#RamadandiPerantauan yang Membuatku Mengerti Arti Ikhlas

Bu, tahun ini aku tidak bisa pulang yah.

Selamat pagi ibu, sedang apa? Bagaimana kabarmu? Tadi sahur ibu masak apa? Apakah, ibu puasa? Jangan dipaksakan jika ibu tak mampu. Bu, tahun ini aku tidak bisa pulang yah. Meski tidak dalam perbatasan daerah. Tapi profesi ku sudah dijaga ketat dan tidak bisa pulang untuk memeluk erat.

Advertisement

Bu, aku ingin bertanya. Apakah ibu rindu denganku? Tahun lalu memang kita masih puasa bersama. Tapi tahun ini, aku berpuasa dengan banyak orang disini. Tapi suara ku masih sunyi meski berada di lokasi ramai. Bu, aku tidak bisa pulang. Aku rindu bu. Tahun – tahun sebelumnya, ibu yang selalu membuatkan ku sahur dan menu buka puasa. Apapun kondisi lelahmu, ibu tetap bangun jam 3 pagi dan masak menu – menu favorite. Sebulan Ramadhan, tidak pernah aku merasa bosan dari menu masakan sahur buatan ibu.

Ibu selalu menjadi alarm terhebat dari waktu sahur ku, yah meski alarm buka puasa ku selalu mengandalkan iklan sirup di televisi. Karena setelah iklan sirup, tidak lama lagi aku terbebas menahan haus seharian. Ah sekarang alarm sahurku tidak ada.

Bu, ku pikir, omelanmu dulu hanya berlaku untuuku. Selalu marah ketika aku lupa mencuci tangan dan bergegas menyantap makanan. Ternyata sekarang, aku lah yang harus pandai mengingatkan semua orang, meski mereka jelas bukan keluargaku. Bahkan ketika aku sakit, sepanjang waktu aku merengek dan menangis di pelukanmu. Demi mendapat kenyamanan dan semangat untuk sembuh. Tapi tugas ku sekarang membuat mereka nyaman dan semangat sembuh. Lagi – lagi, meski mereka bukan keluargaku.

Advertisement

Ibu.. Aku tidak bisa pulang bukan karena bermalas – malasan. Aku menginap di Rumah Sakit yang jelas setiap hari dihantui ketakutan dan kerinduan. Fasilitas yang di beri memang baik, tapi suara – suara bathin ku terus memanggil ibu. Mereka telah menobatkanku sebagai bidadari penolong loh bu, tapi bagi ku. Ibulah satu – satu nya bidadari penolong ku.

Bu aku takut. Aku takut puasa tahun depan sudah tidak lagi bersama ibu. Aku takut, ini adalah benar – benar puasa ku y

Advertisement

Selamat pagi ibu, sedang apa? Bagaimana kabarmu? Tadi sahur ibu masak apa? Apakah, ibu puasa? Jangan dipaksakan jika ibu tak mampu. Bu, tahun ini aku tidak bisa pulang yah. Meski tidak dalam perbatasan daerah. Tapi profesi ku sudah dijaga ketat dan tidak bisa pulang untuk memeluk erat.

Bu, aku ingin bertanya. Apakah ibu rindu denganku? Tahun lalu memang kita masih puasa bersama. Tapi tahun ini, aku berpuasa dengan banyak orang disini. Tapi suara ku masih sunyi meski berada di lokasi ramai. Bu, aku tidak bisa pulang. Aku rindu bu. Tahun – tahun sebelumnya, ibu yang selalu membuatkan ku sahur dan menu buka puasa. Apapun kondisi lelahmu, ibu tetap bangun jam 3 pagi dan masak menu – menu favorite. Sebulan Ramadhan, tidak pernah aku merasa bosan dari menu masakan sahur buatan ibu.

Ibu selalu menjadi alarm terhebat dari waktu sahur ku, yah meski alarm buka puasa ku selalu mengandalkan iklan sirup di televisi. Karena setelah iklan sirup, tidak lama lagi aku terbebas menahan haus seharian. Ah sekarang alarm sahurku tidak ada.

Bu, ku pikir, omelanmu dulu hanya berlaku untuuku. Selalu marah ketika aku lupa mencuci tangan dan bergegas menyantap makanan. Ternyata sekarang, aku lah yang harus pandai mengingatkan semua orang, meski mereka jelas bukan keluargaku. Bahkan ketika aku sakit, sepanjang waktu aku merengek dan menangis di pelukanmu. Demi mendapat kenyamanan dan semangat untuk sembuh. Tapi tugas ku sekarang membuat mereka nyaman dan semangat sembuh. Lagi – lagi, meski mereka bukan keluargaku.

Ibu.. Aku tidak bisa pulang bukan karena bermalas – malasan. Aku menginap di Rumah Sakit yang jelas setiap hari dihantui ketakutan dan kerinduan. Fasilitas yang di beri memang baik, tapi suara – suara bathin ku terus memanggil ibu. Mereka telah menobatkanku sebagai bidadari penolong loh bu, tapi bagi ku. Ibulah satu – satu nya bidadari penolong ku.

Bu aku takut. Aku takut puasa tahun depan sudah tidak lagi bersama ibu. Aku takut, ini adalah benar – benar puasa ku yang terakhir. Ibu jangan sedih yah. Bahkan dunia sudah bersedih lebih dulu. Wabah penyakit terbesar sedang mengajarkan ku makna sabar dan rindu. Aku yakin, ibu selalu mendoakan dan berharap pada Tuhan, untuk membuat ku baik-baik saja. Terimakasi ya bu, sudah selalu mendoakanku.

Yang terakhir. Ibu jangan sedih yah. Bahkan dunia sudah bersedih lebih dulu. Wabah penyakit terbesar sedang mengajarkan ku makna sabar dan rindu. Aku yakin, ibu selalu mendoakan dan berharap pada Tuhan, untuk membuat ku baik-baik saja. Terimakasi ya bu, sudah selalu mendoakanku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Es Matcha

CLOSE