Konsep Diri Sebagai Sumber Utama Identitas Diri

Sebagai manusia, tentunya kita tidak dapat hidup sendiri. Kita harus berkomunikasi dan juga berinteraksi dengan orang lain sebagai makhluk sosial. Dalam bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain tentunya kita harus mengenal diri kita sendiri terlebih dahulu.

Siapa kita? dan Bagaimana orang lain menilai kita? dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lainnya yang muncul dari dalam diri kita sendiri. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas pada artikel ini. Yaitu dengan cara menciptakan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan atau sikap seseorang terhadap dirinya sendiri. Pandangan pada diri sendiri juga dapat menilai kekuatan dan juga kelemahan setiap individual.

Namun, proses terciptanya konsep diri ini tidak hanya bersumber dari diri kita sendiri, melainkan juga dapat muncul melalui berinteraksi dengan orang lain dengan cara melihat perspektif lawan bicara ke dalam diri kita lalu kita dapat mengembangkannya serta memahami mengenai pengenalan diri kita sendiri. Perspsektif dari orang lain ini terbagi atas 2 kategori yaitu orang terdekat dan masyarakat umum.

Orang terdekat dapat kita kelompokkan sebagai orang-orang yang memiliki arti khusus pada hidup kita, seperti ; anggota keluarga, sahabat, kekasih dan juga rekan kerja. Sementara itu, yang dapat kita kelompokkan sebagai masyarakat umum adalah kelompok sosial yang ada di lingkungan kita, dimana kelompok sosial ini menilai identitas personal seseorang melalui Ras , Gender, Orientasi berhubungan intim dan kelas berdasarkan sosial serta ekonominya.

Penilaian pada diri sendiri ini dapat kita lakukan dengan cara self love yaitu mencintai diri kita sendiri, memahami diri kita sendiri dan dapat menghargai diri kita sendiri. Namun ada cara penilaian yang ditunjukkan oleh orang-orang terdekat kita yaitu: 


  1. Direct Definition (Penilaian Langsung) : Yaitu pemberian “label” secara langsung yang berasal dari orang terdekat. Penilaian ini berupa sebuah perspektif positif dan negatif. Perspektif positif contohnya seperti “Kamu pintar sekali!”, tentunya perspektif positif seperti ini bersifat akan membangun kepercayaan diri seseorang, namun sebaliknya, bila kita mengatakan perspektif negatif kepada orang lain seperti “Kamu bodoh sekali!” tentunya perkataan seperti itu akan menurunkan rasa kepercayaan diri seseorang.

  2. Reflective Apprasial (Penilaian Reflektif) : Yaitu suatu penialian yang diberikan oleh orang lain dalam menyampaikan perilaku yang pantas untuk dilakukan dan yang tidak pantas untuk dilakukan. Contohnya seperti ; “Kamu tidak seharusnya mencuri! Karena itu perilaku tidak baik!”



Cara-cara penilaian yang diberikan oleh orang lain ini sangat memberikan dampak yang besar terhadap terbangunnya sebuah konsep diri. Penilaian-penilaian ini akan membantu setiap individu untuk lebih mengenal lagi dirinya sendiri. Pastinya Ia akan lebih percaya diri apabila Ia dapat melakukan suatu hal dan disertai oleh dukungan atau pujian dari orang lain terutama orang terdekatnya. Atau mungkin sebaliknya, yaitu ketika seseorang ingin melakukan suatu hal pasti Ia akan memikirkan terlebih dahulu apa perspektif orang jika Ia melakukan hal tersebut dan tentunya Ia juga akan memikirkan dampak apa yang akan terjadi apabila ia melakukan hal tersebut.

Contohnya adalah ketika seseorang ingin melakukan tindakan kriminal seperti mencuri, Ia pasti akan memikirkan perspektif negatif yang akan diberikan oleh masyarakat dan memikirkan dampak nya setelah Ia melakukan tindakan kriminal tersebut. Seperti berpikir ”kalau saya mencuri, pasti saya akan dikucilkan di lingkungan saya atau bahkan saya akan ditindak pidana”.

Pada penerapan konsep diri ini, nyatannya perspektif orang lain lebih banyak berpengaruh dibandingkan oleh perspektif yang muncul dari diri sendiri. Konsep diri ini juga dapat muncul dengan gaya kelekatan, terutama gaya kelekatan antara anak dan orangtua. Tiap anak yang lahir pastinya akan membentuk ikatan psikologis yang kuat terhadap orangtua nya. Gaya kelekatan ini juga akan menimbulkan pandangan si anak mengenai hubungan yang akan dihadapinya di kemudian hari, seperti ; persepsi antara suatu hal yang membuat Ia merasa nyaman atau suatu hal yang membuat Ia merasa cemas / takut.

Gaya kelekatan ini memiliki 4 pola, yaitu :


  1. Kelekatan aman : kelekatan aman ini didefinisikan sebagai orang tua yang penuh perhatian dan kasih sayang. Pola kelekatan ini menjadikan si anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan dapat bersosialisasi dengan baik kepada orang lain, menjadi individu yang ramah dan dapat mengatasi masalahnya sendiri. Seperti anak akan terbiasa melakukan suatu hal secara mandiri, selalu berfikir terlebih dahulu sebelum mengambil suatu langkah, dapat mengontrol emosinya dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas apa yang Ia lakukan. Contohnya ; Budi selalu bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelajar yaitu belajar. Selain itu, Budi dapat menahan emosinya ketika ada sesuatu yang membuatnya marah dan menyelesaikannya dengan tidak menggunakan kekerasan namun menyelesaikannya secara kepala dingin.

  2. Kelekatan takut : kelekatan takut  ini sangat berbanding terbalik dengan kelekatan aman. Dimana pada pola ini orang tua tidak dapat berkomunikasi secara efisien dengan sang anak. Pola ini juga melakukan penolakan ataupun kekerasan terhadap anak yang dimana anak akan merasa tidak nyaman, tidak dibutuhkan, ketakutan serta tidak merasa di hargai keberadaannya oleh orang disekitarnya. Hal ini juga berdampak pada cara bersosialisasi anak dengan orang lain, yaitu anak akan merasa tidak pantas berada dilingkungannya, cemas terhadap perspektif buruk orang lain terhadap dirinya bahkan hingga dapat menganggu psikisnya. Sebagai contoh ; Budi adalah seorang anak yang pendiam, suka sendirian, susah dalam bergaul dan selalu murung dalam menjalani hari-harinya baik disekolah maupun diluar. Pola kelekatan seperti ini sudah jelas akan membuat anak menjadi tertutup pada lingkungannya terutama pada orang tuanya

  3. Kelekatan meremehkan : kelekatan ini digambarkan sebagai pola kelekatan yang meremehkan kemampuan orang lain. Pola kelekatan ini menghasilkan individu yang tidak perduli, cuek dengan sekitarnya, dan tidak memiliki daya ketertarikan pada banyak hal. Kelekatan ini juga akan menganggap dirinya sebagai seseorang yang tidak layak untuk dicintai, tidak dibutuhkan dan tidak menghormati adanya keberadaan orang lain. Contoh pada kehidupan nyata yang menggambarkan hasil pola kelekatan ini adalah ; Budi akan selalu merasa tidak dibutuhkan oleh keluarganya karena selalu diremehkan dengan membanding-bandingakan dengan kakaknya seperti “Alah kamu tidak akan pernah bisa sesukses kakakmu!”. Kalimat meremehkan seperti inilah yang akan membuat anak merasa tidak dihargai.

  4. Kelekatan cemas : pola kelekatan ini menggambarkan gaya asuh yang tidak dapat diprediksi dan memberikan dampak rasa cemas kepada anak. Pada pola ini, orang tua akan selalu merasa benar walaupun sebenarnya Ia salah, dan anaklah yang akan selalu disalahkan. Orang tua dapat memberikan kehangatan namun sewaktu-waktu dapat berubah menjadi kasar. Faktor utama yang menyebabkan munculnya pola kelekatan ini adalah faktor sosial dan ekonomi yang sewaktu-waktu bisa berubah kapan saja. Sebagai gambaran contohnya ialah ketika orang tua dapat menguatkan anaknya ketika sedang ada masalah, namun terkadang orang tua juga yang dapat mengacuhkan anaknya begitu saja saat anaknya sedang membutuhkan kehangatan dari orangtuanya.

Konsep diri pada manusia terbagi atas beberapa dimensi. Konsep diri ini tidak hanya berbicara mengenai fisik saja namun juga berbicara tentang psikologis. Dimensi ini terbagi menjadi 6, yaitu:


  • Kondisi fisik : yaitu keadaan tubuh(fisik) seseorang yang terlihat dan dapat langsung kita nilai, seperti : tinggi,pendek,besar,kecil

  • Kemampuan intelektual : yaitu suatu kemampuan individu yang dibutuhkan untuk berfikir dan memecahkan suatu masalah sesuai dengan minat dan bakatnya. Seperti : menalar, memahami suatu gagasan dan menggunakan bahasa serta daya tangkap yang baik.

  • Kondisi emosional : yaitu perubahan perasaan yang muncul akibat adanya perubahan fisik maupun psikologis., seperti : ramah,pemarah,sensitive

  • Lingkungan sosial : yaitu jenis perilaku kita dilingkungan atau bagaimana cara kita bersosialisasi dengan orang lain (ekstrovert / introvert).

  • Peran sosial : yaitu penyebutan(pelebelan) status kita pada lingkungan sosial kita(dimana kita berada). Yaitu sebagai anak, mahasiswa, dosen, orangtua, dll.

  • Aspek moralitas : yaitu nilai-nilai yang berkembang akibat dari bersosialisasi dengan orang lain melalui aktivitas internal maupun eksternal, seperti ; etika dan keyakinan spiritual.

Konsep diri ini juga dapat dikembangkan melalui beberapa cara yaitu ; menambah pengetahuan dimana pengetahuan akan mendukung pertumbuhan kepribadian diri dengan mengubah pola pikir kita(mengubah perspektif) kita terhadap sesuatu. Manfaat mengembangkan konsep diri ini akan meningkatkan kepercayaan diri kita, harga diri, serta membantu kita untuk berinteraksi kepada orang lain. 

Perspektif dari orang lain menjadi salah satu bagian penting dalam membangun sebuah konsep diri. Melalui penilaian yang diberikan oleh orang lain maka kita juga akan dapat menempatkan diri kita di lingkungan sosial. Tentunya hal ini juga membantu kita untuk mengintropeksi karakteristik/sifat yang kita miliki untuk membantu kita dalam membangun konsep diri yang baik.

Daftar Pustaka

Julia, W. (2013). Komunikasi Interpersonal : Interaksi Keseharian Edisi 6. Jakarta: Salemba Humainka.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswi Universitas Pembangunan Jaya