Polemik Nikah Dini yang Jadi Tradisi

Begitu banyak bahaya yang mengancam para pelaku nikah dini, akankah tradisi ini terus dipertahankan ?

Desember 2018 lalu, jejaring sosial Indonesia dihebohkan dengan viral-nya pernikahan dini yang dilakukan oleh anak perempuan berusia 14 tahun dengan bocah laki-laki yang masih berusia 9 tahun. Kisah ini dibagikan oleh sebuah akun Instagram Makassar_info yang menampakan prosesi pernikahan sang bocah.

Advertisement

Tidak diketahui pasti dimana kejadian itu berlangsung, namun yang jelas pernikahan dini ini terjadi di Indonesia pada 16 Desember 2018 lalu.

Dikutip dari Tempo, terdapat sebuah berita yang berjudul “ Viral! Bocah 9 tahun menikah dengan bocah 14 tahun”. Dalam berita dijelaskan bahwa alasan kedua bocah ini nekat menikah di usia yang tergolong masih sangat muda karena terlibat Cinlok atau cinta lokasi saat sama-sama berlibur di waterboom.

Kejadian bermula saat Habibie (bocah laki-laki) bertemu dengan Asma Wilalbi (bocah perempuan) di perosotan air wahana waterboom dan mulai jatuh cinta. Karena takut akan jatuh ke perangkap zina maka orang tua kedua bocah mengizinkan untuk menikah.

Advertisement

Lantas, pantaskah seorang anak yang masih sangat muda dinikahkan dan dituntut/menuntut  untuk bekeluarga ?

Di Indonesia sendiri, pernikahan dini merupakan sebuah hal yang lumrah bagi sebagian orang, hingga ada yang menganggapnya sebagai tradisi. Pernikahan dini di Indonesia itu sah-sah saja dan dinilai wajar, alasannya ‘dari pada terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan’.

Advertisement

Menurut data yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2015 Indonesia masih termasuk negara dengan jumlah kasus pernikahan dini tertinggi dikawasan Asia Timur dan Pasifik. Meskipun angka tersebut masih terus diperbaharui setiap tahunnya, namun pernikahan dini di Indonesia termasuk kedalam tahap yang mengkhawatirkan.

Pernikahan dini yang dilakukan masyarakat Indonesia dapat menggambarkan kualitas dari masyarakatnya itu sendiri. Anak yang masih harus menempuh jalan panjang dalam kehidupannya tiba-tiba harus melonjak naik menjadi dewasa karena pernikahan. Terlepas itu pernikahan yang diinginkan sendiri atau tidak. Namun yang jelas, pernikahan dini dapat memperburuk kualitas dari seorang anak atau remaja.

Kenapa pernikahan dini dilarang ?

Pernikahan dini dilarang karena menimbulkan banyak resiko yang membahayakan, baik itu dalam segi biologis, mental, ekonomi hingga budaya. Anak-anak yang masih dibawah umur, secara biologis belum siap untuk menerima hal-hal yang seharusnya tidak diterimanya untuk usia yang begitu belia.

Kekuatan mentalnya juga bisa terganggu. Karena, waktu dimana mereka harus menikmati fase kanak-kanak dan bermain tiba-tiba harus dewasa dengan sendirinya karena pernikahan. Bukan hanya itu, perceraian juga rentan terjadi bagi pasangan-pasangan nikah dini. Masalah pernikahan dini ini bukanlah suatu hal yang sepele.

Namun nyatanya, masih ada beberapa daerah di Indonesia yang menganut tradisi dan budaya nikah dini, salah satunya daerah Jorong Mawar, Nagari Lubuk Jantan, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Daerah yang terdapat dipelosok Tanah Datar ini termasuk kedalam daerah terisolir yang mana masyarakatnya masih hidup dengan standar yang masih tradisional. Meski beberapa dari masyarakatnya sudah tersentuh dan paham akan teknologi.

Dalam tradisi Jorong Mawar, nikah dini sudah seperti makan bakso dengan teh sosro. Tak bisa dipisahkan. Pada usia 13 atau 14 tahun, anak-anak yang sudah ‘mengampuni’ untuk menikah maka akan dinikahkan oleh keluarganya. Ada berbagai alasan yang dapat dijadikan sebagai pendukung mereka untuk melakukan nikah dini, salah satunya karena tuntutan ekonomi.

Bahkan bagi anak SD, untuk mengunjungi atau menghadiri pernikahan teman sebayanya merupakan hal yang lumrah. Jika biasanya orang-orang menghadiri pernikahan teman pada usia 20 tahun atau 30 tahun, anak-anak Jorong Mawar menghadiri pernikahan teman di usia 14 tahun atau 15 tahun. Perbandingan usia yang sangat jauh. Ironi memang, namun inilah kenyataan yang terjadi di Jorong Mawar.

Sebenarnya apa yang membuat pernikahan dini ini masih dipertahankan oleh masyarakat Jorong Mawar hingga sekarang ?

Kuatnya tradisi menjadi salah satu penyebab nikah dini masih berlangsung di Jorong Mawar hingga saat ini. Jika pada zaman dahulu nenek moyang warga Jorong Mawar menikah dini karena memang sudah budaya orang zaman dulu seperti itu, maka masyarakat Jorong Mawar sekarang menikah dini karena tradisi dari nenek moyang itu sendiri.

Perkembangan zaman dan perubahan pola pikir seperti tidak berpengaruh besar terhadap warga Jorong Mawar. Selama masyarakat masih menganggap pernikahan dini sebagai budaya turun temurun yang harus dilestarikan, maka pernikahan dini akan terus berlangsung hingga kapanpun.

Namun, sebenarnya ada beberapa resiko dan bahaya yang dapat mengancam anak yang menikah diusia dini.

Pertama, seorang wanita nikah dini yang hamil diusia belia dapat berisiko mengalami kematian, baik itu kematian sang ibu ataupun sang bayi. Hal ini terjadi karena secara mental dan reproduksi, wanita yang masih belia belum siap untuk melahirkan seorang anak. 

Dikutip dari kompas, Kematian ibu dilaporkan meningkat 2-4 kali lipat pada kehamilan usia dini dibandingkan dengan kehamilan di atas usia 20 tahun. Badan Pusat Statistik melaporkan pada 2016, sekitar 26,16% perempuan yang melahirkan anak pertama mereka berada pada usia di bawah 20 tahun. Dengan kata lain, lebih dari seperempat perempuan usia subur di Indonesia, melahirkan pada usia di bawah 20 tahun.

Kedua, lemahnya pola asuh yang diberikan orang tua belia kepada anak (jika sampai memiliki anak). Karena secara logika pasangan yang menikah dini belum atau bahkan tidak merencanakan pernikahan dan kehidupan berumah tangganya secara maksimal. 

Persiapan sebelum pernikahan itu sangat penting, karena akan menjadi pedoman bagi kedua pihak untuk merencanakan kehidupan rumah tangganya kedepan. Pola asuh menjadi lemah merupakan salah satu akibat jika kedua pihak tidak memiliki perencanaan pernikahan dan rumah tangga.

Ketiga, perceraian. Pernikahan dini sangat rentan akan masalah perceraian. Hal ini disebabkan oleh pasangan yang belum siap atau bahkan tidak siap akan munculnya perselisihan. 

Sikap yang belum siap akan munculnya perselisihan inilah yang mengakibatkan resiko perceraian, karena ketidakmampuan mencari solusi dalam menyelesaikan masalah. Ujung-ujungnya yang menjadi dampak dari ini semua adalah anak-anaknya.

Mengingat bahaya yang menghantui, tak heran mengapa negara Indonesia sendiri melarang akan praktek pernikahan dini. Hal ini diterapkan dengan dibentuknya UU No.1 tahun 1974 tentang pernikahan. 

Pada pasal 7 ayat 1 UU pernikahan dijelaskan bahwa “ Pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun”. Ditegaskan bahwa pernikahan pria yang berusia dibawah 19 tahun dan wanita dibawah usia 16 tahun itu tidak diizinkan.

Bahkan baru-baru ini pemerintahan mengajukan usulan revisi dari UU pernikahan dengan menaikan batas minimal seseorang dapat menikah. Usulan ini diajukan karena banyaknya desakan masyarakat untuk menaikan batasan usia pernikan, yang awalnya 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita menjadi 22 tahun untuk pria dan 20 tahun untuk wanita. Bukan tanpa alasan, ini dikarenakan melihat maraknya pernikahan dini yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

Sayangnya, keberadaan hukum batasan usia pernikahan ini kurang kuat. Masih ada dispensasi yang diterapkan sehingga pernikahan dini masih saja terus berlangsung.

UU pernikahan tidak melarang tegas praktek nikah dini, dengan diterapkannya beberapa celah pada kasus-kasus tertentu. Kantor Urusan Agama (KUA) yang mengurus tentang pernikahan masih memberikan dispensasi wanita atau pria dibawah batas usia untuk menikah. 

Lantas apakah kita harus mengubah budaya yang sudah terjadi secara turun temurun ?

Mengubah budaya dalam struktur masyarakat yang terus dilaksanakan secara turun temurun memang bukan perkara yang mudah. Butuh dukungan dan kesadaran dari berbagai pihak akan pentingnya permasalahan nikah dini ini. Namun, kalaupun tidak bisa dirubah, kita bisa memperbaikinya. 

 Pihak yang mengambil peran sangat penting dalam pernikahan dini adalah orang tua. Cobalah untuk tidak lagi berfikir primitif di zaman modern ini. Sebisa mungkin mementingkan dan peduli akan kesiapan sang anak dulu kalau ingin menikahkan. Jangan asal menikahkan anak dengan usia yang belum memadai. Karena ini juga akan berdampak pada kehidupan sang anak kelak.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang mahasiswa jurnalistik yang ingin menjadi penulis handal

CLOSE