Ketika Aku Mencintai di Waktu yang Salah

Kau tahu, waktu-waktu yang kita lewati bersama awalnya terkesan menyebalkan. Dengan segala keributan dan ketidaksengajaaan, kita berbeda. Sudut waktu yang kian mengecil nampaknya membuat kita terhimpit keadaan untuk saling mengerti,

Advertisement

Ini dirimu dan ini diriku.

Hingga kita bertemu pada jarum jam yang sama, tanganmu dan tanganku yang saling terulur untuk menjadi sebuah kerekatan. Ternyata tawa kita begitu renyah dan mampu membuat kita lupa, skenario yang aku siapkan sejak awal bahwa keitidakmungkinan ialah ketidakmungkinan.

Baiklah, mungkin aku kalah?

Advertisement

Kau bertanya tentang mengapa dirimu begitu menjadi rumput yang terombak angin cakrawala semesta? Aku mengingat dengan baik, bahwa dia pun berkata demikian, dia yang sudah dulu bersamaku melewati badai. Kau menginjak posisi awal Ia, berkelana. Maka ku katakan, jiwamu akan bersemi seiring keegoisanmu memasuki musim gugur setelah perjalanan panjangmu. Maka paska itu, hari-hari kita menjadi sebuah memori yang semakin mengingatkan ku pada dia. Tapi nampaknya kejatuhanku pada sebuah prediksi yang terlalu membawa perasaan tak bisa kuhindarkan.

Ketika waktu-waktu yang berlalu memberi kita tempat yang sama, aku memilih menahan hati pada jiwa yang telah lama bersemayam.

Advertisement

Ya! Waktu akan menjawab, bahwa aku mencintai di waktu yang salah.

Walau semua kenyamanan dan kesamaan menyemai dalam ruang-ruang kecil palung jiwa, kurasa karma sedang menghantuiku dengan mutlak. Aku berusaha mengubur semua, semua hal yang menjadi alasan aku tersenyum pada tingkah bodohnya yang membuatku mencubit atau mengukir cerita yang salah.

Tapi kusadari, kita bertolak belakang. Tak dalam satu frame yang sama. Bahkan kini pijakanmu lebih mengarah kesana, ya keluar kesana. Dimana dunia yang kita pijak semakin beda nyatanya. Kau hanya tersenyum manis tanpa kata perpisahan. Kau hanya tinggalkan pesan:

Sepaksa ini, tolong jangan ada yang berbeda.

Ya aku sadar, aku mencintai di waktu yang salah dan aku pun turut melangkah pergi ntah kemana karena aku juga tak tahu kemana hati ini menjadi permasuri bertahta hati pangeran. Mungkin bahagiamu masih berkelana jauh disana? Tapi sejenak ku termenung, akankah skenario kita berikutnya ini berjalan sebagai mestinya? Bahwa memang aku mencintai di waktu yang salah? Waktu telah semakin menjawab segala kesendirian ini di balik gelapnya langkahku si wanita pecinta hujan. Aku pergi, pergi untuk menghilang bersama hujan yang membawa kenangan kita.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sederhana dan mensyukuri kebahagiaan Terus berkarya

CLOSE