Realita di Balik Kuliah Daring, Menuai Pro dan Kontra dari Mahasiswa

Komentar Mahasiswa Tentang Kuliah Daringnya

Terhitung sudah sejak delapan bulan lalu pandemi Covid-19 mulai menjadi persoalan yang urgensi bagi dunia terkhususnya negara kita, Indonesia hingga saat ini. Tak dapat dipungkiri bahwa momen ini telah membawa perubahan yang amat besar dan signifikan bagi kelangsungan hidup kita. Selain mengubah kondisi sosial-ekonomi dan politik negara dengan kebijakan-kebijakan baru yang diterapkan dalam langkah mencegah penyebaran Covid-19, rupanya hal ini juga berdampak besar terhadap jalannya sistem pendidikan di Indonesia.

Advertisement

PJJ atau Pembelajaran Jarak Jauh menjadi salah satu solusi bagi sivitas akademika dalam menunjang kegiatan belajar-mengajar ditengah pandemi. Dalam hal ini, sudah 98% perguruan tinggi di Indonesia menerapkan sistem pembelajaran daring di dalam perkuliahan (Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nizam, dalam berita CNN Indonesia, 2020).

Namun, kelebihan dan kekurangan kian mengiringi proses perkuliahan daring. Mahasiswa didorong untuk tetap bisa mengikuti pembelajaran dalam kondisi yang tengah dibatasi dengan mengandalkan teknologi yang ada. Tentunya hal ini dapat memicu terciptanya berbagai pertanyaan. Lalu pada realitanya, bagaimanakah kondisi mahasiswa saat ini?


Wawasan akan teknologi kian meningkat


Advertisement

Pandemi melahirkan beberapa kebijakan yang membuat aktivitas manusia menjadi lebih terbatas. Dalam hal memenuhi kebutuhan hidup, kita diarahkan untuk memanfaatkan teknologi sebaik mungkin sehingga menghindari interaksi langsung yang bisa berdampak buruk terhadap tingkat penyebaran virus. Sivitas akademika termasuk disini adalah mahasiswa, terpaksa mengimbangi diri dan beradaptasi dengan teknologi demi tetap berjalannya pendidikan di Indonesia.

Mereka yang masih gaptek akan mengalami kesulitan dan kemungkinan tertinggal dari yang lainnya. Sebab untuk berkomunikasi, berbelanja, belajar, mencari informasi, dan lainnya bisa diakses cukup dengan bermodalkan internet saja. Sehingga dengan diterapkannya sistem perkuliahan daring, mahasiswa dipacu untuk memiliki pengetahuan yang lebih baik terhadap teknologi.

Advertisement

“Dengan adanya ini (kuliah daring) membantu kita untuk menambah relasi dan pengetahuan seluas-luasnya melalui media sosial, karena tidak bisa dihindari bahwa kita sudah memasuki zaman dimana teknologi sangat berperan penting. Sehingga dengan adanya kelas online seperti ini sebenarnya kita sudah berlatih untuk kemungkinan adanya teknologi dan perubahan di masa depan,” ungkap Farhana Nabilla Firdausi, mahasiswi jurusan Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, yang disampaikan via WhatsApp.


Memiliki lebih banyak waktu senggang


Perkuliahan online dengan offline tentu saja berbeda dari segi waktunya. Apabila dilakukan secara online maka waktu menjadi lebih singkat karena untuk mengakses perkuliahan mahasiswa cukup bersiap-siap dan hadir ke dalam kelas atau meeting room menggunakan tautan yang diberikan oleh dosen, yang artinya tiap mahasiswa bebas melaksanakan perkuliahan di mana saja. Sebaliknya, kuliah offline akan memakan lebih banyak waktu karena mahasiswa harus melakukan perjalanan dari tempat tinggal menuju kampusnya masing-masing.

Bagi mahasiswa yang memiliki manajemen waktu yang baik, hal ini akan berdampak positif karena waktu yang tersisa bisa digunakan untuk mengerjakan pekerjaan lainnya. Namun, realitanya ketika diwawancarai via WhatsApp, beberapa mahasiswa justru merasa kewalahan akibat kuliah daring yang membuat fokus mereka menjadi lebih mudah terpecah dan ter-distract. Akibatnya, banyak waktu terbengkalai yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang sia-sia, seperti melakukan streaming, gaming, terlalu asik bermain di media sosial, dan terlalu lama rebahan.


Kesulitan dalam menangkap pelajaran


Sebagai seorang mahasiswa, tentunya memiliki IPK yang tinggi dan sempurna adalah sebuah dambaan, oleh karena itu dibutuhkan kemampuan menyerap pelajaran dan daya konsentrasi yang baik dalam memenuhi standar nilai yang diinginkan tersebut. Namun, sebagian besar mahasiswa mengaku kesulitan menerima dan memahami pelajaran yang diberikan dosen dalam perkuliahan yang disampaikan secara daring seperti saat ini. Hal serupa dirasakan oleh Muhammad Firmansyah Suherman, seorang mahasiswa jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sumatera.

“Mental saya menjadi sedikit down ketika saya tidak paham materi yang disampaikan, tugas datang secara banyak sehingga ketika mulai mendekati ujian, membuat saya berpikiran tidak-tidak dan takut untuk memulai,” terangnya.

Selain itu Farhana juga memberikan tanggapan terkait hal ini, “mengenai paham atau tidaknya materi perkuliahan yang disampaikan saat perkuliahan daring ini, menurut saya tergantung bagaimana penyampaian dosen dan keaktifan mahasiswa itu sendiri. Hanya saja untuk jurusan yang melakukan banyak praktik atau praktikum, kelas online ini kurang cocok bagi mereka” tambahnya.

Adanya interaksi antara mahasiswa dengan dosen yang dilakukan secara tidak tatap muka tak menutup kemungkinan menjadikan miskomunikasi dan miskonsepsi sebagai faktor penghambat mahasiswa dalam menangkap pelajaran selama perkuliahan. Meskipun begitu, layaknya mahasiswa harus lebih aktif dalam melakukan komunikasi dengan dosen dan temannya, maka dari itu kejadian tersebut dapat dihindari.


Lebih mudah merasa bosan dan stres


Sudah menjadi hal yang umum bagi seorang mahasiswa mengeluh stres akibat tugas-tugas yang menumpuk baik dari dosen ataupun organisasi yang dijalaninya. Di samping itu, beberapa mahasiswa beranggapan bahwa kondisi psikis mereka kian memburuk semenjak kuliah daring dilaksanakan. Hal ini bisa saja terjadi karena kebutuhan sosial yang tak terpenuhi, seperti berkumpul dengan teman-teman kuliah, berpergian, dan lain-lain. Ditambah tugas yang diberikan dirasa terlalu banyak dan rumit, sehingga menjadikan mereka lebih mudah terserang rasa bosan dan stres.

Namun, berbeda dengan Arsyida Yuliasari, seorang mahasiswi jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Ia merasa bahwa hal tersebut wajar-wajar saja dan cukup dihadapi dengan perlahan tanpa harus merasa terbebani.

“Iya, yang suka bikin cepat bosen paling karena gak berinteraksi langsung sama teman-teman. Kalau dari aku pribadi, ngakalin supaya gak bosen, kayak dua minggu atau tiga minggu sekali aku keluar, jalan sama teman biar gak di rumah terus. Walaupun buat jalan-jalan masih dibatasi, seenggaknya cari suasana baru biar enjoy gitu,” jelasnya.

“Sebanyak apapun tugas, ya tetap ngeluh sih, wajar. Tapi gak stres. Yaudah gitu kerjain aja pelan-pelan.” tambah Arsyida ketika diwawancarai melalui WhatsApp.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE