Perkara Gender dalam Mainan Anak, Nggak Sepele Loh!

Anak laki-laki itu mainnnya robot.

Advertisement

Anak laki-laki jangan dikasih mainan masak-masakan, itu mainan cewek.

Anak perempuan mainannya boneka, bukan motor-motoran.

Apakah kalimat-kalimat tersebut sering kalian dengar? Mungkin banyak dari kalian yang sering mendengarnya, karena kalimat tersebut memang kalimat yang masih sering diucapkan oleh para orang tua. Para orang tua sering mengkotak-kotakkan harus seperti apa laki-laki di didik dan harus seperti apa seorang laki-laki bersikap. Oleh karena itu, ketika sudah besar kerap kali ditemui ketimpangan perbedaan dalam segala aspek kehidupan antara laki-laki dan perempuan.

Advertisement

Anak laki-laki diidentikkan dengan sosok yang kuat, pemberani, tidak boleh menangis, dan sebagainya. Sedangkan anak perempuan sebaliknya. Hal ini pula yang membentuk mind set bahwa laki-laki berbeda dengan perempuan. Dimana seorang perempuan bebas menunjukkan emosinya sedangkan laki-laki harus menyembunyikan emosinya dan tetap bersikap kuat dalam keadaan apapun.

Hal sekecil mainan pun turut menjadi perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Seorang laki-laki hanya boleh bermain robot yang bisa bertransformasi, motor-motoran dan sejenis mainan otomotif lain. Anak laki-laki tidak boleh menyentuh mainan boneka atau masak-masakan yang notabene mainan tersebut di cap sebagai mainan perempuan.

Advertisement

Perbedaan ini semakin diperjelas dengan strereotip yang diciptakan oleh toko mainan atau orang yang memproduksi mainan, dimana mainan masak-masakan dan boneka diidentikkan dengan warna pink, sedangkan mainan robot dan mainan otomotif diidentikkan dengan warna biru. Sehingga pada akhirnya hal sekecil warna pun turut menjadi pembeda antara laki-laki dan perempuan.

Perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang terus berkembang sampai saat ini tidak lain adalah hasil dari pemikiran kita sendiri, hasil dari apa yang ditamankan orang tua kepada anaknya. Orang tua cenderung mengkotak-kotakkan seperti apa seharusnya lak-laki bersikap dan seperti apa seharusnya  perempuan bersikap yang membuat ketimpangan antara laki-laki dan perempuan semakin nyata.

Lalu bagaimana nasib anak laki-laki yang kebetulan menyukai masak-masakan? Hal ini sering menjadi perbincangan. Laki-laki yang kebetulan menyukai mainan masak-masakan akan dianggap aneh oleh temannya, mereka akan sering diejek dan dianggap sebagai bencong. Hal ini akan mengurangi kepercayaan dirinya dan membuat mereka minder. Hingga akhirnya sampai dewasa mereka cenderung menghindari berteman dengan laki-laki dan lebih banyak berteman dengan perempuan.

Fenomena ini banyak terjadi di sekitar saya. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menangah Atas (SMA) saya selalu menjumpai minimal satu orang laki-laki yang lebih nyaman mengobrol dan berteman dengan perempuan dibanding dengan teman laki-laki lainnya. Pernah suatu hari anak laki-laki di kelas saya bermain bola, namun ada satu anak laki-laki yang asik duduk dipinggir lapangan dan hanya melihat teman-temannya bermain. Kemudian saya bertanya kepada teman satu teman saya tersebut mengapa ia tidak ikut bermain bersama teman laki-laki lainnya. Kemudian ia menjawab apabila ia bermain dengan teman laki-laki lainnya maka ia akan merasa minder dan sering kali ia diejek karena tidak bisa bermain bola. Usut punya usut ternyata sejak kecil teman saya ini sudah diejek dan dijauhi oleh teman sebayanya sebab ia suka bermain masak-masakan saat kecil. Sangat miris bukan?

Hal-hal sepele seperti mainan pun dapat menghambat seorang anak berkembang bahkan dapat menurunkan kepercayaan diri seorang anak hanya karena ia menyukai mainan yang berbeda dari teman lainnya. Hal ini sudah seharusnya diperhatikan oleh para orang tua. Seorang anak seharusnya diberikan kebebasan dalam memilih apa yang ia suka. Apabila orang tua terus mengkotak-kotakkan antara mainan laki-laki dan perempuan, maka ketimpangan gender akan terus terjadi. Bahkan sampai dewasa, perbedaan antara laki-laki dan perempuan terlihat jelas dalam segala aspek kehidupan. Mulai dari pekerjaan, tugas-tugas yang dijalankan, bahkan sampai jabatan di suatu tempat.  

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dirasakan sejak kecil membuat tugas-tugas dasar rumah tangga seperti menyapu dan memasak menjadi tugas pokok untuk seorang wanita. Sedangkan tugas mengangkat galon dan mencuci kendaraan menjadi tugas seorang laki-laki. Di dalam kehidupan rumah tangga akan dianggap aneh apabila seorang suami yang memasak. Namun akan dianggap wajar apabila seorang wanita mengangkat galon. Bukankah ini adalah hasil nyata akibat mengkotak-kotakkan mainan anak laki-laki dan perempuan?

Padahal apabila dilihat secara netral, memasak, menyapu, mengangkat galon, dan mencuci kendaraan seharusnya menjadi basic skill bagi semua orang. Laki-laki ataupun perempuan harus bisa melakukannya agar mereka mampu bertahan hidup. Bayangkan saja apabila seorang laki-laki hidup di kost atau kontrakan sendiri lalu mereka tidak bisa memasak dan menyapu, akan jadi seperti apa mereka? Tentu mereka akan kesusahan apabila tidak bisa memasak dan menyapu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa memasak, menyapu, mengangkat galon, dan mencuci kendaraan adalah basic skill yang harus dimiliki oleh setiap orang baik laki-laki ataupun perempuan

Hal-hal sekecil mengkotak-kotakkan mainan bagi laki-laki dan perempuan ternyata membawa pengaruh yang cukup besar untuk kehidupan seorang anak. Hal ini seharusnya sudah dihetikan sejak dahulu, biarkan anak-anak memilikh apa yang mereka mau dan mereka suka selama hal tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku. Sebagai orang tua sudah seharusnya kita memberi dukungan penuh terhadap apa yang disukai oleh anak-anak dan tidak lupa untuk mengarahkan mereka. Laki-laki sekalipun menyukai masak-masakan tetaplah menjadi seorang laki-laki.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini