Jakarta Diprediksikan Tenggelam, Sebenarnya Penyebabnya Apa? Emang Bisa Yah?

Penurunan Tanah Jakarta

Semua sudah mengetahui bahwa kenaikan permukaan air akibat dari perubahan iklim menjadi ancaman yang besar. Bagaimana tidak, kota yang terdapat di pesisir pantai daratannya terus tergerus oleh air laut. Tetapi tidak banyak orang yang mengetahui ancaman yang mengintai mereka, salah satunya mungkin warga DKI Jakarta. Bukan lagi soal banjir, TENGGELAM ancamannya.

DKI Jakarta menjadi kota dengan penduduk terpadat di Indonesia, bedasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah warga DKI Jakarta tahun 2019 mencapai angka 11.063.324 jiwa. Dengan hal tersebut selaras dengan penggunaan air di DKI Jakarta sangatlah banyak. Pengurasan debit air tanah oleh kebutuhan warga Jakarta, membuat banyak ruang kosong atau rongga di dalam tanah. Menyebabkan tanah turun secara signifikan setiap tahunnya. Sumur bor di Jakarta sudah terlampau banyaknya, dari yang legal sampai illegal dilakukan demi memenuhi kebutuhan, membuat kandungan air untuk menahan permukaan tanah agar tidak amblas berkurang.

Gedung-gedung tinggi kebanggaan ibukota tak luput menjadi penyumbang penyebab potensi tenggelamnya Jakarta menjadi masalah yang selalu menghantui dan dapat terjadi kapan saja. Pada Desember 2019, terdapat 964 gedung tinggi dan 244 gedung pencakar langit di Jakarta. Faktanya daratan kota Jakarta dan sekitarnya berada pada dataran pesisir berelevasi rendah, yang rentan genangan air dan berdaya dukung rendah yang rentan pemadatan dan amblesan. Oleh karena itu dapat dibayangkan betapa besar resiko membangun gedung pencakar langit di atas permukaan bumi yang lemah itu.

Penurunan tanah Jakarta bukan sebuah cerita baru, sebuah data kuantitatif memaparkan sejak 1974-2010 terjadi penurunan permukaan tanah sampai 4,1 meter. Penurunan permukaan tanah ini dapat menyebabkan dampak yang buruk seperti banjir, ketidakstabilan permukaan tanah, rentan amblas, dan dampak terburuknya adalah tenggelam. Berbeda dengan banjir yang sangat menyita perhatian netizen Indonesia, penurunan permukaan tanah ini seperti halnya pasukan khusus yang bekerja senyap namun sigap untuk menyergap kapan saja. Sifatnya yang tidak mencolok tidak cukup untuk menarik perhatian sang pembuat kebijakan untuk cepat bertindak.


Dampak Penurunan Tanah


Banjir menjadi salah satu yang terburuk karena dapat menggenangi 60% kota Jakarta ketika musim hujan dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Studi yang dilakukan oleh Jakarta Coastal Defense Study (JCDS) menemukan bahwa penurunan tanah merupakan salah satu faktor utama dalam memperburuk kondisi banjir. Terjadi kerusakan pada bangunan dan fasilitas umum akibat penurunan permukaan tanah yang membuat pergeseran posisi. Tidak merugikan bangunan saja namun juga merugikan secara ekonomi.

Pertumbuhan pesat penduduk Jakarta sekitar 8%-9% pertahun mengakibatkan tingkat kebutuhan lahan meningkat. Akibatnya timbul kendala pemerintah dalam membuat fasilitas umum, salah satunya Ruang Terbuka Hijau. Masalah tersebut dapat merembet ke segala hal salah satunya penurunan tanah, daya serap tanah berkurang, ketersediaan air berkurang, menjadikan resiko amblas semakin besar. Dari akumulasi dampak penurunan tanah dan kenaikan air laut didapat laju amblesan/penenggelaman dari Jakarta Utara sebesar 0,8 cm per tahun. Menurut penelitian Bakosurtanal didapat ketinggian rata-rata Jakarta Utara diatas permukaan laut setinggi 1,5 m jadi laut lebih tinggi dari pada daratan dan bukan tidak mungkin akan tenggelam.


Langkah Tepat Pencegahan


Langkah pencegahan dilakukan dengan memperbanyak ruang terbuka hijau, dan menambah area penyerapan air. Pasalnya RTH di Jakarta hanya berjumlah 9,98% dari total wilayah, jauh dari yang seharusnya sebesar 30%. Jumlahnya mencapai 3.131 dengan Jakarta Pusat menjadi wilayah terbanyak 913 RTH dan terus bertambah. Adanya RTH ini diharapkan mampu menahan permukaan tanah dan menjadi area penyerapan air untuk mengisi rongga kosong.

Regulasi dalam penggunaan sumur bor dalam menyanggupi kebutuhan air warga harus lebih diperjelas, agar penggunaan sumur illegal dapat dikontrol dengan baik dan kebutuhan air warga tercukupi. Pembangunan gedung pencakar langit juga harus mengikuti regulasi yang ada kalau bisa dikembangkan agar resiko penurunan tanah menjadi berkurang, beban permukaan tanah untuk menopang beratnya bangunan sudah melebihi kapasitas.

Kesimpulannya dari segi daya dukung tanah Jakarta tidak berkelanjutan karena berada diwilayah pesisir dengan parameter indikator tertekan lebih besar. Kenyataannya Jakarta terus cenderung tenggelam dan pada waktu mendatang semakin besar risikonya, baik dari segi frekuensi genangan maupun tinggi genangan. Jika langkah pencegahan tidak dilakukan, maka bukan sesuatu yang tidak mungkin Jakarta menjadi Atlantis di dunia nyata.

Gimana Menurut Kamu?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini