Catatan Seorang Ibu Rumah Tangga yang Tak Bekerja dan Pilih Mengabdi pada Keluarga

Rasanya jadi ibu rumah tangga

Sebagian mengira hidup kamilah yang paling mudah, karena yang terlihat setiap hari adalah tanggal merah, hidup santai di rumah dan tinggal menikmati nafkah. Hei, kalian salah besar! Kami manusia biasa yang juga sedang berjuang agar tetap bisa melangkah.

Meski tak menghabiskan waktu di luar rumah, kami pun juga lelah!

Menjadi orang pertama yang terjaga dan orang terakhir yang tetap siaga cukup menguras tenaga. Jangan dikira hanya seharian rebahan, dari menyiapkan asupan hingga menenangkan tangisan bayi kadang cukup memberikan tekanan.

“Kan memang sudah risikonya!” Kata mereka. Tentu, bukan sebab kami tak tahu itu. Bukan pula sebab tak ada syukur yang tersisa, hanya saja sama seperti mereka yang bekerja, terkadang kamipun perlu sedikit jeda. Sekedar menjagakan sikecil untuk kami barang sejenak, dan biarkan kami untuk recharge hati dan diri agar kembali penuh energi untuk sepenuhnya mencintai.

Dipandang sebelah mata karena tidak memiliki sebutan profesi tertentu, terkadang membuat kami merasa bukanlah sesuatu…

“Usia sebaya, kualifikasi serupa tapi ‘hasil’ tak sama,” kalimat mutakhir yang sering mampir di telinga ketika dibandingkan dengan seorang teman yang bisa dibilang telah memegang karir lumayan gemilang. Sementara kami, ‘hanya’ ibu satu anak yang setiap hari dasteran.

Tetangga kami yang baik…   

 keluarga besar kami yang bijaksana…

Tak perlu kau katakan, kami pun paham dengan penuh kesadaran. Tak perlu kalian ulang-ulang, karena setelahnya perlu seribu kali kami meyakinkan diri agar tak patah arang, menenangkan hati agar segalanya tetap nampak terang. Jangan membuat kami semakin merasa sendirian.

Bila tak berniat membagi  kebahagiaan, setidaknya jangan menyudutkan kami dalam kegundahan. Beberapa dari kami bahkan harus survive dari berbagai penyakit kejiwaan, kecemasan hingga sindrom pasca melahirkan. Ditambah lagi harus menghadapi body shamming baik untuk ibu dan bayi yang tak terelakan. Komentar buruk tentang pengasuhan kadang juga tak terhindarkan.

Tapi…

Bukankah tak ada peran yang sempurna? Iya, selalu ada pengorbanan atas setiap pilihan

Dan kami.. tak meyesali ini! Karena waktu tak bisa diputar kembali,

Karir bisa menanti, tapi setahun dua tahunnya anak tak akan terulang lagi,

Repot barang kali, tapi pengasuhan terbaik untuk ananda tak dapat terganti,

Jenuh sesekali, tapi kenangan berharga yang tercipta tak dapat dibeli,

Inilah tekat kami, mencoba menyempurnakan bakti untuk hal indah yang telah Tuhan beri; keluarga kami.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

on the way to conquer the barrier

Editor

Not that millennial in digital era.