#RemajaBicaraKespro-Misintepretasi Istilah PAP dan Diskriminasi Kaum Perempuan (Keprihatinan akan Model Pacaran dan Seni Merawat Tubuh)

Realita diskriminasi seksual perempuan

Menarasikan suatu kesehatan reproduksi memang tidak lepas kaitannya dengan istilah pubertas dan masa remaja. Berbicara soal remaja dan perubahannya juga sebenarnya sudah merambah pada kompleksitas manusia pada periode transisi psikologis-fisik dirinya menuju kematangan. Adapun perubahan psikologis dan fisik seseorang pada waktu pubertas sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal pribadinya.

Advertisement

Menyoal kematangan fisik memang merupakan salah satu hal yang mencolok pada gender, baik perempuan maupun laki-laki. Perubahan drastis mereka dengan kasat mata bisa dikatakan menginjak fase remaja. Namun berbeda halnya dengan kondisi psikologis, tak selamanya mentalitas dan karakter itu bisa menginjak taraf kematangan seketika pada masa pubertas atau masa remaja.

Beranjak daripada kondisi psikologis, maka titik fokus akan diarahkan pada realitas zaman juga dimana merupakan faktor sekunder dalam perkembangan, namun seolah menjadi faktor primer. Mengapa faktor progresifitas zaman dikatakan sebagai faktor primer pada psikologis seorang remaja sekarang ini? Maka jawaban tepatnya adalah karena faktor dinamisme yang hakiki pada setiap pribadi manusia yang sudah menyatu dengan berbagai pengaruh zaman dan produk perkembangan itu sendiri, yaitu teknologi digital.

Digitalisasi sekarang ini menjadi ancaman serius bagi perkembangan mentalitas manusia, secara khusus kaum muda yang berada pada taraf produktif secara biologis maupun kepribadian. Kemunculan berbagai media sosial dan wahana pada mesin gadget atau smartphone tentu mempengaruhi kepribadian, aktivitas, hubungan sosial, dan juga hubungan asmara antar lawan jenis.

Advertisement

Perihal perkembangan teknologi maka kita mengenal adanya aplikasi daring yang mempermudah komunikasi dan relasi antar manusia. Kembali menyoal isu remaja, maka signifikansi terletak pada orientasi seksual, hubungan antar lawan jenis yang kerap disebut pacaran, dan kebijaksanaan dalam pengunaan teknologi.

Menyangkut pada orientasi seksual, remaja cenderung menggebu-gebu dan sangat 'panas' dalam hal seksual. Tentunya hal ini merupakan dampak biologis langsung daripada pubertas. Masalah timbul ketika orientasi seksual yang pada taraf pubertas tidak bisa dikendalikan dan selalu mencari kepuasan dan pemenuhan hasrat seksual.

Advertisement

Lalu terkait orientasi seksual tentunya akan merambah pada konsep berpacaran dan orientasi nafsu pada pacaran, atau kerap disebut sebagai cinta eros, menjalin hubungan berlandaskan nafsu dan seks.

Selanjutnya kita akan mengerucut pada pacaran dan teknologi media berpacaran. Bukan seperti pada umumnya kontak fisik yaitu semacam bergandengan dan menjalin romantisme pair-to-pair. Melainkan dengan adanya gadget, smartphone, dan media jebolan zaman serba canggih ini, pacaran dapat direlokasi dan di-replace degan medium maya atau virtual.

Berbagai kecanggihan aplikasi menyediakan wahana komunikasi video call, chat, voice note, dan lain-lain. Istilah yang digunakan pun beragam mulai dari DM, VC, 'japri', ataupun akronim lain sehubung perintah dalam komunikasi. Salah satu yang sedang ramai dan menjadi salah kaprah, atau lebih tepatnya misintepretasi yaitu istilah PAP (post a picture). Mengapa misintepretasi?

Realitas pacaran dan model pacaran virtual zaman sekarang mendekati kata tak lazim ketika menyentuh kata PAP yang salah gunakan sebagai bentuk tindakan berbau seksual. Istilah PAP yang sebenarnya digunakan untuk mempermudah menyampaikan keadaan terkini yang sedang dilakukan untuk tidak melakukan pemborosan bahasa dan kata-kata.

Memang tergolong instan dengan mengirimkan foto kondisi kita sekarang sebagai simbol aktivitas terkini berubah menjadi suatu permintaan untuk mengirimkan foto tidak senonoh lawan jenis yang biasanya lebih cenderung mengorbankan perempuan untuk dieksploitasi tubuhnya.

PAP sekarang lebih diintepretasikan oleh para pelaku yang meminta agar korban mengirimkan bagian-bagian intim atau vital tubuhnya dengan sasaran bagian organ reproduksi seperti vagina, juga organ vital lainnya seperti pantat, dan payudara demi kepuasan pelaku.

Tindakan yang tergolong diskriminasi ini sudah menjadi model pacaran zaman sekarang dengan berbagai ancaman, iming-iming, dan unsur diskriminasi lainnya yang mendesak korban dengan terpaksa mengirimkannya. Adapun karena kecenderungan seperti ini membuat perilaku tercela ini dianggap lumrah oleh sebagian orang atau pasangan dalam hubungan dan menjadi kebutuhan seksual yang setidaknya harus terpenuhi.

Motif kenafsuan pelaku dan sarana pelampiasan nafsu dengan berfantasi akan hubungan seksual imajiner oleh sebab gambar-gambar tidak senonoh tadi. Korban pun memiliki alasan mengapa dengan sadar mengirim kondisi fisik dirinya dan organ-organ vital tubuhnya. Alasan klasik yang sering terucap adalah karena demi kelanggengan hubungan pacaran karena desakan si pelaku, sudah terlanjur pernah melakukannya secara nyata, atau kontak fisik dalam hal ini kegiatan seksual ataupun semi seksual (ciuman, menyentuh bagian vital, dan lainnya).

Seiring berjalanya waktu hal ini pun terpola dan menjadi semacam model pacaran zaman sekarang. Celotehan yang tepatnya yaitu, "Mau langgeng, ya PAP dong". Miris bukan? Terlepas dari pelanggaran penggunaan IT, hal ini merupakan kriminalisasi dengan taraf eksploitasi tubuh dengan dominasi korban yaitu kaum hawa.

Seni merawat tubuh

Tubuh adalah hal yang sangat sakral dalam kaitannya dengan filsafat tubuh sebagai kenisah Tuhan. Namun taraf kesadaran akan seni menjaga dan merawat tubuh mulai luntur, baik bagi kaum adam ataupun kaum hawa.

Kaum laki-laki khususnya kaum remaja yang pada taraf signifikansi perubahan biologis dan psikologis sekarang ini lebih cenderung menjadi aktor kondang dalam eksploitasi tubuh perempuan, yang hakikatnya secara langsung maupun tidak langsung merusak citra tubuhnya. Sebaliknya kaum perempuan sendiri sudah melemahkan proteksi diri dan tubuhnya akan segala bentuk pelecehan seksual baik secara kontak langsung maupun secara maya.

Kesadaran bahwasanya tubuh adalah bagian yang sakral dan merupakan simbolis eksistensi manusia perlu ditingkatkan. Perhatian akan kondisi sekarang dimana relasi cinta eros sudah membelenggu generasi muda dalam penyalahgunaan teknologi dan secara tidak sadar merupakan bukti perusakan terhadap tubuh.

Kematangan organ reproduksi di masa pubertas merupakan tantangan serius ditambah psikologis yang destruktif karena pikiran negatif berbau seksual. Masa-masa itu adalah masa pencegahan secara intensif dan merupakan tanggung jawab bersama, entah orang tua, lembaga penyuluhan tentang HAM, psikolog, tenaga medis, negara, dunia, dan tentunya diri sendiri sebagai pemilik tubuh. Karena pada dasarnya kerusakan atau perusakan terhadap tubuh juga dekat kaitannya dengan perusakan mental seseorang.

Oleh karena itu, narasi yang dibangun penulis dengan harapan dapat menyulut kesadaran setiap orang mulai dari dalam keluarga, masyarakat dalam skala besar untuk giat menyuarakan realitas yang terjadi pada masa muda. Kesehatan reproduksi terlebih khusus hal yang secara nyata dapat dilihat dan diperhatikan melalui pola pergaulan remaja, kedewasaan pikiran, dan pemahaman seksual remaja. Harapannya secuil narasi ini menjadi tolok ukur yang signifikan bagi kesadaran banyak orang khususnya kaum remaja.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya Hanindita Aldo Genstala, sekian.

CLOSE