Belajar Mengikhlaskan Sesuatu yang Bukan Untukmu. Jika Sudah Takdir Tuhan, Bisa Apa Kamu?

Belajar ikhlas

"Artikel ini merupakan kiriman dari kontributor Hipwee. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis."

Advertisement

Dalam hidup ini siapa sih yang tidak mempunyai masalah? Meskipun kita menginginkan hidup ini berjalan baik-baik saja, mulus dan tanpa masalah, namun kenyataannya jalan hidup seseorang tidak akan pernah ada yang tahu. Sekalipun pribadi itu sendiri. 

Seorang peramal sekalipun, tidak akan pernah bisa akurat melihat garis kehidupan seseorang. Seperti peristiwa kehilangan, merupakan sesuatu yang pasti, meski tak ada satupun yang menginginkannya terjadi. Entah kemarin, hari ini atau kapanpun. Setiap dari kita pasti merasakannya. Kehilangan sesuatu atau kehilangan seseorang. Siapa yang dapat menghindar?

Semua sudah masuk dalam rancangan Allah. Garis kehidupan dari setiap kita manusia. Allah tidak menciptakan segala sesuatu tanpa alasan. Tidak pula menjadikan setiap peristiwa secara kebetulan. Jika kamu belum mengerti akan apa yang terjadi sekarang, kelak kamu akan mengerti mengapa Allah menjadikan semua begini adanya.

Advertisement

Terkadang, kita sebagai manusia sering lupa. Lupa jika hidup itu tidak selalu bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan, ya kalau ingin semua sesuai sama yang kita mau sih namanya kita sutradaranya, bukan Gusti Allah. Kita juga sering kali lupa bersyukur sudah diberi kesempatan hidup dan lupa menikmati setiap momen yang terjadi dan tidak jarang hanya terewat begitu saja.

Hingga akhirnya, ketika sesuatu atau seseorang itu pergi dan menghilang, kita malah terkadang menyalahkan keadaan bahkan menyalahkan Tuhan. (Gak jarang sambil nangis) menginginkan semua itu kembali, bersama kita lagi. Padahal, kita tidak bisa mengubah orang-orang menjadi seperti apa yang kita mau dan seperti yang kita butuhkan. Yang pergi biarkan pergi dan jangan mengharapkan kembali, apalagi sampai memaksa.

Advertisement

Perihal mengikhlaskan dan melepaskan, semua harus fokus pada proses penerimaan. Sebuah seni mengikhlaskan, butuh proses dan perjuangan terkadang juga penuh pengorbanan. Tak jarang, perasaan yang harus dikorbankan. Sejauh mana kamu bisa menerima, dititik itulah kamu bisa mulai mengikhlaskan. 

Bukan hanya mengikhlaskan yang pergi dari hidupmu, tetapi juga hal lain (seperti; penolakan, kekalahan, ataupun kegagalan lain). Kamu nggak bisa memaksa pada Tuhan untuk menuruti apa keinginanmu, karena emang bukan kamu Tuhannya. Sulit memang, tapi bukan berarti kamu tidak bisa untuk mengikhlaskan apa yang sudah pergi dan atau diambil darimu.

Tuhan itu bikin skenario untuk kamu, sebelum kamu dikandung sama emakmu, Tuhan punya master plan dalam setiap tahap kehidupan kamu. Kamu bisa aja punya rancangan mau bikin rumah satu lantai dengan dua kamar tidur, tapi kalau Dia pengen kamu punya apartment yang di lantai dasarnya itu mall, kamu memangnya gak mau gitu? CaraNya juga pasti ajaib, karena punya rancangan yang indah buat setiap dari kita.

Percaya aja. Lukisan nggak akan jadi indah tanpa adanya gradasi warna di kanvasnya. Sama halnya kayak hidup kamu. Kamu juga harus mau menjalani dinamika kehidupan, pasang surut dan warna-warni kehidupan. Karena hidup banyak rasa (katanya).

Legowolah. Ikhlaskan, kalau memang hari ini kamu gagal. Kalau besok masih gagal, coba lagi (kayak Prabowo gitu, nyoba nyapres terus?). Kalau hari ini ada yang harus pergi darimu, meski kamu gak menginginkannya, ikhlaskan aja, legowo saja. Mungkin memang sudah saatnya dia untuk pergi dari kehidupanmu. Waktu untuk bersamamu dari Tuhan sudah habis. Kamu mungkin memang ditakdirkan tidak bersamanya selamanya. 

Tidak mudah menguraikan makna kata 'legowo'. Legowo kira-kira berarti sikap bisa menerima keputusan, tidak dendam, tidak suudzon, dan tidak curiga. Legowo adalah menerima kondisi yang terjadi sebagai ketetapan Tuhan. Dibutuhkan penjelasan panjang untuk menjabarkan satu kata saja. Tentu pelaksanaan legowo lebih mudah diucapkan daripada dilaksanakan. Tapi kalau bisa, maka segala perkara dan kejadian akan dianggap sebagai nikmat dan bukan kesusahan.

Adanya rasa kecewa karena sudah kehilangan yang kita inginkan, atau karena gagal meraih sesuatu, memang wajar dirasakan, tapi kita harus pintar-pintar mengendalikan emosi. Emosi yang hanya bisa dikendalikan oleh diri sendiri, mungkin kalau bisa menahan dan mengontrol, nggak akan terjad hal yang nggak kita inginkan.

Menerima keadaan adalah hal yang paling mendasar yang harus kamu lakukan. Ketika kita bisa menerima keadaan, tanpa menyesali dan berharap yang telah berlalu bisa terulang kembali, secara perlahan kita bisa menyadari dan merelakan dan mengikhlaskan yang terjadi.

Semua sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, sejauh apapun kamu bersembunyi, sekuat apapun kamu berlari, kalau sudah waktuNya, pasti akan terjadi.

Setiap takdir memiliki alasan yang mutlak. Allah tidak menciptakan sesuatu yang tak beralasan. Takdir sepahit dan sekejam apapun itu membuktikan kalau Allah itu ada. Berusahalah menjadi versi terbaik dari diri sendiri di setiap harinya. Jika memang suatu saat yang hilang itu memang milikmu, pasti akan kembali padamu, atau Allah akan menggantinya dengan bentuk lain, yang lebih baik lagi.

Jangan takut gagal, jangan takut sakit hati, karena saatnya nanti, semua akan berganti. Langit tak selamanya hujan, badai pasti berlalu. Pelaut yang tangguh dihasilkan bukan dari laut yang tenang. Takdir Allah pasti indah. Jangan pernah menghidar apalagi berlari, karena sejauh apapun menghindar, pasti akan bertemu dengan takdirNya. Ikhlaskan agar bisa melegakan dalam menjalani hari-harimu.

Semakin kita menerima keadaan, semakin kita bisa pasrah dan mengikhlaskan kehendakNya, bukan memaksakan apa yang kita inginkan, karena sesungguhnya Dia mengerti apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

a chronic dreamer and disease, silly, enthusiast with writing and you

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE