Mengenal Belief Bias: Bias Kognitif Terhadap Kepercayaan

Didalam menjalankan kehidupan sehari-hari kita akan selalu berinteraksi dengan sesama manusia yang lain. Hal ini tak luput dari status kita sebagai makhluk sosial. Interaksi tersebut bisa melalui ucapan dan tindakan. 

Advertisement

Nah didalam ucapan tersebut terkadang akan ada kesalahpahaman atau ketidakjelasan di dalam perkataan atau pemahaman. Baik itu individu yang menerima, ataupun yang menjelaskan. Hal itu yang disebut dengan bias kognitif. Salah satunya adalah Belief Bias.

Belief Bias atau bias kepercayaan adalah suatu bias kognitif yang didasarkan oleh kepercayaan yang diyakini oleh subyek atau orang pertama. Maksudnya ialah jika orang tersebut memiliki kecenderungan secara sistematis suatu pernyataan atau kesimpulan, selama itu selaras dan mendukung tentang apa yang ia yakini atau percayai, ia akan merasionalisasikan segalanya yang berhubungan dengan apa yang ia percaya. Terdengar rumit ya? Padahal sesimple Ia akan meyakini apapun selama itu selaras dengan apa yang ia yakini.

Dalam belief bias, individu akan cenderung untuk tidak terlalu ingin percaya dan ambil pusing terhadap hal lan yang tak selaras dengan keyakinannya. Dan ketika ia berhadapan dengan suatu argumen yang bertentangan dengan apa yang ia yakini, maka ia akan mentah-mentah untuk menolaknya. Sekalipun argumen tersebut semisal telah terbukti benar adanya.

Advertisement

Kita akan susah untuk menentukan bahwa keyakinan kita benar atau salah. Sama seperti namanya, keyakinan jika tidak diyakini maka itu tidak bisa diyakini lagi. Padahal beberapa keyakinan atau sebuah ide perlu dibuktikan secara saintifik ataupun tematis.

Namun pada kenyataannya didalam masyarakat, hal ini akan menjadi susah karena biasanya ketika orang tersebut telah keukeuh dengan keyakinannya, ia akan cenderung mempertahankan segala hal tentang keyakinan yang ia pegang dari kritik-kritik lain terhadap idenya, dan dapat membuat subyek pertama atau orang pertama tersebut melakukan logical fallacy terhadap orang yang mengkritik keyakinannya. Sehingga ia tidak akan bisa berpikir secara rasional

Advertisement

Contohnya ketika ia meyakini bahwa semua burung adalah hewan, dan ia meyakini bahwa semua hewan tidak dapat terbang, maka ia meyakini bahwa burung tidak akan terbang. Padahal jelas premis pertama benar, tapi ia tidak didukung oleh premis kedua yang benar juga. Dan uniknya ia memahami bahwa premis keduanya benar maka terbentuk conclusion atau kesimpulan yang salah pada akhirnya.

Padahal didalam penalaran silogistik, manusia diharuskan untuk menilai kevalidan secara logis dari suatu argumen atau pendapat dengan mengesampingkan kepercayaan yang ia yakini. Artinya ia harus berprinsip atau menegakkan kebenaran atas azas pembuktian, tidak dengan hal yang diyakini dirinya atau khalayak ramai. Jika hal itu ditegakkan, maka itu bukan menjadi argumen yang benar atau terbukti benar, melainkan argumen yang diyakini banyak orang benar.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Microbiology enthusiast, writer, and part-time blogger

Editor

Penikmat buku dan perjalanan

CLOSE