Untukmu yang Selalu Menjagaku dalam Lingkaran Dusta, Mau Sampai Kapan Kau Terus-terusan Mendua?

untukmu yang menjagaku dalam dusta


Aku tak pernah tahu takdir yang diinginkan semesta. Yang kutahu, semuanya tentang kau, dia, dan torehan luka.


Untukmu yang selalu menjagaku dalam lingkaran dusta, bagaimana rasanya ketika melihatku masih bisa tersenyum? Apakah kau senang? Nahasnya, aku sudah mengetahui semuanya dan memilih tetap di sampingmu. Tapi tak apa, aku memaafkan atas semua salah yang kau lakukan tanpa sesal.


Kau melakukannya lagi dan lagi, melukis senyum di wajahnya dan mengukir luka di hatiku.


Selama ini, kau mencari makna kebahagiaan di pelupuk matanya. Lalu, kau kembali kepadaku untuk mengubur pilu, menatapku untuk memastikan aku tak beranjak. Namun, apakah aku saja tak cukup untukmu? Ketika aku selalu ada untuk memecah heningmu, kau membuat seolah hadirku sia-sia saja.

Saat pertama kali kita bertemu, aku tak pernah meminta untuk menjadi seperti ini. Karenamu, setiap hariku hampa saja. Menatap langit yang tak mungkin kuraih, menjamah hembus angin yang tak mungkin kusentuh. Asaku masih tertinggal dalam pekatnya malam, ketika senyummu melengkung dalam peluk cahaya rembulan. Aku tak pernah mengira, gulita masih menyelimuti hati meski sang fajar telah datang.

Kukira, aku hanya satu-satunya yang mampu meluluhkan hatimu. Menggelikan, selama ini aku salah besar. Kau menempatkan aku dan dia dalam relung yang sama.

Mungkin, kau hanya takut kutinggalkan. Kau takut kehilangan sosokku yang menjengkelkan, runtutan pertanyaan curigaku yang memuakkan, dan tangisku yang terkadang pecah begitu saja. Namun, percayalah padaku, sayang, kau akan tetap baik-baik saja meski kehilanganku. Atau mungkin, kau tak akan sadar bahwa aku sudah tak di sisi.  Kau mungkin masih akan tetap bahagia. Ya, masih ada yang akan mengiringi ketika kau harus melangkah sendirian, melukis tawa ketika sendu tertahan di wajahmu, dan menemani ketika sepi mengungkungmu.


Jika aku tak bisa membuatmu cukup, mungkin secuil tawanya lebih dari cukup untukmu.


Jika sebelumnya aku selalu menunggumu kembali, menerimamu dan mendengarkan bualan palsumu, untuk kali ini, cukuplah dia sebagai satu-satunya untukmu. Maafkan aku, kurasa, apa yang kulakukan selama ini hanya percuma, kau tak pernah benar-benar menginginkanku. 

Pertanyaan terakhir dariku, sebenarnya, apa yang ada di dalam benakmu? Apakah kau bosan menyadari bahwa kisah yang kita tulis bersama tak kunjung menemui penghujung, dan kau ingin mengukir kisah baru? Jika benar seperti itu, mari kita rangkai akhir kisah kita. Jadikan akhir yang menyenangkan; kau dan dia bahagia bersama, tanpaku. Sungguh kisah yang selalu kau inginkan, bukan?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya adalah seorang mahasiswi salah satu universitas di Bandung.

Editor

une femme libre