Lagu Jawa Rasa Millenial, Justru Bisa Jadi Metode Belajar yang Unik

Lagu yang bikin ambyar sad boys dan sad girls

Tahun 2019 kemarin, salah satu yang menjadi fenomena adalah nge-hits-nya lagu-lagu daerah terutama yang berbahasa Jawa. Selain lagu-lagu milik Didi Kempot, lagu-lagu milik seniman lain semacam "Mundur Alon-alon" dan "Kartonyono Medot Janji" hanya dua contoh yang cukup populer, setidaknya di Magetan dan sekitarnya. Saya sendiri mengenal lagu-lagu ini karena teman-teman di kantor sering memutarnya dan beberapa kali membahasnya dalam percakapan ringan sehari-hari.

Advertisement

Khusus untuk Didi Kempot, saya sendiri heran kenapa lagu-lagu lawasnya baru booming sekarang, padahal untuk lagu-lagu seperti Cidro, Kalung Emas, dan Sewu Kutho sebenarnya sudah ngehits sejak awal tahun 2000-an. Mungkin karena generasi milenial sekarang sudah bosan dengan genre musik yang sudah ada dan mereka butuh sesuatu yang anti mainstream. Kehadiran artis-artis baru yang jauh lebih muda seperti Denny Caknan dan Ilux dengan style dan lagu kekinian tentu adalah angin segar bagi musik daerah. Lagu daerah yang dulu dipandang kampungan dan hanya cocok untuk generasi tua sekarang hadir dengan gaya baru yang lebih segar dan pas untuk semua generasi, termasuk milenial.

September kemarin ketika saya pulang kampung ke Ngawi, bertepatan dengan acara musik salah satu stasiun televisi terkemuka yang menghadirkan Didi Kempot dan artis-artis papan atas ibukota lainnya. Kakak perempuan saya mengatakan bahwa salah satu artis yang akan tampil adalah Denny Caknan, yang saya baru tahu saat itu bahwa ternyata dia adalah orang Ngawi asli. Di grup alumni SMP, teman saya yang seorang guru SMK bercerita, Denny Caknan adalah mantan muridnya (yang langsung membuat saya merasa tua seketika haha). Anak-anak saya senang melihat video "Kartonyono Medot Janji" karena di lagu itu ada latar tugu gading yang menjadi icon Perempatan Kartonyono. Kami selalu melewatinya setiap kali hendak pulang kampung.

Sampai tulisan ini diketik, subscriber Denny Caknan di channel Youtube-nya telah mencapai lebih dari 1 juta dan lagu "Kartonyono Medot Janji" sendiri telah ditonton lebih dari 100 juta kali. Sementara Ilux, penyanyi "Mundur Alon-alon" yang berasal dari Banyuwangi, subscriber channel Youtubenya telah mencapai 600-an ribu dengan jumlah view di lagu "Mundur Alon-alon" mencapai 89 juta kali. Jumlah yang fantastis. Itu belum termasuk video-video cover lagu-lagu Jawa yang rata-rata jumlah view-nya ratusan ribu. Video-video cover itu dinyanyikan dalam beragam versi dari reggae sampai akustik.

Advertisement

Kalau kita lihat video para artis itu saat sedang konser, penontonnya sebagian besar adalah anak-anak muda. Ekspresi anak-anak milenial yang menonton bikin emak-emak macam saya langsung pengen tepok jidat dan bilang "Hadeeuh" sambil istighfar.

Ya..gimana tidak, mereka nyanyinya sambil baper banget, kalau perlu sampai nangis saking menghayati lagunya. Kalau kata sesembak di kolom komentar di bawahnya "2% suarane Mas Denny, 98% suara ati sing lagi ambyar" haha..segitunya.

Advertisement

Ya, harus diakui kekuatan lagu-lagu Jawa terutama karya-karya Didi Kempot, Denny Caknan, dan Ilux terletak pada kekuatan lirik yang mengharu biru dan mengandung makna yang dalam, yang mudah sekali menyentuh jiwa-jiwa yang sedang ambyar karena patah hati, entah patah hati beneran atau cuma terbawa suasana.

Sementara bagi penggemar yang kurang mengerti bahasa Jawa, suasana syahdu yang dibawa lagu-lagu tersebut sudah cukup sebagai alasan untuk sekedar ikut mewek. Khususon Didi Kempot, dia punya nilai tambah dengan "membawa-bawa" nama tempat semacam Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, dan Parangtritis.

Tempat-tempat yang mungkin membawa memori khusus dan ikatan emosional yang kuat bagi banyak orang. Strategi marketing jitu yang diikuti oleh Denny Caknan dengan mengusung Perempatan Kartonyono di Ngawi sebagai latar belakang lagu hitsnya.

Sebagai orang Jawa, ngehitsnya lagu-lagu Jawa adalah kebanggaan tersendiri. Sebagai orang Indonesia, saya masih punya harapan bahwa Bahasa Daerah akan tetap jaya meski digempur beragam Bahasa Internasyenel.

Meski optimisme ini bisa langsung ambyar seketika saat saya berhadapan dengan realita saat membantu anak saya yang masih SD Kelas 1 belajar Bahasa Jawa. Ternyata pelajaran Bahasa Jawa tak otomatis jadi lebih mudah meski popularitas lagu-lagu Jawa sedang berada di puncak kejayaannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang ibu yang senang bercerita lewat tulisan

CLOSE