Untukmu yang Datang Kembali Saat Hatiku Mulai Pulih, Menjauhlah! Sudah Cukup Masa Lalu Menyakiti

Kembali saat hatiku mulai pulih

Atas dasar terakhir kali, aku dan kamu kembali duduk saling berhadapan setelah tahun-tahun melelahkan berusaha melupakan. Kamu tersenyum, bodoh, bahkan lebih manis dari donat yang ku nikmati saat itu. Sungguh, jika mengingat dulu, aku tidak menyangka hari ini aku akan duduk berhadapan denganmu sebagai orang asing.

Advertisement

Sore ini, aku kembali melihat tawamu, aku kembali merasakan hangatnya senyummu yang tak pernah lagi ku harap menjadi milikku.

"Maaf," ucapmu.

Seketika semua yang masuk ke dalam mulutku terasa pahit. Kata yang harusnya mendamaikan itu malah memutar kembali segala hal yang pernah ada di ingatanku.

Advertisement

Aku pernah begitu berjuang untuk bajingan ini, pikirku. Lalu setelah semua yang telah terjadi, hanya kata itu yang terucap dari bibirnya.

Aku hanya diam. Menatap matamu lekat, sebagaimana pertemuan terakhir kita sebelum kamu goreskan luka yang begitu dalam kemarin.

Advertisement

Kali ini kamu tak berpaling seperti waktu itu yang bertingkah seolah kamu adalah pengecut. Kali ini kamu bertingkah sebagaimana pria sejati, aku melihat rasa bersalah yang begitu dalam di balik sorot matamu yang pernah menjadi pemandangan favoritku.

"Ya," kataku sambil meneguk lemon tea hangat yang terasa semakin masam.

Kemudian semuanya mengalir begitu saja, kita bertukar cerita, dan sesekali mengenang masa lalu.

Aku memang belum sepenuhnya sembuh. Tapi hidup harus terus berjalan.

Kini kamu sudah menggenggam yang lain, itu pilihanmu, jalani saja. Meski bibirmu berkata masih berharap padaku, aku tidak bahagia. Aku ingin kita melangkah sendiri-sendiri saja.

"Bagaimana denganmu?" tanyamu.

Aku terkenang seseorang yang sedikit banyak berjasa dalam usaha melupakanmu. Aku menyayanginya, SANGAT, tapi dia pun tak dapat ku miliki. Aku hanya menyayanginya, tanpa berharap balasan apapun.

"Semoga segera menemukan," ucapku.

Ntah kenapa memikirkan orang baik itu begitu menguras emosiku hingga membuat air mataku jatuh. Dengan sigap kamu segera menyekanya, sama sigapnya dengan aku yang menghalaunya.

"Ntah sebagai apapun, kapanpun kamu membutuhkanku, tangan ini akan selalu menyeka air matamu," ucapmu kemudian.

Aku tersenyum.

“Tidak perlu,” ujarku.

Kamu mengerutkan dahimu, mungkin kamu tak mengerti atau pura-pura tidak mengerti.

“Bahkan di saatku sangat membutuhkanmu waktu itu, kamu pergi, tanpa pamit,” ujarku.

Bagiku tidak ada pengulangan untuk seorang pengecut.

Apalagi dia yang pergi tanpa pamit, meninggalkan luka yang jelas perih, dan kembali saat aku beranjak pulih.

“Kamu hanya akan membuang-buang waktuku,” ujarku.

Bertemu denganmu bukan berarti aku ingin kamu kembali. Ini hanya sebuah pembuktian bahwa aku telah beranjak pulih dan kini aku sudah baik-baik saja tanpamu.

Selamat tinggal!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Keabadian dimulai dari tulisan

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE