Pungutan Liar atau Sekadar Sumbangan?

Mengulik Salah Satu Sekolah Favorit Ibu Kota

Menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang bersifat keagamaan, kekuatan spiritual, dan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 

Advertisement

Larangan akan pungutan biaya pendidikan pada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tercantum dalam Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011. Sekolah yang melaksanakan wajib belajar tidak boleh memungut biaya kepada siswa, orang tua atau walinya yang sah untuk modal dan biaya operasional. Hal ini merujuk pada Pasal 31(2) UUD 1945 yang menyatakan, Setiap warga negara wajib menyelesaikan pendidikan dasar dan negara wajib membiayainya.

Hasil dari pungutan tersebut seharusnya digunakan untuk sumber daya pendidikan, yaitu segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman saya, menunjang acara atau program kerja sekolah seperti peringatan maulid nabi, buka puasa bersama, dan perayaan hari kemerdekaan. Selain hal yang telah saya sebutkan tadi, bahkan ada pula pungutan untuk mengadakan acara pentas seni. Namun yang saya sayangkan, setiap sekolah seakan-akan berlomba untuk mengundang guest star ternama dan terbanyak setiap tahunnya demi gengsi semata. Disamping itu, pungutan atau sumbangan ini berlaku setiap bulannya dengan biaya yang tidak sedikit.

Lalu bagaimana jika siswa tersebut termasuk ke dalam penerima bantuan pendidikan seperti KJP (Kartu Jakarta Pintar) atau bahkan tidak mampu karena adanya masalah finansial yang dialami keluarganya? Tentu saja diakali dengan subsidi silang. Subsidi silang ini menurut saya membuat nominal yang ditanggung oleh orang tua siswa lainnya menjadi lebih besar dan mungkin sedikit memberatkan mengingat bukan hanya satu atau dua siswa yang harus disubsidi melainkan banyak. Semakin lama, jumlah nominalnya juga akan semakin besar, yang tadinya hanya Rp 200.000,00 dapat menjadi setengah juta bahkan lebih, mengingat sekolah harus mengadakan program pendalaman materi, Try-out, serta pembuatan buku tahunan sekolah pada tahun akhir masa sekolah. Hal yang sangat saya sayangkan adalah terkadang sekolah melakukan pembaruan sarana dan prasarana yang kesannya terlalu dipaksakan padahal fungsinya tidak terlalu penting demi mendapatkan nama dan akreditasi terbaik diantara sekolah-sekolah lain.

Advertisement

Lalu apakah semua hal di atas berjalan sesuai harapan? Tentu saja tidak. Tidak sedikit pula saya mendengar adanya pengaduan yang dilakukan oleh beberapa orang tua murid kepada Dinas Pendidikan setempat mengenai pungutan tersebut sehingga Kepala Sekolah dan Staf dipanggil menghadap ke Kepala Dinas. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud), jika terdapat sekolah yang melakukan pungutan yang tidak sesuai dengan Permendikbud tersebut, akan dikenai sanksi administratif berupa pembatalan pungutan teguran tertulis, mutasi, atau sanksi lain untuk kepala sekolah serta pencabutan izin penyelenggaraan untuk sekolah tersebut. 

Pengaduan tersebut entah bagaimana tidak membuat sekolah berhenti untuk mengadakan pungutan tersebut. Menurut saya, ini karena Permendikbud No. 75 2016 Pasal 10 (1) yang menyatakan bahwa komite sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya hanya untuk memenuhi tugasnya sebagai staf pendukung, sarana, prasarana, dan pengawasan pendidikan. Kemudian Pasal 10 (2) menyatakan bahwa penggalangan dana dan sumber pendidikan lainnya yang disebutkan dalam Pasal 1 adalah hibah dan/atau sumbangan dan bukan pungutan. 

Advertisement

Lalu apakah perbedaan antara bantuan pendidikan, sumbangan pendidikan, dan pungutan itu sendiri? Bantuan pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa yang diberikan oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan selain peserta didik atau orang tua/walinya dengan syarat-syarat yang disepakati para pihak. Hibah pendidikan adalah sumbangan sukarela berupa uang/barang/jasa/oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, oleh masyarakat atau lembaga pendidikan, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Dalam hal ini SPP yang merupakan singkatan dari sumbangan pembinaan pendidikan adalah penarikan uang oleh sekolah dari siswa dan orang tua/walinya yang bersifat wajib dan mengikat dengan jumlah dan waktu pencairan yang tetap (biasanya dalam kurun waktu sebulan sekali). 

Simpulan yang dapat kita ambil bahwasannya sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua, karena sifatnya sukarela. Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, akan beralih menjadi pungutan. Perlu ditekankan, dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa dan tidak memberatkan pihak terkait. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan tetap dengan kajian secara mendalam. Selain itu perlu uji publik dengan melibatkan masyarakat termasuk didalamnya orang tua/wali murid dan/atau komite sekolah, serta berkoordinasi kepada pihak-pihak terkait termasuk Kementerian Pendidikan, agar saat kebijakan tersebut sudah diputuskan tidak bersifat memaksa dan tidak mencederai hak seluruh masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini