Kebahasaan di Era Millenial

Literasi Millenial

Memasuki Era milenial sekarang, kebahasaan yang digunakan oleh para pelajar atau mahasiswa ada bermacam-macam, hal ini tergantung dari daerah mereka masing-masing. Akan tetapi, yang paling sering mereka gunakan ialah Bahasa Gaul. Nah, penggunaan bahasa gaul ini, kerap kali menjadi perbincangan di semua kalangan. Tak hanya itu, banyak para pelajar ataupun mahasiswa, terkadang mengabaikan apakah bahasa yang digunakan tersebut pantas untuk diucapkan? Ataukah tidak? Dengan demikian, hal ini akan saya kaitkan dengan tingkat kesopanan, khususnya di Era Milenial ini.

Advertisement

Dalam kehidupan sehari-hari, tentu akan banyak orang yang kita temui, pula orang-orang yang berbeda daerah dengan kita. Nah, dari sini kita bisa lihat, ada berbagai macam dialek yang mereka bawakan, tergantung asal daerah masing-masing. Meskipun begitu, kita semua tetaplah satu. Seperti dalam semboyan negara kita Bhinneka Tunggal Ika, Walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu yakni dengan menggunakan Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, acap kali terabaikan. Mengapa demikian? Karena seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan bahasa gaul yang kini menjadi trendy di kalangan anak muda dengan mengesampingkan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Nah, kembali lagi pada topik sebelumnya, yakni keterkaitan tingkat kesopanan para generasi milenial. Di era milenial sekarang ini, tentu kita harus mengikuti setiap perkembangan zaman, mulai dari cara berpakaian, cara bersosialisasi, dan terkhusus cara berbahasa. Nah, disini saya akan fokuskan dengan cara berbahasa nya. Bisa kita lihat, di lingkungan sekitar kita, baik itu secara langsung, maupun tidak langsung, secara online, maupun offline. Perkembangan generasi milenial yang semakin maju, bahkan berdampak baik dengan semua orang.

Diantaranya seperti pada para pelajar atau mahasiswa yang aktif di berbagai organisasi maupun komunitas yang tanpa ragu ataupun malu, mereka menunjukkan bakatnya di hadapan semua orang. Nah hal ini bisa menjadi kebanggaan bagi bangsa dan negara, karena telah melahirkan generasi penerus bangsa yang bisa memajukan negara Indonesia. Tak hanya itu, seiring perkembangan zaman pula, generasi milenial yang cerdas kini mulai terbentuk, dengan segala penemuan baru yang mereka temui, hal ini tentu menjadi kebanggaan dalam lingkup nasional, maupun internasional.

Advertisement

Dampak baiknya juga bisa kita lihat, dengan cara berbahasa mereka yang baik dan benar, sopan kepada yang lebih tua, lebih muda, juga kepada yang seumuran. Nah, hal ini seharusnya kita tanamkan dalam diri kita masing-masing, karena hal pertama yang harus kita tingkatkan adalah bagaimana attitude kita kepada semua orang. Jika memiliki dampak yang baik, tentu ada pula dampak yang buruk. Nahh, hal ini sebaiknya kita hindari, atau bahkan tidak boleh kita lakukan sama sekali. Saya sering melihat orang-orang di sekitar saya, baik itu dalam lingkup pelajar maupun masyarakat. Penggunaan bahasa gaul yang mereka gunakan terkadang membuat saya berpikir, apa gunanya menggunakan bahasa seperti itu? Apakah hanya ingin ikut trendy? Untuk popularitas belaka? Bagi saya dalam perkembangan zaman, mengikuti trendy itu tidaklah masalah. Namun, perlu kita saring kembali baik atau tidaknya dampak yang akan terjadi.

Lalu, mengapa penggunaan bahasa Indonesia selalu dikesampingkan? Bahkan lebih mengutamakan bahasa daerah masing-masing atau bahasa gaul yang sedang trendy? Sebenarnya, boleh-boleh saja kita turut berbahasa gaul, contohnya seperti sans, gabut, unch, mager, fyi, lol, cmiiw, pap, cabs, galau, gemay, baper, mantul, dan masih banyak lagi. Namun, perlu kita perhatikan juga kepada siapa kita berinteraksi, karena bahasa-bahasa seperti itu, terkadang banyak orang yang menyalahartikannya. Intinya, kita sesuaikan, juga perlu kita saring terlebih dahulu makna dari setiap kata bahasa gaul yang kita ucapkan. Jangan sampai, hanya karena 1 kata bahasa gaul, bisa merusak attitude kita di hadapan semua orang. 

Advertisement

Nah, berdasarkan pengalaman saya sebagai salah satu generasi milenial, masih banyak yang terkadang mengabaikan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Jadi, melalui narasi ini saya ingin mengajak para pembaca, apalagi bagi kita generasi milenial, untuk lebih membudidayakan bahasa Indonesia. Caranya bagaimana? Yakni dengan membiasakan penggunaan bahasa tersebut. Nah, apabila kita sudah terbiasa, otomatis kita akan lebih sering menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah dan ketentuannya.

Saya pribadi, juga masih dalam proses berusaha, agar bisa membudidayakan bahasa yang baik dan benar. Maka dari itu, mari kita memulainya dari diri sendiri. Sekali lagi saya tekankan, bahwa menggunakan bahasa gaul atau bahasa daerah, itu tidaklah masalah. Namun, perlu diperhatikan kembali situasi dan kondisi yang dialami, pun juga perlu diperhatikan kepada siapa kita berinteraksi. Attitude yang paling utama, kesopanan yang paling utama, tetaplah menjadi generasi milenial yang cerdas, berwibawa, sopan, jujur, tegas, dan bertanggung jawab, demi kemajuan negara kita, dan demi menyukseskan kebahasaan khususnya bahasa Indonesia.

Jadikan bahasa Indonesia, sebagai bahasa yang menjadi pedoman dalam berinteraksi. Tingkatkan rasa cinta kita kepada bahasa Indonesia, gunakan bahasa Indonesia yang baik untuk berinteraksi kepada siapapun itu, karena sebagai generasi milenial haruslah turut dalam meningkatkan rasa peduli terhadap kebahasaan, mengapa demikian? Nah hal ini dikarenakan, penilaian seseorang kepada kita, pasti dari cara berbahasa atau cara berinteraksi yang kita miliki. Nah, maka dari itu jadilah generasi yang tidak hanya peduli lingkungan, penampilan, dan keseharian, akan tetapi juga lebih mengunggulkan penggunaan bahasa Indonesia untuk memperoleh bibit-bibit generasi milenial yang patut dijadikan kebanggaan bagi bangsa dan negara.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar