Pengalamanku Saat Pertama Kali Ikut Modelling. Minder dan Demam Panggung~

Ditunjuk menjadi perwakilan sekolah adalah hal menegangkan bagi anak kecil

Siapa yang tidak merasakan gugup saat pertama kali ditunjuk untuk maju ke atas panggung? Istilah demam panggung bukan lagi istilah yang asing di telinga banyak orang. Demam panggung adalah hal paling menyebalkan, apalagi jika merasakan itu sewaktu masih kanak-kanak.

Aku teringat pengalaman pribadi waktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Dulu aku bukan tipikal murid yang aktif. Justru malah kebalikannya, mamaku yang aktif di kalangan guru dan wali murid lain sehingga mau nggak mau aku pun turut dikenal para guru.

Waktu SD, aku paling nggak suka tampil di depan umum karena nggak nyaman dengan tatapan-tatapan orang lain. Aku minderan sekali waktu itu, Namun sayangnya karena aku selalu diam dan nggak aktif justru membuat salah satu guru yang dekat sama mama jadi penasaran. Ketidaktifanku memancing beliau, guru pelatih vokal paduan suara, untuk mengajak saya bergabung ke grup paduan suara. Bukan hanya menjadi anggota, melainkan menjadi dirigen. Tau dirigen, kan? Yap, pemimpin orkes atau paduan suara yang berdiri paling depan di antara yang lain. 

Otomatis semenjak terpilihnya aku jadi dirigen paduan suara membuatku jadi murid paling menonjol. Entah di upacara setiap Senin, bahkan saat perlombaan paduan suara yang menjadikanku seorang dirigen dari tim paduan suara perwakilan sekolah. 

Dimulai dari situ, suatu hal yang nggak aku harapkan terjadi. Aku ditunjuk untuk tampil di panggung buat jadi ala-ala model sewaktu hari Kartini. Ingat sekali rasanya jantung berdebar sampai mulas, membayangkan reaksi penonton seperti apa. Kaki lemas ketika menunggu giliran tampil di panggung dan takut mengecewakan mama meskipun beliau juga nggak masalah kalau aku kalah. 

Tapi sayangnya, aku menang. Ketika tampil di panggung entah mengapa perasaan gugup, cemas, dan segala yang aku rasakan sebelum tampil menghilang dalam sekejap. Aku merasakan sensasi menyenangkan saat menggerakkan tubuh menjadi seorang model dengan baju kebaya dan rok panjang batik. Aku mendapat penilaian tertinggi kedua se-sekolah. Tentu saja, piala. 

Itu prestasi pertamaku, dan jujur saja aku kaget bukan main. 

Semenjak itu, setiap kali ada perayaan Hari Kartini dan sekolahku mengadakan kontes modelling, aku selalu ditunjuk. Lalu meningkat menjadi aku ditunjuk ke kompetisi modelling antarsekolah yang memeragakan baju muslimah. Kalau diingat-ingat, itu adalah pengalaman konyol karena aku malah terjungkal ke depan sewaktu naik tangga ke panggung. Dan di perlombaan itu, aku kalah. 

Grogi sekali karena ditonton banyak orang. Begitulah yang aku rasakan. Ketika ada acara perpisahan kelas, aku juga yang ditunjuk sebagai perwakilan kelas untuk tampil modelling di depan kepala sekolah!

Di umur yang sudah menginjak 19 tahun, mengingat semua itu justru membuat aku tertawa. Murid yang nggak aktif dan pendiam sepertiku ternyata dipercaya sebegitunya dan akhirnya mendapatkan pengalaman yang berharga.

Terima kasih untuk guru pelatih vokal paduan suaraku karena telah membawa diri ini keluar dari zona nyaman.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

seorang perempuan. 19 tahun. menulis adalah menciptakan rumah untuk menjadi diri seutuhnya.