Pedagang Kaki Lima dan Segala Hal yang Tidak Kamu Ketahui. Hayo, Lebih Hati-Hati~

Sebersih apa sih pedagang kaki lima?

Setelah 20 tahun hidup di dunia baru terpikir bagaimana abang gerobak alias pedagang kaki lima (PKL) di pinggir jalan, buang air kecil terus mereka ceboknya kemana? Apa jangan-jangan mereka nggak cebok… hiiy~

Advertisement

Sebagai anak rantau yang tidak bisa masak karena tidak ada dapur ataupun karena malas masak, dengan keberadaan pedagang kaki lima bagaikan pahlawan dikala perut merongrong. Orang seperti saya yang mengandalkan pedagang kaki lima hampir setiap harinya apalagi dengan harga yang tidak membuat kantong kering menjadi jawaban utama dari pertanyaan “makan apa hari ini?”.

Bagi saya makan sepiring siomay, semangkok bakso, dan segelas es dawet sudah menjadi menu spesial dalam satu hari. Yah berkat keberadaan PKL itu juga saya bisa bertahan di kota orang. Tidak peduli apakah itu abang gerobak keliling ataupun yang ada di pinggir jalan, semuanya saya sikat.

Mungkin bukan orang merantau saja yang mengandalkan PKL sebagai satu-satunya pilihan makanan sehari-hari. Pekerja yang dari matahari terbit sampai tenggelam bergelut di jalanan seperti abang ojek dan sejenisnya, juga menjamin perutnya terisi dengan makanan yang dijual oleh PKL.

Advertisement

Padahal sudah menjadi rahasia publik bahwa nggak semua PKL menjamin kebersihan atas apa yang disajikannya. Belum tentu kan tangan yang dipakainya untuk meracik pesanan kita sebelumnya dipakai entah habis menyentuh barang berkuman, menggaruk ketiak, atau parahnya habis buang air kecil alias kencing namun tidak cuci tangan setelahnya.

Memang sih perlu diakui masyarakat +62 ini memang aneh bin ajaib apalagi soal kesadaran akan kebersihan diri. Untuk sekedar cuci tangan sebelum makan saja suka terabaikan, tapi berkat adanya pandemi Covid-19 yaah jadi sedikit menyadarkan masyarakat untuk selalu cuci tangan.

Advertisement

Pernah saya menemukan satu kejadian saat membeli pentol di pinggir jalan yang sempat membuat pikiran saya kacau. Jadi suatu hari cuaca mendung sebentar lagi hujan, memang paling enak ditemani dengan yang hangat-hangat. Mampirlah saya ke gerobak pentol terdekat yang uap panasnya sudah mengebul di udara.

Saya lihat di sekitar tapi abang tukang pentolnya tidak ada di tempat. Terjadilah percakapan antara saya dan abang gerobak sebelahnya.

“Pak, ini yang jual kemana ya?,” tanya saya sambil melihat sekeliling.

“Oh orangnya lagi ke belakang mbak,” jawab abang itu yang saya lihat di gerobaknya dia berjualan sate tahu.

Saya kembali melihat ke sekeliling hanya ada perumahan warga yang artinya tidak ada toilet umum terdekat. Pikiran saya masih berusaha mengarah pada hal yang positif seperti “oh, mungkin minjam toilet salah satu rumah,” pikir saya saat itu.

Namun tidak kurang dari 10 meter dari gerobak yang sedang saya tunggu ini, muncullah seorang lelaki dari belakang pohon mangga yang cukup besar sambil membenarkan resleting celananya. Waduh, benar saja ternyata itu abang pentol yang saya tunggu 5 menit terakhir.

Bukannya senang akhirnya pentol saya bisa diproses, justru pikiran saya terpaku pada pertanyaan “bagaimana dia cebok di belakang pohon itu?”, “bagaimana jika kencingnya terpercik di tangannya dan dipakai untuk meracik pesanan saya?”, “jangan-jangan saat membuat pentol untuk dijualnya juga tidak secara higienis?”.

Dengan setengah hati saya memesan sebungkus pentol seharga lima ribu rupiah. Sampai saat abangnya memasukkan satu demi satu pentol ke dalam plastik, saya memperhatikan tangan abang itu dan ternyata kukunya panjang dan dipenuhi dengan kotoran warna hitam.

Hueek, pelajaran besar saya petik bahwa tidak semua PKL bisa dipercaya bagian kebersihannya. Pelajaran besar bahwa selalu memperhatikan lingkungan sekitar apakah mendukung adanya sanitasi kebersihan atau tidak.

Sering kali kita temukan pedagang kaki lima di pinggir jalan yang kadang-kadang justru kelewat pinggir sehingga memakan jalan trotoar yang seharusnya ditujukan untuk pejalan kaki. Belum lagi isu kebersihan tempat dan sistem pembuangan limbah makanan oleh PKL yang lagi-lagi sungai menjadi korbannya.

Apalagi masalah kebersihan yang ujung-ujungnya kesehatan yang dikorbankan. Padahal sehat adalah investasi utama semua orang bukan? Lebih baik mencegah daripada mengobati, itulah yang selalu tertanam di diri saya sejak dahulu. Mari lebih jeli lagi terhadap apa yang akan masuk ke tubuh kita terutama makanan!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Masih bergelut di dunia per-jurnalistik-an dan senang mengelana

CLOSE