak, yaitu para pekerja dengan gaya hidup Hustle Culture—dan mengalami keuntungan bagi pihak lainnya, yaitu para pemilik modal atau perusahaan.

Advertisement

Bisa dikatakan Hustle Culture adalah buah dari modern capitalism. Manusia lebih menghargai usahanya sendiri untuk mendapatkan kapital atau uang karena pemerintah tidak bisa menyediakan kebutuhan hidup manusia yang bahkan basic. Kebutuhan semacam social welfare, health care, atau pendidikan murah tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah yang menjadikan manusia harus hustling sampai menjadikannya sebagai lifestyle.

Hustle Culture membuat nilai-nilai manusia dalam hidup seakan-akan hanya diukur melalui kesuksesan finansial dan melupakan aspek lainnya. Banyak milenial yang terobsesi dengan produktivitas.

Advertisement

Sebenarnya, apa sih produktivitas itu?

Banyak orang salah kaprah soal produktivitas. Manusia zaman sekarang akan mengatakan produktif jika ia melakukan sebanyak mungkin aktivitas dalam sehari, atau bahkan meminimalisasi istirahat. Padahal, untuk menjadi seorang yang produktif tidak perlu adanya kerja-kerja yang berlebihan, karena bekerja terlalu lama akan mengurangi tingkat produktivitas. Dapat dikatakan, produktivitas seseorang dinilai dari seberapa efisien waktu dan hal yang dikerjakan untuk menghasilkan sesuatu, bukan dilihat dari seberapa lama waktu yang dihabiskan.

Dengan demikian, perlu adanya prinsip hidup yang jelas bagi manusia agar seimbang dalam hidup. Seluruh manusia berhak untuk memiliki kualitas hidup yang baik alih-alih mencapai kesuksesan dan justru mengorbankan banyak hal—seperti kehidupan sosial, atau kesehatan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang Mahasiswi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.

CLOSE