Pulaulah Bintan..
Ala sayang Lautnya biru.. alahai adek
Pulau Penyengat.. ala sayang Jelas melintang…
Hatiku bimbang.. ala sayang Bertambah rindu .. alahai adek
Semakin diingat.. ala sayang Semakin bimbang…
Lagu itu yang tiba-tiba terngiang di benak ketika kuingin mengingat-ingat kampung halamanku: Pulau Bintan. Di sanalah tempat aku lahir dan dibesarkan, tempat di mana kata pulang memiliki arti khusus. Ya, sudah enam tahun aku menyandang predikat perantau. Terbiasa jauh dari rumah terkadang membuat hal-hal yang berbau kampung halaman menjadi menyenangkan untuk 208 dibahas. Apalagi sambil mengingat masakan Ibu yang pastinya top markotop.
Ahh jadi lapar, kan.
Pulau Bintan adalah pulau terbesar di gugusan Kepulauan Riau (Kepri), yang baru saja diresmikan dalam otonomi daerah sebagai provinsi pada tahun 2004, dengan Tanjung Pinang sebagai ibu kota provinsinya. Nama Bintan sendiri terdengar asing, bukan? Ya, berkali-kali aku harus pasang otak agar bisa menjelaskan dari mana aku berasal kepada orang-orang baru yang kutemui, sebab mereka lebih akrab dengan kata Kota Batam. Padahal, Kota Batam hanya salah satu Kota Madya di Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Bintan pula terletak sekitar 50 mil sebelah selatan negara Singapura salah satu hal yang sering aku sombongkan ketika menyebutkan daerah asalku. Tak lupa kuingatkan tentang Kepulauan Riau dari namanya saja sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah daerah kepulauan, yang di mana hampir semua kabupaten bahkan kecamatannya terpisah oleh laut. Jadi tidak asing jika kita melihat orang sibuk mencari tiket kapal daripada tiket bus. Mungkin kalau sudah ada bus dengan teknologi yang bisa menyeberangi lautan akan menjadi cerita yang berbeda. Maka dari itu, dulu aku adalah orang yang cukup katrok dalam urusan perjalanan darat, apalagi ketika pertama kali tahu bahwa di Pulau Jawa ini kita bisa berkeliling provinsi hanya dengan transportasi darat.
Di Pulau Jawa, pasti hampir semua orang tahu dengan Karimun Jawa. Nah, kira-kira seperti itulah keindahan di Pulau Bintan. Sebab, pariwisata sendiri merupakan kontribusi terbesar bagi pendapatan daerah selain pertambangan dan perdagangan antarpulau. Bagian utara Pulau Bintan, yang dikenal dengan Lagoi, disediakan untuk para turis dalam maupun luar negeri, khususnya bagi turis-turis Malaysia dan Singapura. Bagi yang senang dengan wisata sejarah, Pulau Bintan 210 memiliki destinasi sejarah di bagian baratnya, yaitu Pulau Penyengat.
Sudah kubilang hampir semua kabupaten di sini terpisah oleh laut, jadi jangan khawatir kalau ada banyak pulau.
Di sini, kita bisa mengunjungi istana Kota Piring di Biram Dewa, Tugu Pensil, Melayu, Kota Piring, serta mengintip ikon Kota Tanjung Pinang berupa Gurindam Gubahan Raja Ali Haji. Dan yang menjadi destisani terbaik dari Pulau Bintan adalah Nikoi Island, sebuah Private island seluas 16,9 hektar yang hanya berjarak sekitar delapan puluh lima kilometer sebelah tenggara Singapura. Keindahan serta ketenangan Pulau Nikoi, telah menjadikannya sebagai The Best Private Island 2016 oleh salah satu media pariwisata global terkemuka, majalah Conde Nest Traveler. Conde Nast Traveller sampai tak ragu menyebut Pulau Nikoi berada di urutan teratas sebagai pulau private terbaik dunia. Dari mulai resor, kenyamanan, fasilitas, panorama, hingga harga, Pulau Nikoi-lah 211 pemenangnya. Pulau Nikoi juga berhasil menyambar gelar runner up dari National Geographic untuk kategori lingkungan. Meski dibuka untuk umum, namun tidak mudah masuk ke pulau ini. Pengelola pulau hanya memberikan kesempatan kepada 42 wisatawan dalam sehari, itu pun jika tidak ada booking-an khusus dari wisatawan lain. Jika pulau ini sudah di-booking, maka tidak ada orang lain yang bisa masuk. Berbicara tentang keindahan Pulau Bintan memang tak ada habisnya. Tips bagi para pembaca yang mungkin tertarik untuk mengunjungi Pulau Bintan, jangan khawatir, kapal penyeberangan dari Kota Batam ke Pulau Bintan akan berangkat 10 menit sekali dengan biaya tiket hanya sekitar Rp.55.000 saja.
Setelah wisata, tentu kuliner khas Pulau Bintan yang akan kuceritakan. Sebenarnya ada banyak seafood khas Bintan, tapi yang paling membuatku tak sabar ingin pulang adalah gonggong. Namanya mungkin aneh, tapi gonggong 212 adalah sejenis keong rebus yang direbus dengan garam dan bawang putih kurang lebih selama 10-15 menit, dan disantap selagi hangat.
Uh, kan, ngiler jadinya.
Makanan ini sangat serasi dengan nasi putih hangat, apalagi kalau dimakan dengan cocolan sambal terasi atau sambal kecap. Rasanya agak kenyal seperti daging, tapi tidak menghilangkan sensasi rasa makanan lautnya. Seperti itulah gambaran dari indahnya kampung kelahiranku, Pulau Bintan. Salah satu surga di Indonesia yang harus kita jaga bersama keindahannya. Setelah menulis tulisan ini, tak sabar rasanya hatiku ingin cepat-cepat pulang lalu menyapa pantai-pantai serta daun kelapa di Pulau Bintan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”