Review Film Baby Blues: Relate dengan Kehidupan Pasangan Muda, tapi Masih Kurang Apik

Rumah produksi Multivision Plus (MVP) Pictures mempersembahkan sebuah film layar lebar berjudul Baby Blues. Film ini sudah tayang di seluruh bioskop Indonesia sejak 24 April lalu. Selain bioskop, film garapan sutradara ternama Andi Bachtiar Yusuf ini juga ditayangkan melalui aplikasi Max Streaming. Baby Blues adalah film dengan genre drama komedi yang bercerita mengenai kehidupan sepasang suami istri yang baru dikaruniai seorang putri. 

Advertisement

Kata baby blues mungkin tidak asing ditelinga para wanita, istilah ini menggambarkan masalah psikologis yang umum dialami oleh ibu setelah melahirkan. Kondisi ini menyebabkan ibu menjadi lebih emosional dan sensitif. Sindrom inilah yang dialami oleh Dinda yang diperankan oleh Aurelie Moeremans.

Masalah yang diangkat pada karya yang ditulis Imam Darto ini relate dengan pasangan baru, khususnya para ibu. Sayangnya pengemasan cerita dan teknik pengambilan visualnya terkesan biasa saja untuk golongan film garapan sutradara ternama. 

Setelah menikah kehidupan Dinda dengan suaminya Dika (Vino G Bastian) tidak berjalan mulus sesuai ekspetasi. Dinda berhenti bekerja demi mengurus Dara putri mereka, namun pengalaman pertamanya menjadi seorang ibu membuatnya merasa kewalahan hingga menjadi stres. Sementara itu, Dika yang bekerja sebagai seorang pelayan restoran lebih memilih nongkrong diluar atau bermain Playstation dengan teman-temannya hingga larut malam. 

Advertisement

Mereka pun sering bertengkar dan saling membela diri, hingga di suatu malam keajaiban terjadi. Dika dan Dinda bertukar tubuh, mereka kemudian harus menjalani hidupnya di raga yang berbeda. Hal ini membuat keduanya merasakan kesulitan pasangannya masing-masing.

Di awal film ini, terdapat Erik sebagai narator yang memperkenalkan setiap tokoh cerita dengan karakternya masing-masing. Dari situ penonton sudah bisa membayangkan bahwa film ini akan dibalut dengan unsur-unsur komedi. Sayangnya setelah ditonton sampai habis, lelucon yang disuguhkan terkesan nanggung dan kurang apik. Jokes yang dilakukan para pemerannya tidak sampai membuat tertawa. 

Advertisement

Padahal ini bukan pertama kalinya Imam Darto menulis skenario cerita komedi, film Pretty Boys sebelumnya dapat membuat penonton tertawa lepas. Selain itu film ini masih menyuguhkan bebrapa lelucon vulgar yang terkesan basi. Daripada drama komedi, film ini lebih mengarah ke genre drama slice of life. 

Ide cerita masalah rumah tangga dipadukan dengan konsep raga yang tertukar sebenarnya unik dan menarik. Detail permasalahan yang membuat Dinda terkena sindrom baby blues digambarkan dengan baik, sangat sesuai dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Hal ini dapat membuat penonton menjadi lebih memahami kesusahan dan kegelisahan istri yang mengurus bayi. 

Sayangnya fokus pengembangan cerita pada film ini agak melenceng, seharusnya cerita diarahkan pada solusi pemecahan masalah. Namun, film ini malah lebih fokus pada penyesuaian adaptasi tokoh dengan tubuh barunya, seolah-olah Dinda dan Dika bersiap untuk selamanya berada di raga yang tertukar. 

Solusi permasalahan rumah tangga yang ditawarkan pun kurang relate dengan kehidupan sesungguhnya. Cara mengatasi baby blues seharusnya adalah dengan membangun kerja sama yang baik dengan suami, tidur yang cukup dan olahraga rutin. Sedangkan solusi yang bisa disimpulkan dari film ini yaitu memaklumi kondisi satu sama lain. Padahal kenyataannya memaklumi saja tidak cukup.

Meski alurnya cukup tertebak, Vino dan Aurellie cukup baik melakoni perannya masing-masing. Vino terlihat sangat berhasil memerankan karakter Dinda yang berpindah ke dirinya, membuat penonton dapat merasakan bahwa memang raga mereka tertukar. Vino memang dikenal dengan kemampuannya memerankan berbagai karakter, tak heran ia bisa berhasil melakoni peran ini. 

Dari segi teknis pengambilan visual pada film ini terlihat biasa saja, tidak ada yang begitu mengesankan. Namun colour grading yang digunakan menarik, membuat latar tempat menjadi lebih berwarna namun tetap soft. Vibes tone film ini mirip seperti Love For Sale yang juga merupakan karya produksi MVP Pictures. 

Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, Baby Blues menyampaikan pesan-pesan yang baik kepada penonton. Ketika menonton film ini kita bisa mengerti pentingnya kerja sama antara suami dan istri dalam mengurus anak dan saling memahami satu sama lain.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa penggemar K-pop dan K-Drama

Editor

Penikmat buku dan perjalanan

CLOSE