Jangan Salah! Laki – Laki Juga Bisa Menjadi Feminis, Memahami Feminisme bersama Gadis Arivia

Laki - Laki Juga Bisa Menjadi Feminis

‘Feminis’ , ’ feminisme’ , dua kata yang tidak asing dengan dunia perempuan. Bagaimana diri Anda memaknai feminisme? Mungkin sebagian orang menganggap feminisme sebagai suatu gerakan, paham, atau ideologi yang menebar kebencian terhadap kaum pria. Mungkin juga orang – orang di sekitar Anda menganggap feminisme merupakan sebuah kampanye untuk membela dan menjunjung tinggi hak – hak perempuan. Lalu bagaimana dengan laki – laki yang feminis? Apakah mereka harus bertingkah seperti perempuan? Atau laki – laki harus selalu mengalah ke perempuan?

Advertisement

Lahir di awal abad 20, dipelopori oleh Virginia Woolf dalam bukunya yang berjudul A Room of One's Own di tahun 1929. Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Feminisme merupakan sebuah gerakan dan ideologi yang memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan dalam politik, ekonomi, budaya, ruang pribadi dan ruang publik.

Salah satu tokoh feminis terkemuka di Indonesia adalah Gadis Arivia. Pendiri Yayasan Jurnal Perempuan sekaligus Doktor filsafat di Universitas Indonesia ini lahir di New Delhi 56 tahun yang lalu. Ia mulai dikenal sejak peristiwa penangkapan dirinya saat berdemonstrasi bersama para Ibu di depan bundaran Hotel Indonesia untuk menyuarakan isu kelangkaan susu bayi pada tahun 1998. Namun, hal tersebut tak menghentikan semangat juangnya untuk terus membela hak – hak perempuan di Indonesia hingga saat ini.

Gadis Arivia pernah menuliskan 10 ciri lelaki feminis dalam buku berjudul Feminisme: Sebuah Kata Hati yang ia tulis dan terbit di tahun 2006 silam. Ciri – ciri tersebut yakni :

Advertisement

Memiliki rasa peduli

Toleran

Berbudaya

Membebaskan

Menggunakan bahasa positif

Memahami pembagian kerja domestik

Peduli hak reproduksi

Menggairahkan dalam aktivitas dengan pasangan

Transparan

Antipoligami

Melalui rasa peduli laki – laki dapat menjadi pendengar dan pemerhati yang baik bagi lingkungan di sekitarnya. Sikap toleran dapat menghindarkan masalah, hubungan menjadi lebih setara dan memberikan keadilan baik pada laki-laki terutama perempuan. Dengan berbudaya kita menjadi toleran dan saling menghormati. Membebaskan bukan berarti membiarkan, melainkan menjadi yang  individu bersifat demokratis dan berusaha untuk berpartisipasi dalam setiap pikiran dan tindakan orang dikenal. Tentunya hal – hal tersebut dilakukan dan disampaikan menggunakan bahasa yang positif. Laki  – laki harus bisa menggunakan bahasa yang tidak merendahkan perempuan.

Memahami pembagian kerja domestik yakni misalkan dalam konteks berumah tangga, laki-laki tidak perlu malu untuk melakukan tugas rumah tangga yang biasa dilakukan oh wanita. Mencuci baju, memasak, dan membersihkan rumah. Gadis Arivia menuliskan bahwa salah satu kontribusi angka kematian ibu yang tinggi adalah tidak pahamnya pria akan pentingnya hak-hak reproduksi perempuan. Oleh karena itu penting bagi kaum laki-laki untuk peduli pada hak reproduksi wanita. Begitu pun dalam berhubungan suami istri dengan pasangan.

Advertisement

Laki-laki feminis memberlakukan anggaran dengan transparan dalam pengaturan keuangan dengan pasangannya. Kebebasan pria feminis juga dipertanggungjawabkan dengan loyalitas dan hormat pada pasangannya. Dengan berpegang pada prinsip ini, laki-laki feminis menolak dan antipoligami. Begitulah kiranya menurut Gadis Arivia.

Laki – laki menjadi seorang feminis bukanlah hal yang baru. Banyak filsuf laki-laki yang sejak ribuan tahun lalu telah menuliskan perempuan dalam karya-karyanya. Plato dalam karyanya The Republic (360 SM) menyatakan bahwa perempuan mampu untuk berpartisipasi sepenuhnya sebagai warga negara dalam. “Mereka (laki-laki dan perempuan) hanya berbeda dari kekuatan dan kelemahannya.” Namun pemikiran Plato ini dikritik oleh Lynda Lange. Ia tidak sepakat bahwa Plato menempatkan laki – laki memiliki kekuatan dan perempuan dianggap lemah.

Tokoh feminis laki-laki lainnya John Stuart Mill. Ia seorang pemikir sosial dan politik dari Inggris. John Stuart Mill berkontribusi pada perkembangan intelektual feminis abad 19. Ia turut memperjuangkan hak perempuan dalam politik. Dalam karyanya The Subjection of Women, Ia menyebutkan bahwa perempuan harus memiliki kebebasan, dengan kebebasan maka ia akan bermartabat sebagai manusia, maka dengan demikian perempuan harus memiliki hak dan status politik yang setara dengan laki-laki. 

Pemikiran tentang pentingnya pemenuhan hak-hak perempuan juga lahir di Timur. Seorang feminis laki-laki dari Arab, Qasim Amin mengeritik kolonialisme dan imperialisme Barat dengan mengedepankan hak-hak perempuan. Di Indonesia sendiri, tokoh yang dianggap yang pertama kali memberikan dukungan terhadap perempuan secara terang-terangan di ruang publik adalah Soekarno. Dalam bukunya yang berjudul Sarinah (1947) ia menyebutkan bahwa wanita merupakan bagian atau persoalan penting dalam masyarakat.

Meski pada kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk merangkul kaum pria menjadi feminis, hal tersebut bukanlah tidak mungkin. Banyak kaum pria yang masih salah memahami apa itu feminisme. Feminisme bukanlah sebuah gerakan yang meminta “special right” dan ingin menggulingkan posisi laki-laki, melainkan menginginkan kesetaraan atau menuntut “equal right”. Bahkan banyak selebriti pria papan atas dunia yang tak malu dan sudah mengakui bahwa dirinya adalah seorang feminis. Diantaranya Harry Styles, John Legend, Joseph Gordon-Levitt, Ryan Gosling, Ezra Miller, Barack Obama, Will Smith, Andy Samberg, Tom Hardy, dan pewaris tahta kerajaan Inggris, Pangeran Harry.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE