Pesan Rahasia Ahmad Tohari Dibalik Novel Ronggeng Dukuh Paruk, Motivasi Melawan Pandemi

Dari Ahmad Tohari kita diingatkan untuk tidak melupakan sisi kemaanusiaan dalam diri mereka, terlebih ketika menghadapi situasi baru akibat pandemi saat ini.

Siapa yang tak kenal Novel Ronggeng Dukuh Paruk? Novel melegenda karya Ahmad Tohari, seorang penulis asal Banyumas. Beliau adalah sastrawan yang dikenal jeli dalam mengamati fenomena-fenomena sosial budaya sekaligus berani mengungkap fakta kemanusiaan pada karya-karyanya yang fenomenal hingga saat ini.

Salah satu karyanya yang sukses mencuri perhatian adalah Novel Ronggeng Dukuh Paruk. Novel ini mengisahkan perjalanan hidup Srintil, seorang ronggeng yang pernah menjadi saksi kejamnya kehidupan pada masa G 30 S/PKI. Karena itu pula, novel ini menuai banyak kontroversi karena dianggap dekat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia) sehingga menyebabkan penerbitannya terancam dibatalkan.

Sebelum melanjutkan menulis novel ini, Ahmad Tohari sempat dirundung kegundahan antara menuntaskannya atau tidak. Kecemasan dan kekhawatiran dalam hatinya saat memikirkan kalau-kalau ia akan menghadapi masalah besar membuatnya memikirkannya berulang kali. Namun, anak yang lahir dari pasangan suami istri Bapak Muhammad Diryat dan Ibu Saliyem ini tak mau menyerah. Ia memilih lebih mengedepankan sisi kemanusiaannya daripada kecemasan yang terus menghantuinya.

Pada akhirnya, ia berhasil menceritakan seluruh alur kehidupan seorang gadis bernama Srintil yang menjadi ronggeng di sebuah desa yang disebut Dukuh Paruk, desa kecil yang dirundung kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan. Dengan adanya Srintil sebagai ronggeng di desa tersebut memberikan semangat kehidupan baru pada desa kecil tersebut. Karena ronggeng adalah lambang kehidupan sekaligus jati diri bagi sebuah desa.

Namun menjadi ronggeng ternyata tidak semudah yang Srintil bayangkan, ia harus melewati banyak hal untuk menjadi seorang ronggeng, bermula dari tradisi ‘bukak klambu’ yang mengharuskannya merelakan keperawanannya sebagai bagian dari ritual hingga harus berjoget dan tidur dengan siapa saja yang bisa membayarnya. Secara tidak langsung, hal tersebut sangat menjatuhkan harga diri Srintil sebagai  perempuan.

Tidak berhenti sampai disitu, pergolakan politik pada masa itu membuat Dukuh Paruk tertimpa malapetaka karena kebodohan mereka tentang politik. Semua orang di desa tersebut, tak terkecuali Srintil, ditahan dan divonis sebagai pengkhianat negara serta diperlakukan secara semena-mena.

Pengalaman pahit yang dialami Srintil selama menjadi tahanan politik seperti menyadarkannya akan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Oleh karena itu, setelah bebas ia berniat memperbaiki citranya yang sempat tercoreng dengan berhenti melayani lelaki manapun dan menjadi wanita somahan seutuhnya.

Lewat kisah tersebut, kita bisa melihat banyak nilai-nilai moral kemanusiaan dalam hidup Srintil yang ingin disampaikan Ahmad Tohari. Terlepas dari kontroversinya, pembaca seperti diingatkan untuk tidak melupakan sisi kemaanusiaan dalam diri mereka, terlebih ketika menghadapi situasi baru akibat pandemi corona saat ini.

Seperti yang kita ketahui, virus corona telah menjadi pandemi global yang menyerang Indonesia sejak awal tahun 2020. Virus ini sangat berbahaya hingga berpotensi mematikan siapapun yang menjadi inangnya. Ketika informasi tersebut sampai ke telinga masyarakat, masyarakat menjadi panik. Banyak dari mereka berbondong-bondong membeli bahkan memborong berbagai APD seperti masker, hand sanitizer, face shield, dan lain-lain dengan jumlah yang tidak sedikit. Akibatnya, APD menjadi langka dan harganya melonjak naik.

Seiring berjalannya waktu, jumlah kasus meninggal terus bertambah. Semakin banyak korban jiwa, semakin menipis pula area pemakamannya. Namun di tengah situasi tersebut, beberapa masyarakat yang masih saja menolak jenazah korban untuk dimakamkan di wilayah mereka. Hal itu mereka lakukan dengan alasan takut tertular virus dari jenazah-jenazah para korban.

Dari dua kasus di atas dapat kita lihat wujud nyata keegoisan manusia di tengah situasi pandemi saat ini. Mulai dari masyarakat yang berbondong-bondong membeli APD untuk diri mereka sendiri, tanpa memikirkan bahwa masih banyak tenaga medis dan orang yang terjangkit kekurangan APD untuk mereka gunakan. Hingga masyarakat yang tetap menolak jenazah untuk dimakamkan di wilayahnya, meski tahu area lahan pemakaman sudah sangat menipis.

Melalui Novel Ronggeng Dukuh Paruk, dapat kita rasakan bahwa sang penulis ingin menyampaikan makna kemanusiaan bagi siapa saja yang membacanya. Ahmad Tohari seperti berpesan agar dua kasus di atas tidak terulang kembali. Beliau tidak menginginkan manusia menjadi egois dan menghiraukan sisi kemanusiaannya. Justru, alangkah baiknya manusia lebih mengedepankan kepeduliannya terhadap orang lain dengan saling membantu dan tolong menolong.

Bila itu terwujud, Tohari yakin hidup yang kita anggap sulit akan terasa lebih mudah. Sisi kemanusiaan dalam hati manusia pun tidak akan hilang meski akan terjadi musibah besar di masa depan. Karena itulah, mari sama-sama jadikan musibah meluasnya pandemi virus corona ini sebagai momentum untuk memperkuat jiwa kemanusiaan sesama manusia agar hidup yang kita jalani menjadi lebih indah.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini