Mahasiswa kedokteran erat kaitannya dengan kehidupan yang padat dan berbeda dengan mahasiswa fakultas lainnya. Mahasiswa di sana juga kerap dicap lebih mampu dalam segi finansial daripada yang lain. Sebenarnya, desas-desus itu tidak sepenuhnya salah. Simak kenyataan ya!
Dokter merupakan tenaga kerja yang memiliki tuntutan selalu sempurna. Hal itu terjadi karena dokter menangani manusia dan tentunya menyangkut nyawa. Memangnya kalian mau ditangani oleh dokter yang kurang kompeten? Pasti kalian ingin ditangani oleh dokter terbaik, kan.
Untuk mencetak dokter-dokter yang kompeten, fakultas kedokteran berusaha sebaik mungkin untuk mendidik mahasiswanya agar menjadi dokter yang sesuai dengan standar yang ada. Hal tersebut dicurahkan melalui ketat, padat, dan rincinya sistem perkuliahan di fakultas kedokteran. Mungkin di setiap fakultas sistemnya akan berbeda. Namun, pasti beda-beda tipis, kok.
Dalam satu semester, mahasiswa dibagi menjadi 3 mata kuliah besar yang ditekuni dalam 1-1,5 bulan. Mahasiswa FK biasa menyebutnya sebagai Blok. Misal, Blok 2.1 Neuroendokrin. Artinya, dalam 1-1,5 bulan pertama di semester 2, akan mempelajari mengenai neuroendokrin. Kemudian, apabila sudah selesai pembelajarannya, dilanjutkan dengan Blok 2.2, lalu Blok 2.3 dengan pembahasan yang tentunya berbeda.
Nah, setiap blok, atau rentang waktu 1-1,5 bulan, mahasiswa akan mendapatkan kuliah umum layaknya mahasiswa fakultas lain. Ada 18-20 kali kuliah umum yang disampaikan oleh dosen berupa ppt yang jumlah slides tidak perlu ditanyakan. Selain kuliah umum, mahasiswa wajib menghadiri praktikum di sela-sela hari-hari kuliah umum. Praktikum adalah rangkaian yang menurut saya adalah yang paling melelahkan.
Mahasiswa diharuskan datang pagi sekitar pukul enam pagi untuk menghadiri asistensi. Kemudian, sebelum melaksanakan praktikum, mahasiswa diwajibkan untuk mengerjakan pretest. Dan selepas praktikum, mahasiswa harus mengerjakan posttest dan responsi sebagai ujian akhir materi. Jangan lupakan pula laporan praktikum yang tak sedikit jumlahnya. Ada yang berupa menggambar organ, preparat jaringan manusia, atau laporan tulis tangan seperti yang teman-teman jurusan IPA lakukan ketika SMA.
Belum selesai di situ, di sela-sela semua kepadatan tersebut, ada juga studi kasus yang dilaksanakan dua kali dalam seminggu yang tentunya masuk penilaian dengan pembobotan nilai yang tinggi. Serta, pembelajaran yang paling penting adalah skills lab. Di skills lab yang sama-sama dilaksanakan dua kali dalam seminggu, melatih mahasiswanya mengenai keterampilan seorang dokter, seperti mengukur tensi, pemeriksaan kesehatan, menyuntik, menjahit, dll. Apakah ada ujiannya? Tentu saja.
Timbul pertanyaan, apakah mahasiswa kedokteran juga mempelajari materi umum layaknya mahasiswa semester lain? Jawabannya, iya. Kami mendapatkan mata kuliah wajib seperti pendidikan agama dan kewarganegaraan yang berbobot sks cukup besar. Karena keduanya merupakan mata kuliah umum, kami tak lepas dari ujian tengah semester dan akhir semester.
Jika ditotal setiap 1-1,5 bulan, mahasiswa kedokteran melaksakan ujian Blok sebanyak tiga kali, ujian responsi lab sekitar 3-5 kali, ujian skills lab tiga kali, ujian osce (ujian praktek gabungan seluruh materi skills lab) satu kali dalam satu semester, dan ujian dari mata kuliah umum.
Mungkin terdengar rumit, tapi kenyataannya memanglah rumit. Kesibukan yang mahasiswa kedokteran alami merupakan kewajiban mereka dan bukan bagian dari kegiatan organisasi yang sifatnya opsional. Jadi, apabila teman kalian yang merupakan mahasiswa kedokteran tidak bisa bertemu ketika berkumpul bersama teman dengan alasan ujian, pernyataan saya merupakan jawabannya. Namun, bukan berarti mereka tidak memiliki waktu luang. Mereka tetap memiliki waktu luang di saat saat tertentu tapi tetap bergantung ke pribadi masing-masing mahasiswa kedokteran. Karena itu semua kembali ke durasi belajar masing-masing.
Lalu bagaimana dengan ungkapan bahwa mahasiswa kedokteran kebanyakan berasal dari kalangan mampu? Tidak sepenuhnya benar. Dalam seleksi masuk perguruan tinggi, kita semua mengenal jalur nilai raport sekolah yang murni melihat nilai, prestasi, dan akreditasi sekolah. Jadi, anak-anak yang lolos jalur tersebut masuk tanpa membayar sepersen pun. Selain itu, ada jalur ujian berbasis nasional yang murni melihat skor nilai, tanpa ada pungutan apapun selain biaya ujian yang dipukul rata di seluruh Indonesia. Jadi menurut kalian, apakah anak-anak yang lolos kedua jalur tersebut semuanya merupakan mahasiswa yang unggul dalam segi ekonomi?
Kemudian, kita juga mengenal jalur mandiri. Sebuah rahasia umum bahwa uang pangkal mahasiswa kedokteran rata-rata menyentuh tiga digit. Apakah itu kenyataan? Jawabannya, iya. Dengan mengisi uang pangkal sebanyak itu, kira-kira dari golongan ekonomi manakah mahasiswa jalur mandiri itu berasal? Itulah penyebab mengapa banyak orang mengecap mahasiswa kedokteran lebih mampu dari segi finansial. Meski begitu, bayaran uang pangkal dan uang semester yang mereka bayar tentu sebanding dengan fasilitas dan media belajar yang mereka butuhkan.
Alat-alat dan media yang digunakan dalam laboratorium pastinya memiliki harga yang fantastis. Misalnya, cadaver (mayat yang diawetkan) yang saat ini sudah jarang ada di Indonesia sebanding dengan teknologi dalam identifikasi mayat. Karena jarang itulah, harga cadaver pun menjadi tinggi. Belum lagi formalin yang dibutuhkan untuk menjaga mayat tetap awet dan maneken-maneken pendukung lain.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”