Belajar Untuk Ikhlas dan Rela Sebagai Pendengar dan Pencerita

Kisah tentang pendengar dan pencerita, tentang ikhlas dan rela.

Karena, dasar hidup dan perjanan hidup harus ikhlas dan rela. Sederhana bukan? Lalu, apa bisa dijalankan sesederhana demikian?

Advertisement

Pada hari itu, sebuah cerita mengalir begitu saja, entah didengarkan entah tidak didengarkan. Lidah tidak bisa diam tanpa bergerak, mulut tidak bisa untuk selalu tertutup tanpa terbuka walau hanya sebentar saja, begitu pula dengan pita suara, seolah tanpa bisa untuk tidak bekerja walau hanya semenit saja. Cerita apa yang sedang mengalun indah tersebut?

Hanya, sebuah cerita tentang hati yang terluka. Dari si pencerita yang tanpa segaja berbicara. Tanpa melihat kepada siapa dia bercerita. Hingga cerita terebut selesai didongengkan. Kesimpulannya, bagaimana tanggapan si pendengar tersebut?

Sebelumnya, aku bertanya terlebih dahulu kepada teman-teman. Jika posisi kita sebagai si pencerita, apa yang kita harapkan dari si pendengar? Pasti, sebuah tanggapan yang baik, tanpa menjatuhkan, tanpa menilai kalau si pencerita itu lemah, bukan? Nah, dari sipendengar tersebut, muncul tanggapan, “Lucu? Mari kita tertawa bersama”. Jawaban tersebut apa sebuah tanggapan yang baik menurut si pencerita. Tidak, itu sungguh sebuah jawaban yang semakin membuat si pencerita jatuh terdalam.

Advertisement

Nah, dari itu yang ingin aku tulis disini bahwa. Kita selaku manusia biasa yang tidak luput dari segala rasa, maka, aku ingin mengatakan ikhlas dan rela itu harus kita miliki. Sebab, tidak semua yang kita harapkan itu bisa terjadi di alam nyata dengan semudah yang kita idamkan dialam angan semata.

Mungkin, bagi si pendengar cerita tersebut hanya sebuah dongeng biasa yang bisa mengantarkan seorang balita kealam mimpi. Namun, bagi si pencerita itu sebuah cerita yang sangat pedih bahkan sudah tidak mampu untuk menompang hati agar tidak berdarah.

Advertisement

Setiap yang berbicara, tentu beliau butuh didengarkan dengan baik. Kalau­­­­­­­­­­ pun tidak mendapat respon dari si pendengar,, dapat sebuah senyuman dan tepukan lembut dipundak saja sudah cukup. Sebab, ketika seseorang bercerita pada dasarnya hanya butuh didengarkan.

Lalu, kembali diingatkan bahwa sipencerita harus rela ketika bad responsive kembali diterima. Pada dasarnya, itu hal manusiawi. Dimana yang butuh didengarkan tidak mau untuk mendengarkan. Sebab, tidak semua manusia memiliki rasa yang sama, beban yang sama, ada yang tidak mau memahami derita sesama.

Akan tetapi, kita sebagai manusia yang sama butuh – membutuhkan. Perlu saling tukar posisi, untuk lebih memahami satu sama lain atau hanya untuk sekedar merasakan sama-sama derita terluka. Bahwa, antara manusia yang satu dengan manusia yang lain akan memiliki sebuah titik penghabisan.

Titik penghabisan kesabaran, titik penghabisan kebisuan, titik penghabisan kepura-puraan, serta titik penghabisan hati yang telah patah bersimbah darah. Dimana setiap kita yang sudah berada pada titik penghabisan tersebut, butuh sekedar untuk didengarkan, ditemani, serta dipeluk. Walaupun hanya pelukan yang sama – sama berdarah. Walau hanya tepukan yang sama sama dalam kepura-puraan. Dan, kata “sabar ya sayang”, menjadi penguat dalam bersimbahnya darah. 

Kembali keeadaan manusiawi, siapa pun kita. Baik kita sebagai sipendengar, maupun kita sebagai sipencerita. Kita harus menerapkan prinsip, berlaku baik kepada sesama manusia tanpa jeda siapa manusia tersebut, bagaimana manusia tersebut.

Intinya, apa yang kita tanam itu yang akan berbuah dah akhirnya itu yang kita panenkan. Kita yang memperlakukan orang lain dengan buruk, tanpa sadar, tanpa kita minta, suatu ketika kita akan diperlakukan dengan buruk pula. Tetap ingat bahwa, apa yang kita tanam itu yang kita petik.

Dari sini, kita dapat simpulkan bahwa: baik kita yang bercerita maupun kita yang mendengar. Harus saling menghormati, menghargai, memahami. Sebab, manusia saling membutuhkan dan akan terjadi sebab-akibat dikemudian hari.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Nama humaira, lahir pada tgl 28 feb 1994. Hobi membaca, menulis, travel