Menjadi Cerminan Bagi yang Lain dan Menjadi Orang yang Berteman Baik dengan Dirinya Sendiri

Menjadi pribadi yang baik untuk diri sendiri dan orang lain

"Jadilah cerminan yang baik, dalam artian tugas anda adalah menjadi layaknya cermin, cermin yang jujur untuk orang lain. Perlihatkan sejujurnya bagaimana keadaan mereka. Apa kelemahan terbesar mereka, supaya mereka dapat gambaran dan timbal balik. Bagaimana jika kelemahan tersebut tidak mereka benahi dengan segera? Apa dampaknya bagi mereka ke depan? Perkara nanti mereka mau menerima bagaimana aslinya mereka, atau bahkan terburuknya, mereka justru memalingkan muka dan menjauh, itu sudah bukan urusan kita lagi,"

Sebuah nasehat yang menggelitik telingaku, dosenku menyampaikan "beginian" di kelas psikologi malam itu. Kurasa patut kita pertimbangkan. Mengapa begitu? Apa yang dipertimbangkan? Kebanyakan dari kita, meskipun memang tidak semuanya sih, kita cenderung tidak pernah bersedia melihat kekurangan kita sendiri. Arogansi diri yang membuat kita ingin selalu "dimenangkan" dalam konteks apapun. Namun, sekalinya kita disodorkan kenyataan, kita justru marah, kita justru merasa ditindas, kita meronta dan berkeluh pada Tuhan, "Apa salahku, Tuhan?"

Tolong, masihkah kamu bersedia memainkan peran tidak berguna itu? Peran sebagai "aku adalah korban"? Udah pernah kita coba belum? Dicoba dulu, coba untuk tidak menjadi orang yang playing as victim all the times. Mencoba, itu sih kuncinya. Selain itu apa? Bersedia atau tidak. Bersedia tidak kita untuk mendengarkan dengan seksama dahulu sebelum memberikan penilaian pada orang lain? Bersedia tidak kita untuk tetap "membumi?" Kaki kita ini tetap berada di tanah tanpa melayang tak beraturan, alias njejeg lemah. Melayang-layang dengan sebuah hasrat ingin memberikan penilaian kita, atau lebih parahnya, malah membuat penghakiman pada kelakuan orang lain, sesuai kacamata kita sendiri, sesuai mau kita sendiri.

Well, bagaimana aku sendiri bisa memaknai itu semua? Mungkin karena diri ini sudah menuju kepala tiga. Aku merasa sudah cukup, cukup merasakan berbagai macam peranan, mau itu jadi yang hitam atau yang putih, atau lebih ngerinya lagi, sebagai manusia aku juga sering berperan abu-abu. Menjadi orang yang tidak memiliki prinsip dan values yang jelas, batasan yang bold dengan orang lain, bahkan pernah juga belum menemukan identitas diri yang konsisten.

Aku paham bagaimana rasanya di-bully teman dekatku sendiri, aku paham bagaimana rasanya menjadi korban KDP (kekerasan dalam berpacaran). Aku mengerti rasanya menjadi korban pelecehan seksual. Iya, aku perempuan dan aku penyintas semua yang kusebutkan di atas. So chin up princess, or your crown will slip!

Aku paham rasanya pasang surut kehidupan duniawi, kok. Bukan cuma kamu yang ngenes dengan hidupmu. Bukan cuma kamu yang kehilangan arah mau apa, mau bagaimana. Rasa sakitmu saat ini bisa jadi sudah dirasakan oleh orang lain lebih dulu, bahkan ketika kamu nanti siap, kamu bisa jadi orang pertama yang berbagi pengalaman berhargamu itu ke orang lain yang satu takdir denganmu. Iya, rasa sakit itu guru terbaik untuk bertemu kebajikan dan kebijakan. Bukan hidup namanya kalau kita nggak pernah ada diposisi clueless. 

Kamu tidak lagi akan menjadi pribadi yang judgemental nantinya, karena kamu tahu betul rasanya bagaimana, kamu meresapi setiap rasa sakit yang pernah kamu derita. Zaman sekarang apa sih yang betul-betul bisa dihargai oleh manusia? Kurasa sulit bagi kita untuk sekedar duduk, merenungi apa, siapa, bagaimana, kenapa kita begini. Tak apa, sulit bukan berarti tidak bisa sama sekali.

Dengarkan, lihat, rasakan, resapi, refleksikan. Semoga kita tidak gusar kanan kiri, menyalahkan kanan kiri. Sebab kadangkala, kuncinya diawali dengan sebuah penerimaan dan bersedia memahami. Kesediaan untuk membantu diri sendiri untuk sama-sama saling bercermin.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini