Perkara Menanti dan Menjaga Hati, Kita Perlu Belajar Banyak dari Pasir dan Ombak di Lautan

Perkara menanti dan menjaga hati

Ada yang sudah bosan dengan penantian? Kata terakhir yang disebutkan tadi memang terdengar melelahkan bagi sebagian orang. Menanti hari demi hari apalagi soal hati tentu tidak lah mudah bagi diri. Diri yang sedang sendiri seringkali dihantui oleh kecemasan dan perasaan berpaling hati. Kecemasan memang wajar, apalagi bagi diri yang tak pernah berikhtiar dan bertawakal kepada sang pemiliki hati. 

Soal menanti, setidaknya ada dua kunci agar kita tak lelah dalam menanti. Pertama adalah soal memahami dan yang kedua adalah tak mudah menghakimi. Pernah dengar cerita cinta Ombak dan Pasir di pinggir pantai? 

Konon mereka adalah pasangan teladan. Dari mereka kita akan temukan banyak pelajaran. Mereka berdua tak selamanya bersama. Bahkan ketika kisah ini dituliskan. Mereka selalu dipisahkan tatkala angin memanggil sang ombak untuk kembali ke tengah samudra. Namun di saat perpisahan itu, mereka selalu yakin suatu saat di waktu yang tepat mereka akan kembali bersama.

Pasir yang selalu ditinggal oleh Ombak tak pernah bersedih dan lelah menanti saat Angin memintanya pergi ke lautan. Begitupun saat Ombak pergi meninggalkan sang Pasir. Banyak waktu dan hari terlewati, namun mereka teguh dalam berjanji. Berjanji untuk saling memahami. Berjanji untuk mentaati hati dan tak mengkhianati. Pasir memahami bahwa sang Ombak sedang ditugasi oleh Angin di tengah huru hara lautan, dan Ombak pun selalu percaya pada Pasir bahwa ia tak pernah lelah menanti dirinya untuk kembali. 

Keduanya tak cepat menghakimi tatkala sang Pasir tak melihat ombak dari ujung pantai. Begitupun saat sang Ombak tak melihat sang Pasir dari tengah lautan.  Padahal saat ombak berada di lautan, banyak kerang indah berlomba berdatangan kepada Ombak. Begitupun dengan pasir, banyak mutiara berlian menghampiri Pasir dari arus lautan ke pinggir pantai. Hingga saatnya tiba keduanya, melepas rindu tak bertemu dari sebuah penantian yang panjang dan melelahkan.

Itulah akhir dari kisah Ombak dan Pasir di ujung pantai. Sebuah cerita yang tak jarang orang sadari dan amati di balik gagahnya suara deras Ombak dan indahnya alunan Pasir  dipinggiran pantai.

Namun ada satu peristiwa di balik itu semua yang belum diceritakan. Di balik adanya rasa saling memahami ada satu hal yang tak kalah penting. Yaitu soal keberanian mengungkapkan. Pasir tentu bukan penyihir yang bisa mengetahui semua isi benak sang ombak. Begitupun ombak, dia bukanlah yang sering berbicara banyak. Maka jika ada sesuatu saling mengungkapkanlah. Karena pasir tentu tak pernah tahu siapakah yang ada dalam hati si Ombak. dan Ombak pun tak bisa menganggap bahwa sang Pasir pasti tahu aka isi hatinya jika tak memberitahu.

Maka bagi kita yang hatinya belum memiliki nama, ataupun namanya belum ada di hatinya, teruslah berdoa, karena prinsip doa adalah keyakinan. Maka yakinlah doamu sampai pada arasy. Ibarat mendayung dalam perahu, satu dua mungkin tak ada pulau yang dilihat mata. Tapi tiga dan seterusnysa tibalah kita di pelataran dermaga.

Jangan risau saat namamu tak ada dalam doanya, ataupun saat doamu tak berujung ke dalam hatinya. Karena jikalau doa baik yang kau panjatkan tak mendapatkanya, sejatinya kamu telah mendapatkan cinta-Nya dan dicintai oleh-Nya. 

Dan perlu juga kita ingat, hati-hati terhadap hati. Karena kadang ada sebagian yang hanya ingin mengetuk hati karena penasaran lalu pergi. Meskipun ada juga yang datang dengan perasaan hingga akhirnya membersamai.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa yang sedang berjuang dan menimba ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya , Malang

Editor

Not that millennial in digital era.