Puisi 1 : Paradoks Kopi dan Kau
Kopi dan kau
Mana yang akan kuhapus dari dunia ini?
Kopilah yang dulu membuat kita bertemu,Â
Jika kuhapus kopi maka dalam diriku tidak ada kau
Jika kuhapus kau, maka bersua kopipun aku tidak
Bagaimana jika kuhapus dua-duanya?
Maka kemugkinan yang terjadi akupun juga hilang
Jika aku hilang, dunia dan seisinya akan tetap baik
Tapi kau mungkin akan kesepian dan kopi kehilangan seduhan
Dunia ini hanya sebatas paradoks misterius di ujung tombak Zeus
Dan aku hanyalah… sebentar, aku bukan hanyalah !
Aku sudah tidak mau merendah,
Aku adalah sebuah berkah yang diciptakan Tuhan untuk membuatmu merekah
Â
Puisi 2Â : Mengenangmu di Kala Malam
Selamat malam bodoh, diam sebentar dan dengarkan aku dulu
Jika kita tidak ada, jika aku tidak pernah sakit hati dan menyakiti hatimu
Mungkin, aku tidak bisa bercerita
Mungkin, puisi ini tidak pernah aku tulis
Aku harus putus asa dalam bercinta, agar aku tau apa itu bahagia
Cintaku pernah tidak berbalas, agar aku tau indahnya dicintai
Kita membutuhkan gelap untuk melihat cahaya
Aku jarang mengucapkan kata cinta
Kau tahu kenapa?
Ini bukan tentang cintaku yang aku ucapkan setiap hari hingga kau bosan
Ini tentang caraku mencintaimu, yang kata-kata pun takkan habis menerjemahkannya
Aku tidak pernah memintamu, sekalipun untuk menerimaku apa adanya
Aku tidak mau,Â
Karena cintamu yang apa adanya justru akan membunuhku perlahan,
Karena apapun sifat buruk yang ada dalam diriku tidak pernah bisa berubah
Akupun tidak bisa menjadi baik dan lebih baik lagi
Bukan sakit hati yang membunuhmu, bukan sumpah serapah, caci maki
Tapi seperti gula, manis, indah dan menjadi candu
Itulah janji-janjimu yang menikamku perlahan
Manis itu racun, gula itu mematikan
Maka sudahi segalanya yang manis
Kenangan, memori, dan kenyataan pahit inilah yang membuatku berubah, yang membuka mataku
Bahwa dunia ini begitu kejam.
Â
Puisi 3 : Mengutukmu di Kala Siang
Lelaki itu bermata coklat, berkulit sawo pekat
Berambut keriting, perawakan kurus kering
Dulu pernah kupuja, hingga hilang asa
Kini jangankan cinta, sepatah katapun hina
Bukan hanya memori, tetapi juga duri
Manis memang manis
Tapi singkat dan melankolis
Apa yang pisahkan kita?
Tentu saja ego yang meronta-ronta
Kau positif, aku negatif
Kau prontagonis, aku antagonis
Kau inflasi, aku deflasi
Iya, hidup hanya soal dualisme buta
Padahal nyatanya hidup bahkan lebih nyata
Masihkah kau ingat?
Kau bacakan aku tembang macapat
Saat kita masih asmaradana
Berharap cinta ini seperti dhandanggula
Nyatanya aku hanya bisa tertawa
Menertawakan kebodohan di masa muda
Kenapa aku begitu percaya?
Pada apa yang kau sebut itu cinta?
Akhirnya kau juga pergi
Dengan berdalih "Sudahlah, kita ini hanya merugi"
Kau pikir cinta ini jualan?
Harus hitung untung rugi demi kekayaan?
Itulah otakmu,
Apa yang sudah aku keluarkan untukmu, tidak sedikitpun aku perhitungkan
Bagimu cinta adalah matematika
Sedangkan cinta untukku hanya masalah suka
Baiklah, kita berbeda
Untung rinduku sudah reda
Kini enyahlah kau ditelan bumi atau habislah kau disapu tsunami.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”