Penambahan Kapasitas PLTU Berbahan Bakar Batubara, Solusi atau Malapetaka?

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan listrik, apakah penambahan kapasitas ini menjadi solusi atau malapetaka?

Listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia pada zaman modern saat ini, dengan adanya listrik maka dapat digunakan sebagai sumberdaya bagi benda benda elektronik seperti setrika, televisi, penanak nasi, dan lain lainnya. Semakin bertambahnya populasi masyarakat disuatu tempat maka kebutuhan listrikpun akan semakin meningkat olehkarena itu pemerintah perlu mencukupi kebutuhan listrik di suatu daerah.

Untuk mencukupi kebutuhan listrik negara, Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 mencetuskan sebuah rencana untuk membangun pembangkit listrik sebanyak 35 gigawatt (GW), namun 22 GW diantaranya merupakan PLTU berbahan bakar batubara, yang dimana PLTU berbahan bakar batubara tidak ramah terhadap lingkungan. Dampak negative dari PLTU berbahan bakar batubara dapat mengakikbatkan kerusakan pada lingkungan dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU.

Menurut sebuah data yang dianalisis oleh Koalisi Break Free From Coal Indonesia menunjukan adanya kerugian dari PLTU batubara apabila proyek ambisius pembangunan PLTU batubara Jawa-Bali dilanjutkan. Pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2017- 2026, jumlah dari keseluruhan kapasitas PLTU batubara kurang lebih sudah mencapai sekitar 17 ribu megawatt, sedangkan prakiraan pertumbuhan ekonominya sekitar 7,2%, angka pertumbuhan ekonomi tersebutt terlihat terlalu ambisius. Secara fakta dapat diketahui bahwa pertumbuhan rerata penjualan listrik dalam kurun waktu 2014-2019 hanya mencapai 4,4%. Bila pada penjualan listrik tidak mencpai target yakni 7,2% maka akan ada listrik yang tidak terpakai oleh konsumen. Berdasarkan hasil kalkulasi yang dilakukan oleh koalisi dapat diperkirakan bahwa negara akan mengalami surplus listrik pada tahun 2026 hingga mencapai 71%.

Selain dari kerugian yang akan dialami oleh negara, proyek ambisius inipun mengancam kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU batubara. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti dari Havard University mengatakan bahwa polusi udara yang diakibatkan oleh PLTU batubara ini dapat meyebabkan kematian diini sebanyak 6.500 jiwa/tahun. Jika dilakukan penambahan PLTU batubara maka tentu jumlah korbannya akan semakin bertambah, jika dikalkulasikan dapat mencapai 15.700 jiwa pertahunnya. Berbagai penyakit dari paparan polusi udara diantaranya seperti stroke, jantung, kangker paru paru, dan infeksi saluran pernafasan.

PLTU batubara tidak hanya mencemari udara saja namun juga turut mencemari perairan dan lautan sehingga dapat menurunkan kualitas air dan dapat membunuh mahkluk hidup yang berada di air, hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat yakni kekurangan air bersih dan dapat membuat nelayan mengalami kerugian.

Melihat dari banyaknya permasalahan yang ditimbulkan oleh PLTU batubara ini maka sudah saatnya negara kita mulai meninggalkan PLTU batubara dan beralih ke sumber daya listrik yang lebih ramah lingkungan. Seperti halnya China dan Amerika yang sudah mulai meninggalkan PLTU batunara dan beralih ke sumber energi yang terbarukan.

Dari pemaparan ini dapat dikatakan bahwa penambahan PLTU batubara bukanlah menjadi solusi yang tepat, akan tetapi akan menimbulkan polemik yang serius sehingga dapat menjadi malapetaka bagi negara, oleh karena itu pengalihan energi dari batubara ke sumber energi yang ramah lingkungan lebih dibutuhkan daripada membangun PLTU batubara yang baru.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini