Remeh Temeh Keadaan Psikologi Remaja Saat Pandemi

Kesehatan mental yang terus diabaikan ini akan mengakibatkan turunnya imunitas tubuh

Hai-hai para milenials dimana pun kalian berada, wah udah sembilan bulan ngga ngapai-ngapain kan? Bosan di rumah? Hmm, di rumah kena marah orang tua? Enggak bisa main sana sini? Sedih banget kan pastinya? Ups, tenang, ada kok kegiatan yang bisa bikin mood mu baik setiap hari di masa pandemi ini!

Advertisement

Masih ingat tidak, tanggal 2 Maret 2020 kemarin Indonesia digemparkan oleh munculnya kasus Covid-19 pertama. Nah, sejak kasus ini muncul pemerintah pun menghimbau masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas di rumah saja. Bekerja, sekolah, berdagang semua dilakukan dari rumah. Yang tadinya hanya dua minggu saja, ternyata sampai berbulan-bulan.

Tak terasa sudah delapan bulan melakukan berbagai aktivitas di rumah. Tentunya ini menjadi kebiasaan baru bagi seluruh waarga terutama para remaja. Mereka kesulitan untuk belajar, bermain, dan berkumpul bersama-sama. Alhasil, nampaknya ini membawa pengaruh buruk bagi kesehatan mental para remaja. Yang tadinya mereka bisa berkumpul dengan teman seumurannya, sekarang dilakukan secara daring. Memang masih bisa berkomunikasi, tetapi rasa akrab itu kurang bisa dirasakan. Ngobrol sendiri di depan gadget, tertawa sendiri di depan ponsel sudah menjadi kebiasaan baru bagi kamu milenials.

Mirisnya kebosanan ini membawa emosi yang kurang stabil di lingkungan rumahnya sendiri. Mudah marah, tidak peduli sekitar, dan cemas berlebihan menjadi ciri kesehatan mental pada remaja terganggu. Tentu saja kebosanan menjadi faktor utama masalah psikologis pada remaja di masa pandemi ini. Para milenial yang tidak mendapat ruang gerak hanya untuk menyalurkan hobi, cenderung membuat emosional mereka tidak stabil.

Advertisement

Tak hanya itu, orang tua juga menjadi faktor utama dalam kondisi psikologis anak. Mungkin saja, orang tua tidak memberikan perhatian lebih ke anak mereka karena sibuk WFH. Pemerhati Kesehatan Jiwa Anak UNICEF Ali Aulia Ramly mengatakan, kekerasan yang meningkat di dalam rumah di saat pandemi dapat menyebabkan tekanan psikologis pada anak dan remaja. Jangan anggap menjelek-jelekan, merendahkan anak, memarahinya, bahkan melakukan kekerasan fisik dapat  menimbulkan dampak buruk pada perkembangan psikologi pada anak dan remaja. Terlebih lagi, jika para orang tua sering melakukannya saat masa pandemi seperti sekarang.

Pengesampingan dan kurangnya edukasi menganai Kesehatan mental remaja menjadikan masalah ini seakan menjadi sepele. Orang tua harusnya lebih memahami kondisi anak saat pandemi. Tidak hanya amarah yang diluapkan untuk menjaga Kesehatan anak, orang tua juga harus memahami dan harus bisa membuat si anak merasa nyaman berada di rumah. Setiap remaja pasti mengalami masalah ini namun, merak tidak menyadarinya. Bisa saja para remaja terlalu takut untuk mengungkap perasaan stres yang dialaminya. Hal ini bisa terjadi karena lingkungan sekitar tidak peduli dan acuh dengan sisi psikologis si anak.

Advertisement

Semua aktivitas yang dilakukan secara daring pun membuat para remaja tidak bisa berinteraksi sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Semua yang awalnya bebas menjadi terbatas. Perintah dirumah saja, melakukan apapun dari rumah membuat kesehatan mental lebih mudah terganggu. Suntuk, mudah lelah dan mudah stres menjadi masalah serius bagi remaja.

Kesehatan mental yang terus diabaikan ini akan mengakibatkan turunnya imunitas tubuh. Akibatnya, tubuh akan mudah terserang penyakit. Buruknya lagi, stres yang menimpa akibat banyaknya tekanan bisa mengakibatkan remaja melukai diri sendiri baik secara mental lagi ataupun menyakiti secara fisik.

Tentu, masalah ini tidak bisa dibiarkan terus menurus. Mungkin tidak hanya protokol Kesehatan saja yang diterapkan, tetapi juga protokol kesehatan mental perlu diterapakan terutama bagi para remaja. Sebagai contoh, dari lingkungan rumah peran orang tua sangat utama. Orang tua harus bisa memahami kondisi anak dari psikologinya juga. Harus ada komunikasi lebih dalam lagi antara anak dan orang tua. Dalam hal apapun, tidak ada yang memberi keputusan sepihak. Orang tua harus menjadi tempat ternyaman bagi anak untuk berbagi rasa di masa pandemi ini.

Jika hal ini dilakukan dengan baik, si anak tidak akan merasa hidup sendiri. Si anak akan merasa nyaman di rumah dengan tetap melakukan berbagai aktivitas daring.  Orang tua bisa mengajak anaknya untuk mengembangkan bakat atau menyalurkan hobi si anak walupun di rumah saja.dengan begitu, para remaja akan sadar bahwa mereka adalah remaja spesial dengan cara mereka masing-masing.

Kesehatan mental pada remaja wajib diperhatikan mulai sekarang. Jika dibiarkan terus-menerus akan membawa dampak buruk bagi si anak. Tidak hanya Covid-19 saja yang diperhatikan, pemerintah juga memegang peranan penting dalam mengatasi masalah ini. Pastinya tidak mau kan kalo terjadi apa-apa dengan generasi muda. Kesehatan fisik memang penting tetapi psikologi tak kalah pentingnya. Mari sama-sama kita semua mulai dari sekarang lebih peduli dengan kondisi psikologi pada remaja. Jangan sampai menyesal dikemudian hari.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

saya seorang mahasiswa baru di salah satu perguruan tinggi negeri

CLOSE