Mengenal Altruisme di Dalam Diri, Sisi yang Ingin Membantu Orang Lain

Egois atau tuluskah aku?

Pernah tidak pertanyaan seperti ‘kenapa aku mau bantu dia ya?’ atau ‘harusnya aku bisa dapat lebih tapi kenapa aku malah bantu dia?’ hinggap dalam pikiran kamu? Atau ternyata banyak orang disekeliling kamu yang menanyakannya padamu. Semua orang pasti pernah kepikiran setidaknya sekali dalam hidup mereka. Wajar saja karena kadang kita melakukan sesuatu yang ternyata menolong orang lain tanpa sadar. Walau kadang menyesal setelah melakukannya karena setelah dipikir-pikir ternyata  merugikan kita pribadi. Lalu mengapa kita tetap menolong walaupun sebenarnya kita bisa saja cuek dan menghiraukannya?

Advertisement

Yuk! Mari mengenal altruisme!

Terkadang saat sedang jalan di lorong kampus, kita berpapasan dengan banyak orang mengingat banyaknya mahasiswa yang berkuliah di kampus kamu. Kemudian di pojok lorong, kamu melihat seorang mahasiswa lain yang terlihat kebingungan dengan setumpuk buku di tangannya. Melihat itu kamu mendekat dan menawarkan bantuan untuk membawakan sebagian buku dan mengantarnya ke perpustakaan. Memang terlihat simpel dan wajar di lakukan sehari-hari, tapi inilah sisi altruisme kamu. Kamu ingin menguntungkan orang lain ketimbang diri sendiri dengan cara meringankan bebannya seperti kata Batson (2011).

Hmm… walaupun altruisme ini bisa dan mungkin dilakukan kita sebagai manusia tiap hari, tapi sadar gak sih kalau bisa saja motif kita berbeda dalam menolong? Siapa tahu ada udang di balik batu, ada mau di balik kebaikanmu? Karena ungkapan ‘gak kenal ngapain dibantu’ ada benarnya juga. Untuk tahu motif apa saja yang mungkin kamu pakai untuk menolong, kamu harus berkaca lewat penjelasan di bawah ini.

Advertisement

Gak perlu muna, kamu itu egois!

Tarik nafas, jangan kaget dulu! Walau disebut-sebut sebagai makhluk sosial, jangan salah manusia juga merupakan makhluk yang paling egois di muka bumi. Manusia selalu memikirkan dirinya sendiri bahkan saat sedang memikirkan orang lain. Misal saat kamu memberi tumpangan pada si dia, ternyata kamu melakukannya agar kamu bisa pulang cepat tanpa perlu menunggunya sehingga waktumu tak terbuang percuma.

Advertisement

Egotisme ini memunculkan motif untuk mencari keuntungan dari kegiatan yang dilakukan termasuk saat kita menolong. Seperti yang diutarakan Mansbridge dalam peneltiannya bahwa, kita peduli pada orang lain karena itu menguntungkan kita sendiri. Didukung pula oleh Batson yang mengatakan dalam bukunya berjudul Altruism in Human bahwa beberapa peneliti menyimpulkan cinta kepada diri sendiri merupakan cinta yang tidak menarik tapi selalu menang.

Hmm… kamu masih perlu bukti? Kenapa kamu menolong dosenmu di kelas? Karena kamu melihatnya kesusahan sedangkan usianya tak muda lagi? Tapi pada akhirnya dosen itu memberikan kamu rekomendasi sehingga kamu bisa diterima di perusahaan magang. Kamu tak menolaknya tapi juga sudah mengantisipasinya. Atau saat kamu menolong temanmu menyelesaikan esai-nya sekaligus membantumu dalam menemukann topik.

Kamu Punya Empati, Kamu Baik Hati

Motif empati melawan balik motif egotisme kamu dan menyatakan bahwa ada kemungkinan kamu membantu orang lain karena hati kamu bergerak untuk membantu karena merangsang kemalangan seseorang. Walaupun nggak dari hati juga sih. Pernah dengar nggak sih, kalau empati kamu itu ada di otak? Peneliti dalam cabang ilmu biopsikologi menemukan kalau peran otak korteks prefrontal dan parietal memiliki tanggung jawab pada empati.

Buktinya terjadi pada Phineas Gage seorang pekerja perbaikan rel kereta yang harus dioperasi setelah kecelakaan membuat bilah pipa menembus otaknya parah. Singkat cerita setelah sadar perubahan terjadi pada perilakunya yang jadi brutal. Sebelumnya dia pemuda yang baik, rajin, dan suka menolong. Namun setelah kecelakaan itu, ia menjadi kehilangan empatinya. Ini menunjukkan kalau empati sudah terkonsep di otakmu. Jadi kamu memang menolong karena kamu peduli.

Selain itu, genetik kamu juga berpengaruh dalam empati lho. Buktinya pada penelitian kembar monozigot yang nunjukkin kalau genetik ini ngaruh ke pewarisan empati kamu. Penelitian-penelitian tersebut membuktikan bahwa altruisme tergerak juga karena sifat dasar manusia yang memiliki empati atau rasa belas kasih setidaknya pada yang membutuhkan. Makanya terkadang kamu gak sadar setelah menolong orang atau gak sadar kalau apa yang kamu lakukan telah menguntungkan untuk orang itu.

Dari dua motif yang sebenarnya saling bertolak belakang ini mungkin membuat kamu bingung untuk berkaca. Jeffrey R. Stevens and Marc D. Hauser (2004) mengatakan dalam jurnalnya bahwa sama seperti binatang yang saling menolong dalam mencari makanan dan tempat berlindung, kita manusia juga mengembangkan tolong menolong sebagai proses penting dalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian mereka menyimpulkan kalau tolong menolong ada kaitannya dengan biaya dan manfaat untuk pertimbangan. Kalau manfaat didapat langsung berarti disitu motif egotisme berperan. Sedangkan altruisme murni atau bermotif empati digambarkan gak kuat dan gak berlangsung lama.

Untuk itu kemungkinan motif altruisme sebenarnya berjalan bersamaan dalam konsep menolongmu menjadi kuat. Motif empati mungkin menjadi pembuka untuk menolong orang yang butuh pertolongan karena pemrosesan informasi di otak kamu yang super cepat. Lalu motif ini berubah menjadi egotisme saat kita tahu ada manfaat yang kita dapat dengan menolong orang lain. Keduanya sama-sama berperan dan gak nyalahin satu sama lainnya dalam proses altruisme. Walaupun kamu egois selalu ingat bahwa kamu baik hanya dengan menolong, semangat!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE