Jangan Mengekang Anak! Coba Cara Ini Untuk Mendisiplinkan Mereka!

Mengekang Anak? Sudah Nggak Jaman!

Jangan main hp terus, nanti sakit!, Jangan lari-lari, nanti jatuh!. Aduh, kalimat-kalimat yang sering kita dengar ini sepertinya sering pula dianggap angin lalu oleh si kecil, ya. Pastinya hal itu membuat jengkel beberapa orang tua, karena anak mereka bisa saja celaka karena susah diatur dan tak mau mendengar nasihat kita. Berdasarkan survey berskala besar di Amerika, hasil menunjukkan bahwa anak-anak generasi sekarang lebih sulit diatur, lebih gugup, dan cenderung cemas. Hal serupa ternyata juga terjadi di negara lain (Sarnoto, 2014). Tetapi terkadang, karena terlalu takut anaknya mengalami hal yang tak diinginkan, orang tua justru mengekang anaknya. 

Advertisement

Mengutip kasus beberapa tahun silam, Ilham menjelaskan, dua orang pelajar SMP di Palangka Raya yang berinisial VI, 15, dan ER, 15, membuat skenario bahwa mereka diculik dan hendak dibunuh. Tetapi saat diperiksa, dua remaja putri itu mengakui, penculikan tersebut adalah skenario yang mereka buat. Hal itu dilakukan lantaran keduanya sakit hati dengan orang tua masing-masing. Saat diselidiki, teman prianya mengaku memang benar penculikan tersebut hanya skenario belaka (Safutra, 2017).

Selanjutnya, SS dan RA (teman pria VI dan ER) curhat kepada penyidik bahwa orang tua korban sangat otoriter dalam mendidik. Mereka tidak diperbolehkan keluar rumah jika tak ada keperluan. Berteman saja diawasi dan dibatasi (Safutra, 2017).

Nah, melihat sekilas kutipan kasus di atas, apakah para orang tua masih ingin mengekang anak-anak?

Advertisement

Lalu solusinya apa? Mengekang anak agar mereka selalu berada di bawah pantauan kita? tentunya bukan. Karena masa kanak-kanak adalah masa yang seharusnya penuh dengan keringanan bermain, di mana pada masa itu, kreativitas mereka mulai tumbuh. Tetapi semua itu akan diperoleh jika orang tua atau orang dewasa di sekitarnya tidak terlalu banyak memberikan instruksi larangan. Kreativitas mereka dapat juga hancur ketika orang tua mengawasi anak secara berlebihan (Rahman, 2009)

ADVERTISEMENTS

Penguatan dan Hukuman untuk Anak

Advertisement

Salah satu tokoh Psikologi, BF Skinner mengemukakan pendapatnya tentang operant conditioning atau instrumental conditioning yang mana ini adalah salah satu metode belajar yang menekankan penguatan dan hukuman untuk membentuk perilaku yang diinginkan (Papalia & Martorell, 2021). Hal ini tentu saja bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari hari. Tetapi penguatan dan hukuman itu apa, sih?

Secara sederhana, Skinner menjelaskan bahwa penguatan adalah respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut (Cherry, 2023). Penguatan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.

Penguat positif adalah peristiwa atau hasil yang menyenangkan yang diberikan setelah perilaku (Cherry, 2023). Contohnya ketika orang tua khawatir anak-anak akan pulang terlambat ketika sedang bermain. Dari pada mengekang anak, lebih baik para orang tua memberi hadiah kepada anak jika mereka pulang tepat waktu. Jadi mereka akan berpikir jika pulang tepat waktu, mereka akan mendapat hadiah.

Penguat negatif melibatkan penghilangan peristiwa atau hasil yang tidak menyenangkan setelah perilaku ditampilkan. Dalam situasi ini, respon diperkuat dengan penghilangan sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan (Cherry, 2023). Contohnya ketika orang tua khawatir anak akan pulang terlambat ketika sedang bermain. Dari pada mengekang, lebih baik orang tua membebaskan anak-anaknya dari suatu kewajiban secara sementara. Misalnya anak-anak yang memiliki kewajiban untuk merapikan tempat tidur mereka, pulang tepat waktu. Orang tua dapat membebaskan kewajiban itu secara sementara. Jadi anak akan berpikir mereka tidak akan merapikan tempat tidur ketika pulang tepat waktu.

Sementara punishment adalah Hukuman adalah presentasi dari peristiwa atau hasil yang merugikan yang menyebabkan penurunan perilaku yang mengikutinya (Papalia & Martorell, 2021). Ada dua jenis hukuman: 

Hukuman positif, kadang-kadang disebut sebagai hukuman berdasarkan aplikasi, menghadirkan peristiwa atau hasil yang tidak menyenangkan untuk melemahkan respons yang mengikutinya. Contohnya ketika anak tidak menepati janji untuk pulang tepat waktu setelah bermain, maka orang tua dapat menghukumnya dengan menyuruh mereka berdiri di sudut ruangan. Maka anak akan berpikir jika mereka mengulangi hal yang sama, maka mereka akan mendapat hukuman.

Hukuman negatif, juga dikenal sebagai hukuman dengan penghapusan, terjadi ketika peristiwa atau hasil yang menguntungkan dihilangkan setelah suatu perilaku terjadi (Cherry, 2023). Contohnya ketika anak tidak menepati janji untuk pulang tepat waktu setelah bermain, maka orang tua dapat mengurangi jatah waktu mereka bermain game. Maka anak akan berpikir jika mereka mengulangi hal yang sama, maka mereka akan mendapat hukuman.

BF Skinner menyadari bahwa banyak anak yang dicap bermasalah atau nakal sebenarnya hanyalah anak-anak normal yang sehat dan aktif yang dibesarkan dengan tidak semestinya. Dia percaya bahwa guru dan orang tua serta panutan lainnya memberikan perhatian kepada anak ketika mereka nakal, sementara mereka mengabaikan perilaku baik anak. Dia percaya bahwa ini belum tentu sehat karena anak dapat tumbuh menjadi neurotik (Anderson, 2020).

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Psikologi Universitas Pembangunan Jaya