[CERPEN] Penantianku Berakhir dan Mimpi itu Menampakkan Wujud Nyatanya

Namun keajaiban itu datang, entah dari mana aku tidak tahu.

Meraih mimpi itu tidak semudah bermimpi. Adakalanya kita hanya bisa menelan pil pahit kenyataan bahwa mimpi itu tidaklah nyata dan tidak bisa kita nyatakan. Tapi mimpi tetaplah mimpi, kita membutuhkanya untuk bisa bertahan melawan arus kehidupan ini. Mimpi itu suatu hari akan mengarahkan kita ke jalan yang tidak pernah terduga.

Advertisement

Aku percaya, semua berawal dari mimpi. Bahkan mendampingi hidupnya saat ini juga merupakan sebuah mimpi indah dalam tidur panjangku belasan tahun yang lalu. Ketika aku hanyalah seorang abege labil yang masih menggunakan seragam putih-biru (SMP). Mimpi yang kukira hanya akan menjadi bunga tidur yang menemani lelapnya malam-malam panjangku.

Bukan hal yang mudah memang, aku hanya bisa melihat dia dari kejauhan. Mendayung sepeda phoenix kesayangannya menuju sekolah. Dia lelaki terhebat di mataku dan aku bagai si punguk merindukan bulan. He's perfect but I'm so ugly.

Tapi harapan itu muncul ketika dia telah lulus SMA. Sore itu dalam lembayung senja yang merenggut cahaya matahari bergantikan rembulan, dia tersenyum untuk pertama kali padaku. Sekilas lalu. Tapi sampai hari ini aku masih bisa merasakan hatiku terasa menghangat dan kupu-kupu berterbangan di sel-sel otakku.

Advertisement

Semenjak hari itu, mimpi itu semakin besar dan berkembang menjadi mimpi-mimpi baru. Aku seperti berada di awang-awang yang tidak pernah menemukan pijakan. Terus melayang tanpa ada yang bisa mengontrol bunga-bunga yang bermekaran indah di hatiku.

Tapi takdir hanya sebentar berpihak kepadaku. Seiring konflik yang semakin memanas di negeriku tercinta ini, dia harus menjauh dan bersembunyi di kejamnya belantara hutan. Perang membuat bayangnya semakin jauh untuk bisa kugapai. Pemuda-pemuda seumuran dia sangat rentan jika tetap memilih tinggal. Nyawa jadi taruhan.

Advertisement

"Seandainya kita dianugerahi umur panjang, abang jemput kamu setamat SMA. Doakan aku selamat sampai akhir perjuangan!" Itulah yang kubaca disuratnya yang dititipkan sama teman sejawatku saat itu. Air mata tidak lagi bisa kutahan melepas kepergiannya tanpa bisa bertemu untuk terakhir kalinya. Namun lewat surat ini aku paham ada penantian yang mesti kujaga meski aku sadar banyak diantara mereka yang pergi tidak lagi bisa kembali. Maka kepergian seperti ini selalu berakhir menyakitkan.

Aku tidak lagi mendengar berita tentangnya setelah itu. Jejaknya hilang bak ditelan waktu. Meski SMA telah kutamatkan dua tahun yang lalu. Tetapi mimpi itu masih ada. Mimpi yang terus kusirami agar tetap tumbuh subur dalam hatiku karena sebagian diriku pesimis dia bisa kembali tetapi ada satu titik kecil dihatiku yang yakin dia akan datang lagi. Aku mengharapkannya menjadi nyata suatu hari nanti yang entah kapan akupun tidak pernah tahu.

Dalam do'a dia selalu kusertakan namanya. Kutolak semua lamaran yang datang, aku menantinya. Ibu hanya bisa mendukungku kala itu, meski dia selalu mengingatkan agar aku berhenti berharap. Aku tahu ibu sangat mengkhawatirkan keselamatanku karena perawan sepertiku sangat rentan dalam kondisi yang belum menunjukkan tanda damai.

"Ikhlaskan nak." Itulah petuah yang selalu coba ibu tanamkan dalam diriku.

"Tidak aman anak perempuan sepertimu masih tetap melajang dalam keadaan perang seperti ini." begitulah nasehat lain yang sering kudengar darinya.

Aku tetap bergeming, aku percaya mimpi. Kuakui semua ini tidak mudah dan terasa akan berakhir sia-sia. Apalagi beberapa anggota bersenjata muda yang tinggal dan menetap di kampung kerap mampir dirumahku dengan berbagai alasan, agar bisa bertemu dan mengobrol denganku. Bahkan aku hampir goyah untuk segera menikah, ketika ada salah satu dari mereka terang-terangan merayuku untuk memadu kasih. Keadaan yang seakan memaksaku melepaskan mimpi yang telah kujaga erat sedari dulu.

Namun lagi-lagi aku bertahan karena seluruh hatiku menolak untuk berpindah. Namanya seakan sudah terukir permanen di dalam sana yang membuat aku tidak berkutik sedikitpun. Bagiku hanya dia yang pertama dan satu-satunya pria yang bisa menggetarkan dadaku dari dulu dan masih sama hingga kini. Rasaku tidak goyah meski banyak alasan yang memintaku berubah. 

Hingga kemudian bencana yang juga kami anggap anugerah bagi rakyat saat itu, Tsunami melanda daratan Aceh. Musibah inilah yang menjadi awal mula perjanjian damai yang dituangkan ke dalam Mou Helsingki yang pada akhirnya menyebabkan perang itu berhenti. Tetapi dia tidak juga kembali.

Di saat harapanku mulai sirna, aku berpikir saat itulah mimpi itu harus dikubur bersama kenangan yang pernah ia tinggalkan untukku. Dia telah pergi dan tidak mungkin lagi kembali. Barangkali dia telah bahagia dengan keluarga barunya di belahan lain bumi ini atau bisa jadi dia sudah tenang di dimensi lain hidup ini bersama cinta kami yang tidak mungkin lagi bersatu. 

Namun keajaiban itu datang, entah dari mana aku tidak tahu. Dia pulang dengan perawakan yang jauh lebih dewasa daripada dulu aku melihatnya. Tiba-tiba aku jadi gagu dan jutaan kata yang sebenarnya sudah menumpuk  di lidahku tidak lagi bersuara. Aku hanya bisa melihatnya dari sudut rumahku dengan kaku.

Melihatnya disambut haru oleh kerabat dan tetangga dengan ragam tanya yang memuncah. Aku menjadi diriku beberapa tahun silam, menganggapnya mimpi yang tidak nyata. Hanya mampu menatapnya dari kejauhan tanpa bisa mewujudkan diri di hadapannya.

Dia masih sempurna, di mataku sama seperti tahun-tahun yang lalu.  Dan yang tidak kusadari pun terjadi, dia berdiri tepat di hadapanku. Tersenyum hangat sama seperti saat pertama kali senyumannya diserahkan padaku. Debar yang sama juga muncul di jantungku dengan ribuan kupu-kupu yang juga menggelitik sisi lain tubuhku. Tubuhku menegang, seperti patung. Kata-kata itu keluar begitu saja di mulutnya.

"Jak ta menikah, Abang ka troek woe meugisa!" (Ayo menikah, abang sudah kembali dihadapanmu)

Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutku. Tetapi aku tahu dia mengerti, diamnya perempuan berarti iya dalam bahasa yang lain. Dia tersenyum lagi, lebih hangat dan bahagia. Aku meleleh dalam pusaran matanya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Panggil saja NH. Seorang wanita penikmat senja dan hujan. Menulis adalah seni menikmati hidup agar kenanganmu abadi dalam aksara.

CLOSE