Konsep Diri dan Stereotip Gender

Perempuan dan juga laki-laki memiliki perbedaan sifat yang sangat signifikan. Myers (1983) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya  atau sensitive dibanding dengan laki-laki yang  lebih aktif,  dan juga eksploratif.Tapi Siapakah yang menjadi agen pertama dalam pembentukan konsep diri pada laki-laki dan perempuan yang berujung dapat menimbulkan perbedaan sifat satu sama gender dengan gender lainnya?

Advertisement

Pada dasarnya, semua manusia memiliki konsep diri masing-masing. Pengertian Konsep diri menurut buku Julia T. Wood (2013), Interpersonal Communication Everyday Ecounters, konsep diri merupakan hasil dari proses multidimensional dari internalisasi dan juga sikap yang didapatkan dari perspektif sosial. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perspektif sosial memegang pemeran terkuat terakait dari pembentukan konsep diri. Seiring manusia saling berinteraksi satu sama lain, kita pasti mengambil atau meninternalisasi perspektif mereka sehingga kita juga mempunyai atau mempercayai apa yang public katakan tentang siapa dan bagaimana diri kita.

Proses dari pembentukan konsep diri biasanya mulai dari keluarga. Hal ini dikarenakan, keluarga merupakan orang terdekat yang berperan dalam proses pembentukan konsep diri yang pertama. Dari keluarga, kita bisa belajar bagaimana orang tua, saudara kita dan juga anggota keluarga lainnya memiliki perannya masing-masing. Dari sini diri sendiri, akan melakukan internalisasi dan juga pencocokan diri terhadap identitas diri sendiri dengan melihat keadaan keluarga dan juga berdasarkan apa yang diajarkan oleh keluarga kita. Contohnya, pada saat kecil perempuan cenderung lebih diajarkan oleh orang tuanya untuk bersikap manis atau anggun. Sedang laki-laki cenderung diajarkan untuk harus lebih dominan. Dari contoh tersebut, inilah salah satu factor yang membuat adanya perbedaan sifat antara gender perempuan dan juga gender laki-laki yang signifikan.

Proses dari pembentukan konsep diri antara gender laki-laki dan juga gender perempuan tidak hanya berasal dari lingkungan keluarga saja. Melainkan juga berasal dari lingkungan lainnya seperti; pada saat kita menginjak bangku sekolah. Kita mendapatkan perspektif lainnya dari orang-orang baru yang bukan dari keluarga. Seperti guru kita, teman-teman sekolah dan juga lain-lainnya. Seperti yang kita ketahui manusia adalah mahluk sosial yang dimana memiliki sifat gregariousness atau membutuhkan untuk berinteraksi. Semakin seorang berinteraksi antara satu sama lain, hal ini juga bergantung kepada bagaimana konsep diri kita terbentuk.

Advertisement

Perbedaan sifat antara gender perempuan dan juga laki-laki tidak hanya berasal dari pembentukan konsep diri yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar individu tersebut. Namun, perbedaan sifat antara satu gender dengan yang lain juga pengaruhi oleh suatu budaya yang ada di tempat atau lingkungkan yang ia tinggali. Contohnya, budaya yang mengajarkan bahwa perempuan hanya boleh untuk melakukan pekerjaan rumah saja dan hanya laki-laki yang bisa melakukan pekerjaan diluar. Sebuah budaya dapat menimbulkan atau mengkonstruk sebuah stereotipe bagi masyarakatnya. Stereotipe menurut Merriam Webster stereotipe adalah serangkaian gambaran mental terstandarisasi yang dimiliki contoh kelompok sosial tertentu dan yang mewakili pendapat yang disederhanakan, sikap berprasangka, atau penilaian yang tidak kritis terhadap individu lainnya. Stereotipe juga mengcangkup masalah gender. Seperti contohnya adanya stereotipe yang mengatakan bahwa pekerjaan perempuan yang seharusnya hanya mencangkup pekerjaan rumah saja. Berbeda dengan laki-laki yang dapat berkerja dimana saja atau lebih singkat lagi laki-laki dapat melakukan apapun ia mau namun jika perempuan ingin melakukan sesuai apa yang ia mau bukan sesuai dengan standar yang diciptakan oleh budaya masyarakat sifatnya tabu.

Hal ini tentunya juga dapat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang yang ujungnya akan menimbulkan perbedaan sifat antara satu gender dengan yang lain. Karena dengan adanya stereotipe yang telah disebutkan diatas, banyak dari perempuan dan juga laki-laki yang berpikir bahwa mereka harus menyesuaikan diri sesuai dengan “aturan” yang telah dibentuk oleh pandangan masyarakat.

Advertisement

Tapi tidak semua perspektif sosial seperti yang sudah dijelaskan di atas, tidak memiliki sifat yang sangat konstruktif seperti apa yang kita pikirkan. Kita memiliki tanggung jawab untuk melatih pemikiran yang kritis tentang perspektif sosial mana yang sesuai dengan diri kita, dan juga dapat kita gunakan sebagai panduan untuk bagaimana kita berperilaku dan juga bersikap. Kita juga memiliki tanggung jawab etis untuk menentang perspektif sosial yang sekiranya merugikan atau salah. Maksudnya adalah, kita juga bertanggung jawab untuk merubah perspektif sosial yang merugikan seperti perempuan hanya bisa bekerja dirumah saja. Hal ini pasti merugikan kaum perempuan. Jika kita merefleksikan nilai sosial secara luas, “nilai” dijunjung tinggi cenderung lebih menguntungkan orang yang lebih memiliki kekuasaan tertinggi..

Lalu, bagaimana cara untuk meningkatkan konsep diri kita tanpa dipengaruhi oleh budaya yang buruk atau merugikan salah satu gender?

Yang pertama adalah kita harus memiliki komitmen yang kuat terhadap pertumbuhan diri. Kita harus menginvestasi energi dan juga usaha kita untuk membawa perubahan. Kita juga harus berpikir bahwa mengubah diri kita adalh sesuatu yang besar yang tentunya membutuhkan waktu dan tidak terjadi secara instan.

Yang kedua, kita harus menggunakan dan menambahkan pengetahuan kita untuk men-support pertumbuhan diri kita. pastinya, untuk meningkatkan kualitas diri kita, kita harus mengenal diri kita lebih dalam. Untuk itu, kita bisa menggunakan self-disclosure. Self-disclosure  adalah mengungkapkan informasi tentang diri kita yang mana orang lain belum tentu mengetahui hal tersebut.

Selanjutnya adalah untuk menetapkan goals atau tujuan yang realistis dan juga adil. Jika kalian menetapkan goals atau tujuan yang tinggi, hal tersebut akan cenderung lebih mengarah kegagalan. Akan lebih masuk akal, jika kalian menetapkan goals atau tujuan yang  ukurannya kecil namun dapat di capaikan.

Setelah menetapkan goals untuk diri kita, kita juga pasti membutuhkan konteks yang mensupport perubahan personal kita. kita dapat memilih lingkungan mana yang men-support perutumbuhan diri kita dan juga merealiasikan tujuan kita.

Kesimpulannya, selain keluarga konsep diri seorang individu juga dapat di timbulkan dari lingkungan sekitar yang membuat perspektif sosial. Contohnya konstruk,stigma dan juga stereotipe. Perbedaan sifat gender perempuan dan juga laki-laki di pengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungan mereka masing-masing. Namun, dari seluruh pengaruh budaya dan juga proses pembentukan konsep diri itu tidak se-konstruktif seperti yang dipikirkan.

Hal ini dikarekan seorang individu memiliki tanggung jawab masing-masing mengenai bagaimana mereka bertanggung jawab atas perilaku yang mereka lakukan dari perspektif sosial. Masing-masing individu juga berhak untuk dapat berperilaku sebebas-bebasnya namun perlu diingat bahwa untuk tidak berperilaku yang dapat merugikan pihak lain. Perubahan bukan lah sesuatu proses yang terjadi secara singkat namun, proses perubahan menvangkup waktu yang lama. Seperti konsep diri yang dimana dapat berubah seiring berjalannya waktu untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

CLOSE