Sajak untuk Tuan yang Telah Menitip Namun Ternyata Enggan Menetap
Sepasang bola mata warna tanah
Sebuah senyum sumringah
Di wajahmu, Tuan
Tempat jatuh berkali-kali
Tempat rindu yang menagih
//
Aku meng-aamiin-kan prasangka mereka
Tentang kita yang sepasang
Meski nyatanya kita hanya
Sekadar dua orang
//
Pada setiap sudut jalan
Yang pernah kita lewati di kota ini
Aku, mengenangmu
Sebagai sesuatu
Yang selalu utuh
//
Terimakasih
Bersamamu, Tuan
Aku pernah menembus dingin malam
Dengan segenap rasa lelah juga bahagia
//
Tuan
Kau titip dirimu
Mungkin sengaja agar senantiasa diingat
Pada lubang-lubang aspal di sepanjang Jalan Sudirman
Pada langit legam menjelang tengah malam
Pada lampu merah di setiap perempatan
Pada gerobak kacang rebus
Pada dua buah karcis masuk
Pada sebuah sarapan pagi di minggu ketiga Juni
Juga sate kerang yang kusuruh kau makan sendiri
//
Satu yang selalu jadi penyesalanku, Tuan
Aku tidak pernah cukup mampu untuk
Menghilangkan ragumu
Seandainya dan andai saja
Seandainya
Dan andai saja
//
Tuan, aamiin-ku yang gagal
Khayal yang tewas terjegal
Tuan, asaku yang direnggut nestapa
Punah sebelum sempat jadi nyata
Tuan, puisiku yang tak sempat kurampungkan
Lari lalu mati ditengah jalan
Tuan, ikhlasku yang dipaksa takdir
Pertanda bagi akhir
//
Untuk Tuan yang telah menitip namun ternyata enggan menetap
Tidak apa, lanjutkan
Lanjutkan perjalanan Tuan
Dan perkenankanlah saya menyimpan sebuah keyakinan
Bahwa Tuan — setidaknya pernah
Mendamba saya
Bahwa saya — setidaknya pernah
Mencipta sedikit bahagia
Bagi Tuan
Dan perkenankanlah saya untuk senantiasa memanjatkan aamiin
Pada setiap do’a yang Tuan pintakan
Dan satu lagi, hanya satu lagi
Perkenankanlah saya menjadi gubuk terakhir
Tempat Tuan singgah dan bermain-main
Menetaplah pada sebuah rumah dan matilah Tuan
Matilah di usia renta dalam pelukan seorang wanita baik-baik.
Di Malam-Malam Dingin September Penghujung
Kita kehilangan sapa, tersesat dibawa kereta tujuan entah ke mana
Juga kabar-kabar yang diculik manusia-manusia baru
Manusia lama, makin usang dan nyaris hilang
Hampir melupa nama dan bahkan jalan pulang
Di malam-malam dingin September penghujung
Rasamu kuterka kian rumpang
Menyisakan aku yang tak kunjung jua rampung
-Garin Essyad Aulia
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”