Sepasang sajak yang tidak pernah terkait dalam satu cerita. Tertulis dalam hati, dikenang dalam masa lalu.
ADVERTISEMENTS
Lelaki yang Menangis di Makam Kekasihnya
Pada tanggal dua puluh sembilan Februari, lelaki itu datang lagi. Dia kembali menaburkan bunga kantil, bunga kamboja, beberapa bunga lain dan tidak lupa potongan daun pandan di makam kekasihnya yang telah lama menghadap Tuhan-nya, kembali pada nirwana yang dinanti banyak manusia.
Ah, tak ada kata yang bisa dia ucapkan, selain doa dan tetes air mata, terus membanjiri tanah makam yang mulai kusam, kering karena sengatan sang penguasa siang.
Tak banyak yang dia lakukan selain duduk, mencabuti rumput sembari menunggu senja menjemputnya sambil sedikit mengingat kenangan yang dulu pernah menjadi bingkai harinya. Dan ketika senja yang dinanti datang, lelaki itu mencium nisan yang perlahan retak dimakan usia. Tak lupa sekali lagi tetesan air matanya menjadi salam perpisahan di setiap sore, pada tanggal dua puluh sembilan Februari.
ADVERTISEMENTS
Sajak Lelaki untuk Kekasihnya
Kita bertemu saat aku mengumandangkan azdan mangrib, ketika langkahmu mengiringiku dengan lantun doa Bapa Kami
Kekasih, seandainya aku bisa memilih. Aku ingin hidup di waktu yang lain. Namun, aku terlanjur terlena, ketika dengan sengaja kutatap teduh kedua matamu. Membenamkan bimbangku, menghapus luka, memberi makna kepada subuh yang menjemput pagi.
Kekasih, kuucapkan kata asmara dengan sekuat nada, kubiarkan Tuhan mendengar jerit batinku. Kutegaskan kepada-Nya, “Aku mencintaimu!”. Kubiarkan Dia tahu betapa tulus cintaku. Menjadikanmu bagian dari sisa napasku nanti, meski aku tahu, kita berada pada dua Tuhan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.