Menikah Adalah Penjara Seumur Hidup

Jika aku bisa mengulang waktu, menikah adalah babak yang ingin ku hapus dalam hidup.

Menikah adalah upaya kedua orang yang saling mencintai bersatu. Menikah menghadirkan banyak lembar haru dan bahagia. Tapi entah mengapa menemukan bahagia setelah menikah sangat sulit. Jeritan ketidakbahagiaan mulai bergema setelah hari-hari selanjutnya. Suamiku mulai sering berkata cerai segampang dia berkata 'PUTUS' kala pacaran. AKU menjadi bagian yang terus percaya bahwa ini hanya ujian awal pernikahan.

JANJI SUCI yang kami ikrarkan di depan altar seolah menguap begitu saja. Hanya aku yang takut akan hukuman karena melanggar janji, bukankah kemarin SUMPAH ku hanya maut yang memisahkan?

Lantas mengapa persoalan ekonomi menjadi sarat untuk terpisah? Ketidakcocokan menjadi alasan paling klise untuk menafsirkan ketidakbahagiaan. Aku mematung saat mereka ulang kejadian di kepalaku. Pria yang ku yakini menjadi sosok paling pasti dalam hal membahagiakan kini menjadi pengukir sejarah pahit paling dramatis dalam babak baru kehidupanku.

KEMANA SENYUM YANG MENGEMBANG SAAT MENDENGAR KAMU MENAWARKAN KEBAHAGIAAN LEWAT PERNIKAHAN?

Menikah adalah perjalanan mentolerir perbedaan. Entah mengapa kini menjadi momok paling pedih dalam ranah rumah tangga.  Aku bertanya pada diriku, Inikah konsekuensi yang harus ku terima dari semua keputusan yang ku ambil ? Terus menyakinkan diriku bahwa ini hanya sebuah kerikil dalam perjalanan. Hanya melukai kaki tapi tidak membuatnya lumpuh.

Akhirnya aku mendapatkan hari dimana aku dan kamu benar-benar tak punya ruang untuk kembali. Keegoisan telah merampas kecintaanmu padaku. Tak ada perjuangan dan usaha untuk bersama. Aku kembali luruh. Aku meratap dalam hari-hari kosong.

Jika saja menikah bukan sebagai hal yang patut di perjuangkan, aku ingin menyerah saja. Aku kalah. Aku ingin tidak melihat awan putih dan langit yang membiru esok hari. Aku ingin tidur tanpa memastikan esok mataku terbuka lagi.

Aku lelah dalam menafsirkan keadaan. Tak ada yang berkata padaku, lepaskan saja. Semua orang menyuruhku bertahan. Lantas menikah seperti ini kah yang bisa ku banggakan? Merasa terpenjara seumur hidup. Kakiku masih bisa berlari tapi sulit sekali . Ada rantai tak kasat mata yang mengikat keduanya. 

AKU menjadi bagian paling pedih dalam hal menyaksikan dirimu pergi.

Hari demi hari aku berusaha untuk tetap menemui pagi, menghabiskan malam lalu larut dalam tangis diam-diam. Aku memaksakan diri untuk tetap melangkahkan kaki ke kantor demi berharap kantor menjadi tempat pelarian paling ampuh mengusir kalut akan pergimu tanpa permisi.

Ah, andai waktu bisa terulang. Mungkin 2019 aku memilih untuk tidak kembali ke kota kelahiranku. Memilih melawan garis takdir akan pertemuanku denganmu. Penyesalan bukankah selalu datang belakangan? HAHA.. Aku menertawai diriku . Mengapa dulu mengemis meminta mutasi ke kota kelahiranku jika ternyata pilihanku malah menjadi awal dari petaka yang menyiksa sepanjang tidurku.

Orang-orang sudah memperingatiku berulang kali, menikah bukanlah hal yang mudah. menikah bukanlah suatu ucapan lalu dengan gampangnya kita lupakan. Menikah harusnya tidak usah tergesa-gesa. Menikahlah jika keduanya siap.

Aku melewatkan bagian dalam bertanya, Siapkah kamu menikahiku dengan segala konsekuensimu? Mengapa hanya aku yang mempersiapkan diri dalam menerima segala bentuk lebih dan kurangmu, segala situasi untung dan malangmu bahkan dalam keadaan sehat dan sakitmu. Aku lupa bertanya Siapkah kamu berlaku demikian?

Aku lupa menikah bukan hanya tentang selaras dalam percakapan tetapi seharusnya selaras dalam tujuan. Visi dan misi yang berimbang membuat pernikahan akan lebih elok di rasakan.

Aku kembali memulas senyum pahit. Mengulang episode menjadi ratu sehari. Doaku yang dulu ku rasa Tuhan mengabulkan semanis itu malah berimbas pahit yang ingin aku muntahkan.

Hidupku luruh lantak karena tak hadirnya tanggung jawab darimu dalam memperjuangkan rumah tangga yang baru saja kita bina.

PERNIKAHAN INI BAGIAN PALING EPIC YANG INGIN KU HAPUS DALAM KISAH HIDUPKU.

Ternyata menikah bagimu hanyalah canda tanpa candu.

 

Dariku wanita yang kamu siakan,

 

NCU

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswi Fakultas Teknik Elektro Universitas Haluoleo, sangat gemar galau, sangat suka membaca, dan sangat senang menulis. sekarang sedang memantaskan diri untuk mendapatkan hadiah terbaik dari Tuhan.