#JarakMengajarkanku: Caraku Melipat Jarak adalah Menikah Denganmu

Melipat jarak

Aku pernah membenci jarak, yang karenanya, kita tidak bisa selalu bersama. Aku juga pernah menjadikan jarak sebagai musuh terbesar yang harus segera aku kalahkan. Sebab jika tidak, aku meyakini ia akan membunuh hubungan kita pelan-pelan.

Advertisement

Mencintai namun terhalang oleh jarak tentu melelahkan. Menyayangi namun dipaksa untuk menahan sebuah pertemuan tentu menyesakkan. Namun pada akhirnya aku tersadar, bahwa boleh jadi, Tuhan sengaja menciptakan jarak pada kita, agar kita tahu bahwa rindu itu ada. Tuhan mau kita berdua tahu bagaimana rasanya membunuh rindu, pada sebuah pelukan hangat ketika aku dan kamu kembali dipertemukan.

Jarak membuatku tahu dimana bahagia itu terletak. Jarak mengajarkanku bagaimana caranya mensyukuri keberadaanmu, yang tidak setiap waktu dapat selalu aku dekap dengan erat. Jarak juga mengajariku banyak hal, salah satunya perihal saling percaya, saling menjaga, dan bagaimana cara menemukan bahagia meski tanpa bertatap muka. Jarak membuat kita mengerti bagaimana memaknai setiap pertemuan-pertemuan kita yang tidak bisa setiap waktu kita wujudkan.

Bagiku, mencintaimu yang berada jauh disana bukan perkara mudah. Masih segar dalam ingatanku bahwa memperjuangkan pertemuan kita selalu menjadi kisah tersendiri yang mengiringi perjalanan cinta kita berdua. Dan akan selalu menjadi saksi bahwa pada hidup ini pernah ada kita. Pernah ada aku dan kamu yang memperjuangkan kita.

Advertisement

Dua Ribu Dua Ratus Lima Puluh hari bukanlah waktu yang sebentar untuk perjalanan kita yang selalu berusaha melipat jarak dengan berbagai cara. Meskipun dengan cara yang sederhana, sesederhana pesan singkat yang dikirim lewat blackberry messanger (BBM) yang booming kala itu, atau sekadar berbalas komentar di dinding facebook kita, hanya untuk menyambung komunikasi dan memastikan kita tetap baik-baik saja. Setidaknya, ini yang bisa dilakukan disela jadwal pertemuan kita yang hanya bisa diwujudkan satu kali dalam satu bulan, atau bahkan dalam dua bulan.

Pesan singkat dalam bentuk gambar dirimu menjadi hiburan paling menyenangkan kala itu, dan aku ingat, yang paling menyenangkan bagimu adalah pesanku yang berisi puisi-puisi cinta buatanku yang kerap aku rangkai dan kau jadikan sebagai ritual sebelum datang waktu tidurmu.

Advertisement

"Kita akan bahagia," katamu pada pesan suara yang juga kamu kirimkan padaku. Dan aku benar-benar bahagia mendengarnya malam itu. Aku dibuat tidak mampu berkata-kata saat sekian detik setelahnya kau mengulangi perkataanmu dan mengirimkannya lagi, "kita akan bahagia!”.

Belum juga usai aku membalas pesanmu, kau menambahkannya lagi, "Kau percaya, kan?" katamu, dengan nada yang begitu halus dan membuatku semakin merindukanmu.

Aku seperti sedang dihadiahi Tuhan sebuah doa yang dikabulkan, perihal seseorang yang tepat yang begitu aku cintai dan aku inginkan untuk menjadi pasangan hidupku.

“Aku mencintaimu, dan aku mempercayaimu,” jawabku.

"Apakah kau akan terus bersamaku?," kau bertanya lagi.

"Kita memang tidak selalu bertatap muka, aku memang tidak pernah selalu ada, tapi perihal menyebut namamu dalam doa, aku tidak pernah lupa," jawabku.

"Apakah kau akan terus bersamaku, sedangkan di luar sana banyak yang lebih baik dariku?," tanyaku.

"Sebanyak apapun yang lebih baik darimu di luar sana, bagiku, kau adalah segalanya dan aku tidak butuh mereka," jawabmu. Dan itulah saat dimana hatiku semakin dibuat jatuh sejatuh-jatuhnya mencintaimu.

“Aku mencintaimu setengah mati!,” ujarku.

“Tidak perlu berjanji mencintaiku setengah mati. Berjanjilah saja pada akad kita nanti, maka aku milikmu sampai mati,” jawabmu. Dan aku terdiam. Dan aku semakin mencintaimu.

Aku selalu berdoa;

Semoga kita adalah dua yang dipersatukan. Kau adalah ganjil yang aku genapkan. Aku adalah kurang yang kamu cukupkan.

Sampai pada akhirnya, Tuhan benar-benar mendengarnya dan di hari ke Dua Ribu Dua Ratus Lima Puluh Satu hubungan kita, Tuhan mempersatukan kita dengan sumpah janji yang aku ucapkan pada akad tepat di hadapan penghulu, digenggaman erat tangan kanan ayahmu. Dan aku menikahimu.

Tuhan memang maha baik, sebab aku memintaNya cinta, dan Tuhan memberiku kamu. Terserah, aku tidak peduli apakah kamu yang menjadi jawaban dari doa-doaku, atau aku yang memang ditakdirkan hidup bersamamu. Nyatanya, jarak tidak semenyeramkan itu jika masing-masing dari kita selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk seseorang yang ia cintai. Sebab yang aku tahu, yang terbaik selalu punya satu alasan untuk tetap tinggal dan bertahan meskipun sesungguhnya ia punya seribu alasan untuk pergi.

Jarak mengajarkanku, bagaimana aku harus menjagamu ketika saat ini kau sudah aku miliki seutuhnya. Jarak mengajarkanku, bagaimana aku harus mencintaimu ketika pada akhirnya aku dan kamu sudah dipersatukan.

Jarak mengajarkanku, bagaimana aku harus menyayangimu sampai nanti, sampai aku lupa berapa usiaku, sampai aku lupa ajalku sudah menunggu.

Dan aku ingin menjadi seseorang yang berbahagia, yang ketika nafasku sudah berhenti, cinta kita tidak ikut mati.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE