Mari Merayakan Kehilangan. Karena Sejatinya Kita sebagai Manusia Hanya Bisa Merencanakan

merayakan kehilangan

Tiga tahun suatu hubungan berjalan bukanlah waktu yang sebentar, banyak asam, manis, pahit, getir yang dirasakan. Sifat, sikap yang awalnya jaga image, malu-malu, sampai bikin malu sudah banyak terlewati. Apalagi berbicara soal kenangan, sudah tidak biasa dihitung dengan jari tangan dan kaki saja, mesti dihitung memakai rumus aljabar. 

Advertisement

Kalau diingat-ingat lagi, tiga tahun yang lalu aku dan kamu adalah sepasang orang asing, aku tidak pernah ada pikiran ataupun niat untuk mendekatimu, begitu pun juga kamu ke aku. Tapi dari kata “orang asing” itu aku dan kamu biasa saling jatuh hati. Entah sejak kapan perasaan itu muncul, apakah sejak pertama kali menonton bioskop, atau waktu ke tempat wisata, atau kedua kalinya menonton bioskop, atau bahkan semenjak kau membantu aku mengerjakan tugas kuliahku.


Aku dan kamu adalah dua orang dengan kepribadian yang berbeda dan selalu berusaha menjadi satu, saling menutupi dan melengkapi.


Saling berjuang, bahkan perjuanganmu itu lebih besar, hanya saja aku yang terlalu egois. Aku tahu, tidak sedikit apa-apa yang sudah aku dan kamu lewati, lalui bersama, meskipun terlalu banyak perbedaan di antara aku dan kamu, tetapi aku dan kamu selalu biasa menyatukan itu, entah aku yang harus meredam emosiku, atau kamu yang harus rela terluka karena aku. Sampai tiga tahun aku dan kamu itupun tiba, aku jenuh, kamupun jengah, hubungan aku dan kamu jalan di tempat, kamu tak kunjung memberi kepastian, aku tak kunjung sabar menanti kepastianmu.

Advertisement

Kesalahan yang aku buat pun membuat aku dan kamu tidak lagi menjadi “kita”. Ketahuilah, saat itu aku sakit dan menyesal telah melukaimu. Aku berusaha memperbaiki, meski aku tahu tidak ada lagi yang bias diperbaiki. Aku pun memutuskan untuk meminta kepada yang maha pemilih hati agar menetapkan hati aku kepada seseorang yang memang aku butuhkan. Fase-fase itu tidak mudah untuk aku dan kamu tanpa ada lagi “kita”. Kamu ingat, aku sering berkata


“Aku ingin 2018 ini adalah tahun terakhir kita, entah kita berakhir karena hubungan kita berlajut ke jenjang pernikahan, atau kita benar-benar selesai”.


Advertisement

Itu terjadi, itu benar-benar terjadi, seperti membuat resoluis tahun 2019 hidupku tanpa kamu, menyakitkan? 

Memang, tapi mau bagaimana lagi, kita bersamapun belum tentu bahagia. Lalu doa ku yang lain mulai dijabah oleh sang maha kuasa, aku di pertemukan oleh seorang pria yang ingin menjalani hubungan dengan suatu komitmen yaitu “pernikahan”, memang tidak menikah saat ini atau besok, tetapi ia mempunyai progres. Karena aku memiliki keinginan yang sama dengan dia, akupun bersedia membagun masa depan dengannya.

Belum lama hubunganku dan dia berjalan, kamu datang lagi, kali ini kamu datang dengan membawa kepastian, dengan membawa semua mimpi-mimpi  yang dulu aku dan kamu rangkai. Kamu datang ketika hati aku sudah tidak lagi di kamu, saat “kita” sudah selesai. Kamu yang sekarang berbeda dengan kamu yang kemarin, banyak perbedaan yang aku rasakan, aku sedih, kenapa kamu berubah ketika “kita” sudah tidak ada, aku pun juga sudah berubah untuk diriku sendiri dan pria yang saat ini sedang bersamaku.

Lalu sekarang kita hanya bisa saling menguatkan, mengikhlaskan dan memaafkan satu sama lain. “Kita” bukanlah kesalahan, “kita” hanyalah pembelajaran untuk kamu dan aku menjalani kehidupan di hari esok berharap lebih baik dari hari kemarin. Kata-kataku menjadi kenyataan tentang “kita” tahun 2018 selesai, tetapi keinginan aku dan kamu untuk menikah belum menjadi kenyataan. “Entah ini disebut keberhasilan atau malah kegagalan”.

Dari kisah aku dan kamu yang kemarin, ambil baiknya lalu buang buruknya. Terima kasih untuk tiga tahun yang tidak sebentar itu, untuk saling membagi waktu, cerita, tawa, bahagia, suka dan duka. Untuk banyak pengelaman dan pembelajaran hidup yang belum pernah aku dapatkan. Kamu adalah kekasih, teman, sahabat, kakak, adik, ayah bahkan musuh buat aku. Sekarang aku dan kamu adalah teman yang saling mendoakan satu sama lain.

#ManusiaBolehBerencana

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Jatuh cinta itu suatu keputusan

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE