Mari Saling Berbagi Pelukan, Saat Sama-sama Dihajar Krisis Hidup Seperempat Abad

peluk untuk pejuang quarter life crisis

Menginjak usia 20 tahun lebih, pasti kita pernah berpikir “Mengapa kita lahir di dunia?” dan “Untuk apa kita hidup?”, serta masih banyak pertanyaan seputar hidup yang menjadi pertanyaan kita. Hal-hal yang dulu tidak pernah terpikirkan mulai bermunculan hingga membuat kita tertekan. Bahkan kecenderungan menjadi rendah diri semakin menjadi-jadi tatkala melihat kehidupan teman dan influencer yang dibagikan di platform sosial media mereka. Contoh postingan di Instagram mereka yang terlihat sukses.

Postingan tentang relationship, work life, traveling arround the world, dan masih banyak lainnya membuat kita yang kaum biasa menjadi hopeless dan mulai hilang arah hingga membanding-bandingkan kehidupan yang kita miliki.

Kita semakin putus asa dan tidak tahu tujuan mana yang hendak dicapai. Beberapa dari kita saja sudah lupa dengan apa yang diinginkan karena semakin jauhnya dari cita-cita masa kecil atau belia. Dulu saat masa kecil atau belia, kita cenderung mantap saat ditanya hendak menjadi apa di masa depan?

Hal-hal yang menjadi idola saat masa kecil adalah profesi-profesi yang telah menjadi iconic sepanjang masa, contoh dokter, polisi, tentara, pilot dll. Nyatanya di masa sekarang, semua seakan mengabur dan menghilang dengan sendirinya. Kenyataan yang dialami dimana cenderung berbeda jauh dengan apa yang dibayangkan dan diinginkan membuat cita-cita hanya bagai mimpi di siang bolong.

Walaupun beberapa dari kita juga berhasil mencapai cita-cita dari masa kecil. Justru keberhasilan merekalah yang terkadang ikut bersumbangsih membentuk keputusasaan pada diri kita yang hidupnya terlalu membosankan dan biasa saja ini. Memang tak bisa dipungkiri jika kita membandingkan diri kita dengan keadaan orang lain dan terjadi gap yang berbeda. “Gaping” inilah yang memicu stress dan tekanan di masa muda.

Sebenarnya hal tersebut sangat lumrah dialami oleh orang yang menginjak usia 20 tahun dan dinamakan Quarter Life Crisis di seluruh dunia. Biasanya krisis ini dialami orang-orang usia antara 20 tahun sampai 35 tahun. Cara pandang diri yang cenderung negatif dalam menghadapi kehidupan inilah yang menjadi krisis. Poin penting dari Quarter Life Crisis adalah hal yang lumrah dialami sebagai proses menuju kedewasaan diri. Jadi jangan merasa hanya kita sendiri yang mengalami, sebab jutaan dari orang-orang usia 20 tahun ke atas juga mengalaminya.

Agar dapat melewati krisis tersebut, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Pertama jadikan krisis ini menjadi tolak awal kita dalam mengenali potensi yang kita miliki. Apakah bisa? Tentu bisa dalam ketidakberdayaan diri pasti akan muncul sebuah pemikiran mengenai apa yang kita inginkan sebenarnya? Lalu apa yang sebenarnya hanya keinginan masyarakat atau keluarga sekitar? 

Sebelumnya antara keinginan kita dan masyarakat atau keluarga sangat sulit dibedakan, saking banyaknya tekanan dari faktor eksternal. Pertanyaan awalan yang didahului ‘’kapan”, sebagai contoh faktor eksternal yang bersumbangsih. Misalnya : kapan wisuda, kapan nikah, kapan punya anak, kapan kerja, kapan dan kapan.

Lalu setelah itu, mana yang hendak kamu penuhi terlebih dahulu antara keinginanmu sendiri atau keinginan masyarakat sekitar. Ada baiknya penuhi diri kamu sendiri saja sebagai sarana mencintai diri sendiri. Jika bukan kita sendiri, siapa yang lantas mencintai dan membahagiakan diri kita? Pasangan, keluarga bukan merupakan orang yang tepat untuk mencintai diri kita.

Hal lain yang menjadi krisis adalah pekerjaan dan uang aka money. Memang benar money can’t buy happiness, but without money yang ada kita pusing tujuh keliling. Apalagi kalau kita berselancar di platform instagram, sejauh mata kita memandang adalah Instagram life a.k.a kehidupan instagram yang penuh kebahagiaan, traveling, shopping, pekerjaan yang yang sukses. Sedangkan untuk yang menjadi krisis dalam pekerjaan adalah jenis pekerjaan yang terkadang terbentur antara passion dengan apa yang menghasilkan uang. 

Beberapa dari kita ingin mengerjakan apa yang menjadi passion dan minat, sedangkan beberapa lagi berpikir mengerjakan hal-hal yang menghasilkan uang. Ya sekali, semuanya memang benar-benar mengenai sebuah pilihan yang harus kita pilih. Selamat datang para young adult ke “the real life” yang penuh pilihan.

Kehidupan keluarga juga turut membentuk krisis ini, sikap dan sifat ayah dan ibu, frekuensi bertengkar orang tua, jumlah hutang keluarga, perselingkuhan orang tua, kakak/adik yang cuek dan masa bodoh, dan masih banyak lagi lainnya. Semuanya seakan menjugding diri kita dan mengatakan diri kita sebagai sosok yang kurang berguna. 

Oke, belum lagi masalah friendship and relationship juga turut berpengaruh dan menambah parah krisis yang terjadi. Apalagi jika kamu adalah perempuan berusia 25 tahun jalan 26 tahun belum punya pekerjaan tetap, hidup dalam keluarga yang bermasalah dan belum memiliki pasangan, duh seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula. Banyaknya pertanyaan kapan dan perbandingan diri yang terbilang rendah dibandingkan teman-teman yang sukses baik dibidang pekerjaan maupun pernikahan.

Hal-hal seperti diatas semakin parah setiap harinya, hingga terkadang pelarian tidur dan meminum obat penenang menjadi sebuah pilihan. Apa itu benar-benar sebuah pilihan yang terbaik? Tidur yang terlalu banyak dan minum obat penenang hingga bermimpi hal-hal negatif yang membuat diri semakin paranoid saja. Bukannya ketenangan batin atas penanganan quarter life malah yang ada semakin tidak nyaman.

Baiklah jalan satu-satunya memang harus lebih memperbaiki diri, mendekat pada Sang Pencipta, dan perbanyak rasa syukur. Mensyukuri atas apa yang selama ini telah kita raih sekecil apapun itu. Baiklah, aku dan kamu mari lebih survive dalam menangkal quarter life crisis. Fighting!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Suka menulis yang sekarang kerja sebagai penyuluh kesehatan. Antusias ke make up dan skincare, tapi belum jago make up.

Editor

Not that millennial in digital era.