[CERPEN] Perjumpaan Singkat yang Bermakna di Masjid Malaysia

Siang mulai bergilir, sore mulai berganti di Kuala Lumpur. Tampak seorang lelaki tua sedang mendekatiku selepas Dhuhur di Masjid Jamek Kuala Lumpur Malaysia. Dialah Abdul Aziz bin Karling, dari Sandakan, negara bagian Sabah, Malaysia Timur.

Advertisement

Awal mula dia tertarik dengan banyaknya gantungan kunci di tas, dan dia bertanya "Kau dari kerajaan mana?"

Aku tak paham, tapi aku menjawab dengan jelas, "Indonesia!"



Wajahnya langsung berubah sumringah, dia mengajakku duduk dan berbincang.

Dia memuji bagaimana 'empire' besar di masa lalu semuanya berasal dari Indonesia. Salah satu yang ia banggakan adalah (Samudera) Pasai dan Melaka karena keduanya menyebarkan Islam di wilayah Melayu. Dia bahkan tak sungkan menyebut kalau Melayu Johor adalah turunan dari Melayu Riau. Brunai, Malaya, juga terpengaruh dengan melayu Sumatera sebutnya.



Disela perbincangan aku bertanya, kenapa bapak aksennya tak seperti orang Malaya, dia lalu menyebut karena dia dari Borneo. Dia menjelaskan kalau Malaysia bukan cuma Melayu tapi juga Dayak Borneo.



Tapi dia tak menampik kalau masih terbawa aksen British. "Kalau Indonesia tong (lidah) nya tebal macam Philipina, jadi lebih jelas bicaranya" katanya sambil tertawa.



Dia lalu menjelaskan panjang lebar tentang bagaimana Malaysia terbentuk, tentang wilayah Sabah yang pernah dikuasai Kesultanan Brunai, Sulu, dan kemudian 'dicaplok' oleh Inggris hingga dijadikan negara bagian oleh Malaysia tahun 1963.



Dia lalu menautkan cerita dengan keterlibatan Indonesia, aku tak berani terlalu jauh ketika membahas Soekarno, tapi dia bercerita banyak. Hah, sepertinya kebanyakan orang Malaysia punya sentimen tersendiri dengan tokoh itu.



Aku mencoba bertanya lebih jauh. Sampai akhirnya aku menemukan ada kisah menarik kalau dari ketiga belas negara bagian, hanya Sarawak dan Sabah yang tak bisa switch menjadi raja. Bahkan dulu orang semenanjung sebutan Malaysia barat harus menggunakan data diri (paspor) ketika berkunjung ke sana.



Namun, karena perbincangan itu terlalu sensitif, aku tak bisa melanjutkan lagi. Sebab di masjid tertua bergaya moor itu, aku hanya sendirian sebagai orang asing yang banyak tanya.



Aku mengulik santai pertanyaan siapa orang Indonesia yang bapak kagumi, dia menjawab Dian Piesesha, dia mendendangkan sedikit lagu berjudul tak ingin sendiri. Dia juga mengagumi Uztaz Abdul Somad, katanya banyak orang Malaysia yang suka dengan ceramahnya.



Selain Indonesia, dia juga menyukai lagu berbahasa tagalog. Sebab ia pernah hidup lama di pesisir Tawau dan berdekatan dengan orang Philipina, dia menyukai musisi Freddy Aguilar, yang sekarang lagunya kadang kudengarkan di Youtube.



Sayang, di akhir percakapan aku tak bisa berfoto dengannya. Dia hanya memperbolehkan menyimpan nomer telepon dan alamat lengkapnya di Sabah.

Catatan Perjalanan, Safarnama

Kuala Lumpur, 10 November 2019

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE