Pertanyaan Mengenai Jodoh Saat Lebaran Dalam Pemikiran Strukturalis dan Postrukturalis di Masyarakat

sering terjadi ditengah masyarakat pertanyaan tentang jodoh di hari raya yang meresahkan generasi millenial

Hari lebaran merupakan momen dimana semua orang akan pulang ke kampung halamannya masing-masing untuk bertemu sanak saudara dan keluarga yang ada di kampung halaman yang sudah ditinggalkan begitu lama dari perantauan. Entah itu merantau untuk bekerja ataupun bersekolah. Namun momen lebaran selalu digunakan untuk pulang ke kampung halaman.

Advertisement

Momen lebaran digunakan sebagai waktu untuk dapat bercengkrama, bercerita tentang pengalaman yang dimilikinya selama ada di perantauan.

Namun, ada hal yang biasanya pertanyaan ini akan menjadi momok mengerikan bagi kaum muda disaat lebaran yang sering kali dijadikan meme setiap tahun yaitu: Sudah punya jodoh? Kapan mau menikah? Sudah punya pasangan belum?dst. Pada momen hari lebaran pertanyaan tersebut tidak hanya dilontarkan satu atau dua kali, melainkan setiap kali berkunjung ke sanak saudara selalu akan menanyakan pertanyaan tersebut.

Apalagi teruntuk kaum millennial (lahir pada tahun 1982-2000) yang telah berusia diatas 27. Jenjang pernikahan merupakan hal yang sudah wajib untuk dapat dicapai. Jika dalam rentang umur tersebut belum menikah maka akan dijadikan aib oleh keluarga.

Advertisement

Stigma Generasi Babby Boomers dan Gen X Mengenai Orang Yang Belum Menikah Di Usia 27 Tahun Keatas.

Dalam generasi babby boomers (lahir pada tahun 1946-1964) dan gen X (1965-1981) kebanyakan dari generasi tersebut akan menganggap orang yang sudah berumur 27 tahun keatas haruslah sudah menikah. Mereka menganggap bahwa yang belum menikah sampai pada umur tersebut merupakan sebuah aib keluarga.

Advertisement

Stigma tersebut memang sudah mengakar kedalam budaya yang ada pada generasi tersebut. Pemikiran itu berdasar pada pemikiran strukturalis. Structuralisme merupakan aliran pemikiran yang secara ilmiah (objektif, ketat, berjarak), mencari struktur terdalam dari realitas yang tampak kacau dan beraneka ragam di permukaan. Pemikiran strukturalisme didasarkan pada masalah kebudayaan yang ada di sekitar. (M. Syaom Barliana, 2008)

Pemikiran strukturalisme yang ada pada generasi Boomer dan X cenderung mengurangi dan mengabaikan peran dari subjek. Mereka menekankan pengaruh dari sistem kultural ketimbang realitas ,kesadaran dan argumen dari seorang individu. Hal itu yang mengakibatkan seorang mendapatkan stigma menjadi aib jika belum menikah pada umur 27 keatas.

Para orang tua dari anak yang belum menikah pada umur 27 keatas akan cenderung menyalahkan hal tersebut kepada anaknya dan akan menekankan untuk cepat menikah.

Generasi Millenial Memandang Sebuah Pernikahan

Berbeda hal nya dari generasi sebelumnya. Bagi generasi millennial sebuah pernikahan adalah tidak sekedar menyatukan kedua manusia yang menjadi sepasang, cieee.

Generasi millennial memandang sebuah pernikahan haruslah tidak hanya pada kesiapan lahir maupun batin, Namun, lebih dari itu. Generasi millennial memandang sebuah pernikahan dibutuhkan kesiapan mental, kemapanan, dan juga finansial yang stabil.

Hal tersebut didasari oleh pemikiran dari generasi millennial yang cenderung postrukturalis. Postrukturalis adalah sebuah aliran pemikiran yang bertindih kepada sebuah rasionalitas, budaya adalah sebuah kajian teoritis, membaca sesuatu hal dari kacamata setiap individu.

Maka generasi millennial melihat sebuah rasionalitas dari pernikahan adalah kesipan mental dan finansial, karena pernikahan akan dijalankan seumur hidup hingga maut yang memisahkan.

Beberapa Penyebab Generasi Millennial Enggan Untuk Menikah dan Juga Menunda Untuk Melakukan Pernikahan

Dalam jurnal Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental Makna Pernikahan pada Generasi Milenial yang Menunda Pernikahan dan Memutuskan untuk Tidak Menikah, disebutkan bahwa dari penelitian yang di ikuti oleh 60 partisipan millennial. Disebutkan ada 63,3% melakukan untuk menunda pernikahan dan 36,7% menolak ataupun enggan untuk melakukan pernikahan. (Nurviana & Hendriani, 2021)

Berikut adalah penyebab dari keengganan untuk melakukan pernikahan dan juga menunda untuk melakukan pernikahan pada generasi millennial :


  1. Sesuatu yang hanya boleh dilakukan jika sudah siap secara fisik, mental, dan finansial dan sudahdipikirkan secara matang- matang dan sakral

  2. Tahapan hidup baru dan idealnya dilakukan sekali untuk selamanya

  3. Perlu banyak komitmen dan tanggung jawab menjalani hidup bersama pasangan

  4. Keadaan terikat dengan pasangan

  5. Mengharuskan mempunyai financial yang stabil ditegah ketidakstabilan perekonomian.

  6. Tuntutan untuk mempunyai rumah dan mobil sebagai bentuk kemapanan.

Solusi yang Bisa Dilakukan oleh Generasi Millenial Terhadap Pertanyaan Sudah Punya Jodoh atau Belum di Hari Lebaran

Pada akhirnya kita harus berdamai dengan keadaan terhadap orang yang mempunyai pertanyaan tersebut. Namun yang bisa kita lakukan adalah menjelaskannya dengan bahasa yang halus. Toh kan, waktunya maaf – maafan bukan waktunya untuk perang dingin.

Sumber Data :

M. Syaom Barliana. (2008). S E M I O T I K A : S E M I O T I K A : 1–17.

Nurviana, A., & Hendriani, W. (2021). Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental Makna Pernikahan pada Generasi Milenial yang Menunda Pernikahan dan Memutuskan untuk Tidak Menikah. 1(2), 1037–1045.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE