Semenjak terjadinya pandemi Covid-19, aktivitas apa yang biasanya kamu lakukan saat di rumah? Apakah kamu termasuk kaum rebahan yang hanya buka YouTube atau Instagram? Atau mungkin kamu termasuk kaum yang aktif dalam mencari perkembangan informasi tentang virus corona yang sedang melanda ini? Yakin nih guys kamu nggak bosan dengan yang namanya self-quarantine dan social distancing?
Jika dikaitkan dengan ilmu psikologi, menurut Teori Kepribadian Carl Gustav Jung, terdapat dua tipe kepribadian pada manusia. Tipe pertama adalah ekstraversi atau yang sering kita kenal dengan ekstrovert dan intraversi atau introvert. Nah, pasti kamu tidak asing lagi kan dengan kedua istilah tersebut? Biasanya seorang yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan cenderung lebih mudah merasa bosan selama masa social distancing, karena mereka tidak terbiasa dengan situasi seperti sekarang ini, yang serba dirumah aja. Sedangkan bagi orang-orang dengan tipe kepribadian introvert, akan cenderung menganggap kondisi seperti sekarang adalah hal yang biasa dan bahkan lebih menyenangkan, karena mereka dapat menghabiskan lebih banyak waktu sendiri atau istilah kerennya sih me time hehe.
Nah, di balik anjuran pemerintah agar kita harus saling menjaga diri dengan melakukan isolasi mandiri di dalam rumah. Ternyata tanpa kita sadari di luar sana masih terdapat banyak orang-orang yang masih dan sedang berusaha mati-matian untuk sembuh dari virus corona ini. Namun nyatanya, bagi mereka yang menyandang status sebagai pasien corona (ODP, PDP, maupun Suspect Corona) tidaklah mudah, lho! Ditambah lagi masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai cara bersikap yang tepat terhadap pasien corona.
Saat ini, ucapan dan stigma-stigma negatif semakin bermunculan dari masyarakat terhadap pasien-pasien yang terinfeksi virus corona. Nah, jika kita kaji lebih lanjut, dalam Psikologi Sosial, stigma adalah suatu ciri negatif atau celaan terhadap karakter dan pribadi seseorang, seperti ditolak keberadaannya di dalam suatu lingkungan. Contoh dari stigma tersebut adalah mereka sering kali dicap dan dianggap sebagai orang yang membawa penyakit di lingkungan tersebut. Tidak jarang cacian, dan hinaan juga sering dilontarkan oleh masyarakat.
Apakah kamu juga pernah melihat kejadian seperti itu? Atau mungkin kamu juga pernah melakukannya? hehe. Jika pernah, maka mulai dari sekarang sebaiknya kamu berhenti deh guys. Seperti ungkapan lidah itu lebih tajam dari pisau. Ternyata ucapan yang kita ucapkan itu sangat berpengaruh terhadap psikis seseorang, termasuk hilangnya motivasi untuk hidup bagi seseorang. Bahaya banget kan?
Ada lima kebutuhan dasar dalam kehidupan seseorang yang harus dipenuhi menurut Maslow, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan dicintai dan dimiliki, harga diri serta dihargai oleh orang lain, dan kebutuhan yang paling tinggi adalah aktualisasi diri, karena merupakan salah satu kebutuhan individu untuk memenuhi ambisi pribadinya. Ketika salah satu tingkatan kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka seseorang tidak akan bisa untuk melanjutkan kepada tingkatan kebutuhan berikutnya. Karena semua kebutuhan tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Contohnya seperti kasus pasien yang terinfeksi virus corona yang mendapatkan stigma negatif dalam bentuk labeling “pembawa penyakit” dari masyarakat. Dengan mendapatkan sebuah stigma seperti itu, automatis pasien tersebut merasa tidak mendapatkan kebutuhan dasar, yaitu pada tingkatan kebutuhan harga diri dan dihargai oleh orang sekitarnya, sehingga sangat memungkinkan terjadinya perubahan dalam kepribadian seseorang, seperti mereka bisa saja akan berperilaku lebih tertutup dari biasanya.
Dalam Teori Kepribadian Alfred Adler, bahwa pada diri seseorang juga dapat timbul perasaan inferior (rendah diri) terhadap dirinya sendiri dan orang di sekitarnya. Hal ini dapat terjadi karena identitasnya sebagai salah satu pasien virus corona telah terbongkar, sehingga orang lain menganggap dirinya sebagai penyebab penyebaran virus tersebut. Akibatnya, pasien menjadi terbebani dan dapat membuat imunitas tubuh menjadi menurun. Hal itu tentunya tidak baik bagi kesehatan dan kesembuhan mereka.
Karena jika sudah kehilangan motivasi untuk bergerak maju dan sembuh seperti itu, maka akan menambah kemungkinan semakin tingginya jumlah pasien COVID. Mengapa seperti itu? Karena jika tidak ada semangat dan motivasi lagi dalam diri mereka untuk sembuh, lalu bahgaimana mereka dapat sembuh dan kembali melanjutkan hidupnya? Nah, bayangkan jika semua pasien memiliki anggapan yang sama seperti itu, maka akan semakin berkurangnya jumlah pasien yang sembuh. Jika demikian, maka akan semakin besar pula kemungkinan kita untuk tetap harus di rumah saja, kan?
Beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengatasi kasus ini ialah dengan tidak cemas yang berlebihan, dan sembarangan labelling atau menghakimi pasien corona dengan stigma negatif dan tetap berpikir positif. Perbanyak informasi tentang cara mencegah penularan COVID-19 dari media dan berita yang terpercaya, waspada terhadap hoax yang banyak muncul di masyarakat. Namun jangan terlupa ya, kita juga harus tetap menjaga kesehatan dan menjaga jarak sesuai dengan aturan pemerintah.
Nah, gimana guys? Setelah membaca artikel ini, apakah kamu masih ingin melontarkan stigma-stigma negatif terhadap orang lain, termasuk pasien COVID-19? Semoga saja tidak ya, hehe. Terima kasih telah membaca artikel ini dan semoga bermanfaat :)
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”