Kisah Taarufku: Pacaran Setelah Menikah dengan Kekasih Halal

Cinta dalam Diam

Kehidupan memang sesuatu yang tidak bisa diduga. Manusia bisa merencanakan, namun rencana Tuhan yang akan berjalan. Sama seperti kehidupanku. Setelah aku lulus dari bangku SMP, aku berniat untuk hijrah, ya hijrah ke pondok pesantren. 

Advertisement

Singkat cerita awal hijrahku dimulai saat kelas SMA, karena pada saat itulah aku mulai belajar agama di pondok pesantren. Di pondok pesantren banyak sekali pengalaman dan juga ukhuwah yang sudah aku dapatkan. Di sana aku cukup terpandang di kalangan para santriwan atau pun santriwati begitu juga di mata asatidz dan asatidzah, mungkin karena aku salah seorang santri yang Ngabdi Ndalem (Rumah Pengasuh Pondok Pesantren) Awalnya menjadi seorang pengabdi Ndalem merupakan pilihan yang tidak mudah bagiku, Karena banyak hal yang harus dikorbankan, di antaranya adalah waktu, usia, dan kesempatan. Terlebih pengabdian dituntut untuk berdisiplin dan bekerja keras dalam mengurus urusan pendidikan dan pengasuhan santri.

Namun dengan pengorbanan tersebut akan menumbuhkan rasa kepemilikan yang lebih terhadap almamater. Tujuan Ngabdi Ndalem tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengharapkan keberkahan dari kyai. Meski pun begitu, aku pernah melanggar aturan di pondok pesantren seperti surat-menyurat dengan teman ikhwan yang kebetulan kami berdua satu angkatan, tidak dapat dipungkiri ini bisa terjadi karena pondokku meski dipisah kelas serta asramanya, namun saat ada acara kubro atau haflah, harlah kita bebarengan (Berdampingan) antar santri putra-putri. Namun lambat laun aku mulai sadar, bahwa seharusnya aku mencontohkan yang baik-baik, dan mematuhi aturan, tata tertib yang ada dipondok pesantren. 

Hari berganti hari, tahun berganti tahun, tidak terasa telah tiba saatnya penghujung dimana aktifasi untuk tinggal di penjara suci mulai menghitung bulan lagi. ujian sekolah dan ujian pondok pun mulai diumumkan kapan untuk dilaksanakan. Menjelang beberapa Minggu tepatnya setelah aku beserta santri yang lainya sudah selesai Melaksanakan ujian sekolah dan ujian pondok, tinggal menunggu Pengumuman kelulusan, Sambil bercanda gurau dan was-was (deg-degan) dengan hasil kelulusan itu, tiba-tiba seorang temanku bernama *Fatimah* memanggil namaku, dia juga seorang santriwati yang Ngabdi Ndalem : 

Advertisement


"Mbak Aisyah, mriki"

"Nggih, enten nopo mbak"

"Njenengan ditimbali Abah (Yai)"  


Seketika itu aku tak banyak bicara, aku segera bergegas menemui abah. Sesampainya aku di depan Ndalem, entah mengapa mataku terfokus pada Gus Adam yang saat itu duduk disamping Abah, Beliau seperti sedang membicarakan sesuatu hal yang serius. Saat mataku masih memerhatikan Gus Adam, tanpa kusadari ternyata Abah memandangiku sambil tersenyum.   

Advertisement


"Aisyah, mriki nduk"


Aku pun menganggukan kepala, sambil tersipu malu, Jalanku terpatah-patah merasa gugup (grogi). Aku duduk di depan Abah dengan jarak tak jauh dari beliau. Abah menceritakan maksud kenapa memanggilku ke Ndalem, kepalaku hanya tertunduk sambil mendengarkan dawuh dari beliau.  


"Nduk, kamu sudah lama Ngabdi Ndalem, tapi Abah pengen kamu tetep di sini dulu. Meskipun sekolah sudah lulus, Bantu Abah ngurip-ngurip (menghidupkan) pondok"  


Deg!!! Entah kenapa tiba-tiba hatiku gugup, dan grogi tapi di sisi lain aku bahagia, senang, gembira. Aku pun akhirnya menganggukan kepala, sambil tersenyum. Gus Adam yang awalnya hanya terdiam, akhirnya bersuara juga sambil sedikit bercanda. 


 "Nah ngunu kuwi, istri idaman" 


Aku hanya tertawa kecil mendengar celotehan Gus Adam, aku pun kembali ke asrama putri sambil senyum-senyum sendiri membayangkan apa yang tadi Gus Adam bicarakan, Dalam hatiku berceloteh


"Ah, tapi itu cuma bercanda Aisyah jangan dianggap serius". 


1 bulan berlalu, pengumuman kelulusan akhirnya dipasang dipapan informasi sekolah. Alhamdulillah Segala puji bagi Allah, aku lulus dengan nilai terbaik. Seiring berjalanya waktu kegiatanku mulai ringan karena tidak terbebani oleh sekolah lagi, kini hanya berfokus pada Ndalem dan mengatur kegiatan santri. Aku pun sama sekali tak memikirkan untuk melanjutkan kuliah, rasanya sudah nyaman tentram berada di pondok pesantren. Susah senang aku syukuri, nikmati, berharap semoga semua lelahku menjadi berkah. Satu per satu teman-teman ku yang Ngabdi Ndalem mulai berkurang dan berganti teman Ngabdi Ndalem yang baru bisa dibilang Generasi baru. 

Tak terasa semenjak lulus sekolah, sudah hampir 3 tahun aku Ngabdi Ndalem. Namun rasanya baru kemarin aku lulus sekolah, mungkin karena aku sangat menikmati hari-hariku dipesantren. Hari itu, hari dimana bertepatan dengan Harlah (Hari lahir) pondok pesantren, ada temen Ngabdi Ndalem memanggilku 


"Mbak mbak, njenengan ditimbali Abah ten Ndalem" 


Segera mungkin aku berjalan ke Ndalem, menemui abah. Bertahun-tahun aku dipondok pesantren, untuk kedua kalinya ini, Abah memanggilku dengan didampingi Gus Adam yang duduk tak jauh dari Abah. Aku berpikir mungkin ini hanya kebetulan, tapi dalam hatiku ada rasa grogi, karena teringat celotehan beliau beberapa tahun lalu. Singkat cerita, Abah dawuh bahwa sebenarnya Gus Adam sudah mengagumiku sejak lama, dimana saat pertemuan pertama Gus Adam dengan ku beberapa tahun lalu itu adalah pertemuan dimana Gus Adam memantapkan hatinya untuk memilihku.

Dan hari ini, hari kedua Abah mempertemukan Gus Adam dengan ku, tak lain adalah untuk Melamar ku, menanyakan apakah aku bersedia menjadi Calon istrinya. Aku grogi, badanku gemetar keringat dingin tak menyangka mengapa Rencana Allah sungguh indah, Pria yang aku kagumi dalam diam, bertahun-tahun hanya dapat ku sebut namanya di setiap doa sepertiga malamku, sungguh kini menjadi nyata, ini seperti mimpi, dengan rasa terharu bahagia aku menganggukan kepala tanda Ya aku menerima lamaran Gus Adam. Akhirnya aku dan Gus Adam melangsungkan pernikahan satu Minggu setelah acara hari lahir pondok pesantren. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE