Sekolah pada era modern ini selalu di gadang gadang menjadi jembatan dalam meraih kekayaan dan kesuksesan. Setiap orang yang memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi diharapkan memiliki taraf hidup yang lebih tinggi juga. Sehingga sekolah dijadikan arena kompetesi dari setiap orang untuk menjadi juara pada akademisnya. Setiap orang tua dari anak akan memacu dan memotivasi anaknya untuk juara kelas dan mendapat nilai 10. Segala cara dilakukan untuk mengantarkan anak menjadi juara dikelas baik dengan les pada lembaga bimbel maupun les privat.
Memang ini tidak salah tetapi juga kurang tepat. Hal ini terlihat dari fenomena yang terjadi bahwa banyak lulusan sarjana ataupun meningkatnya angkatan anak bersekolah tridak serta merta membuat suatu negara atau masyaratakat menjadi makmur. Seperti di indonesia maupun negara lain. Banyaknya angkatan kerja terdidik tidak diimbangi terciptanya lapangan kerja. Banyak angkatan kerja yang yang memiliki gelar sarjana tetapi nganggur atau memiliki pekerjaan tetapi gajinya relative rendah bila dibandingkan buruh kasar sekalipun. Pernahkah kita bertanya bagaimana prestasi sekolah 10 orang terkaya didunia  Bila dilihat lebih jauh orang kaya didunia bukanlah orang yang menjadi juara kelas bahkan banyak dari orang paling kaya baik di dunia maupun di Indonesia adalah seseorang yang berhenti kuliah bahkan sebagian hanya lulusan sekolah dasar seperti eka Tjipta Widjaja yang merupakan salah satu orang paling kaya di Indonesia ataukah kita pernah bertanya kepada sekeliling kita. Kenapa orang yang selalu menjadi juara kelas karirnya biasa biasa saja? Dan orang yang disekolah biasa biasa saja dikehidupan relative lebih sukses? Meskipun tidak semua begitu tetapi saya akan menjabarkan beberapa hal yang menjadi penyebab sekolah bisa menghalangi kesuksesaan seseorang.
1. Sekolah mengajari kita kompetisi bukan kolaborasi
Bukanya bagus seseorang menjadi terbaik ? Tentu itu hal yang baik bila itu kegiatan tunggal, tetapi dalam kehidupan nyata kita tidak terbentuk atas kemampuan diri sendiri tetapi kerja sama yang terkoneksi dari banyak orang misal untuk terciptanya produk yang bernama telepon seluler tidak hanya diciptakan oleh ahli software tetapi dalam menciptakan produk seluler dibutuhkan kerja sama dan terkoneksi pengetahuanya misalnya ahli pembuat kaca untuk layarnya, ahli pembuat sirkuit elektrik dan lain sebagainya. Kompetisi ini terlihat jelas bahwa dari perubutan ranking seseorang.
Kemudian muncul pertanyaan kalau tidak mengejar ranking anak akan malas untuk belejar dong?. pernahkan kita juga bertanya kenapa nama pemain sepak bola anak anak pada hafal, bukankah nama pemain sepak bola tidak di ajarkan di sekolah? Jawabanya adalah karena anak tertarik dan antusias terhadap terhadap sepak bola. Ini lah yang menjadi pekerjaan besar bagi sekolah untuk membuat anak tertarik dan antusias terhadap sekolah.
2. Sekolah hanya melihat satu warna.
Keterbatasan sekolah untuk menerima fitrah manusia bahwa manusia merupakan mahluk yang diciptakan tuhan dengan berbagai kemampuan dan potensi. Potensi yang dihasilkan manusia sangat beragam dari seorang petani, ahli bangunan, ahli gambar, ahli diplomasi dan masih banyak lagi. Sekolah tidak mampu mengakomodasi itu semua meskipun di Indonesia memiliki sekolah yang berbasis kejuruan tetapi porsi untuk belajar hal lain sama besarnya dan apabila nilai dari mata pelajaran yang bukan potensinya tidak mencukupi nilai minum maka siswa tidak bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Hal ini memaksa siswa untuk belajar lebih keras untuk mata pelajaran tersebut. Sehingga anak akan kehabiasan waktu dan tenaga untuk mempelajari dan memperdalam potensinya.
Ki Hajar Dewantara pernah berkata jangan engkau memperlakukan jagung seperti kapas. Jagung memiliki caranya sendiri, kapas juga memiliki cara sendiri yang jelas berbeda. Ini mengisyaratkan bahwa setiap anak harus diperlakukan sesuai bakat masing masing. Albert Einstein juga berkata semua anak diciptakan jenius tetapi kalau kamu menilai ikan dari caranya memanjat pohon maka ikan tersebut akan merasa bodoh sepanjang hidupnya. Perkatan albert Einstein tersebut berarti anak akan menjadi cerdas dan jenius apabila dikembangkan sesuai bakat dan potensinya. Tetapi orang tua dan guru banyak yang belum menyadari hal tersebut. Itu terlihat apabila seorang siswa mendapat nilai yang kurang baik disalah satu mata pelajaran, biasanya anak akan mendapat beberapa perkataan yang menbuat mentalnya jatuh seperti bodohlah, kurang belajar, tidak bisa mikir dan lain sebagainya. Jatuhnya mental ini lah yang membuat anak sulit berkembang.
Secerdas cerdasnya anak apabila tidak di sertai mental yang bagus akan percuma, mislanya seorang anak yang memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak mampu atau tidak berani untuk berbicara dikhalayak umum maka potensi tersebut tidak akan bermanfaat. Kekurangan kekurang tersebut seharusnya bisa kita pahami bersama dan bersam kita mencari solusi dari hal tersebut.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”