Salah Kaprah Chauvinisme dan Budaya Kelatahan Masyarakat Indonesia Terhadap Akuisisi Budaya oleh Negara Lain

Budaya Indonesia yang kurang diapresiasi anak muda Indonesia sendiri.

Beberapa waktu lalu kita selalu sempat dihebohkan oleh adanya ledakan euforia yang terjadi pada salah satu produk makanan cepat saji di Indonesia. Iya, BTS Meal. Suatu produk makanan yang dirancang oleh salah satu perusahaan makanan cepat saji dengan menggandeng boyband asal Korea Selatan, BTS.

Advertisement

Sebenarnya produk yang ditawarkan pun biasa, hanya menu yang biasa dimakan oleh para personel BTS dan itu menjadikan antrian dimana-mana. Kalau kita melihat beberapa konser-konser para personel boyband atau girlband Korea banyak sekali orang yang rela mengantri untuk membeli dan bersorak dalam konsernya. Bahkan banyak sekali mereka meluangkan uangnya untuk mengoleksi apapun tentang mereka seperti foto, merchandise, dan sebagainya untuk dikoleksi. Tidak hanya berhenti pada k-pop, hal tersebut juga merebak pada entertainment lain seperti drakor (drama korea), korean street food, bahkan bahasa sehari-hari mereka. Tak jarang kita melihat anak muda zaman sekarang lebih cenderung mempelajari bahasa Korea dan berbicara kekoreaan.

Hal yang sama terjadi pada para penggemar kebudayaan Jepang. Event jejepangan seperti cosplay, anime, J-pop, dan sebagainya banyak diadakan di Indonesia. Banyak juga yang mengadakan event tersebut dengan menyewa gedung dan menyelenggarakan dalam besar-besaran. Jejeran cosplay anime dari karakter favorit manga mereka berjejer dan siap untuk diajak foto. Ada juga kostum yang dapat dipakai atau sekedar dikoleksi dan yang paling ekstrem, kita bisa melihat para wibu atau otaku (orang-orang yang memiliki obsesi berlebihan terhadap budaya Jepang) membawa boneka waifu mereka untuk menghadiri acara tersebut atau sekadar dikoleksi.

Dari sekian banyak arus budaya yang mulai mengglobal, saya melihat dua budaya ini yang paling melekat pada diri anak muda sekarang. Para generasi Y dan Z lebih bangga disebut sebagai wibu atau k-popers dan membuat hal itu menjadi identitas dirinya. Mereka ingin mempelajari budayanya. Mereka ingin fasih berbahasa dan cara mengucapkannya dan juga ingin tinggal di negara tersebut. Lantas, bagaimana dengan budaya kita?

Advertisement

Anak Tiri itu Bernama Budaya Indonesia

Sering kita dengar bahwa negara tetangga selalu mengakuisisi budaya kita. Beberapa tahun yang lalu Malaysia hampir mengklaim budaya batik kita dan mengakuisisinya sebagai warisan budaya mereka. Beberapa dari kita marah tentang hal itu. Kita marah budaya kita diambil dan merasa budaya kita dibajak oleh mereka. Petisi bertebaran, tagar bermunculan, sampai akhirnya dipatenkan UNESCO pada tanggal 30 September 2009. Beberapa dari kita lega setelah itu. Lalu, apa yang dilakukan Indonesia setelah UNESCO mematenkan itu? Tidak ada.

Advertisement

Dikutip dari Beritalima.com, para pengrajin batik tidak mendapatkan kesejahteraan yang berarti dari kerjanya sebagai pengrajin batik. Bahkan upah membatiknya dipatok tarif 75 ribu rupiah per lembar kain batik yang mana itu bisa dikerjakan dalam waktu seminggu. Upah yang sangat miris bagi seorang pengrajin kendatipun ia melakukannya sebagai kerja sambilan. Bayangkan jika orang yang menjadikan pekerjaan pengrajin batiknya sebagai satu-satunya sumber penghasilan.

Tdak hanya batik, beberapa budaya dan kearifan lokal mulai ditinggalkan di Indonesia. Sebagai contoh, siapa sekarang yang tahu tentang wayang? Budaya yang sempat melegenda dari zaman masuknya Hindu ke Indonesia sampai era tahun 90-an sebelum akhirnya terkikis globalisasi. Mungkin sangat sedikit atau malah tidak ada yang tahu bagaimana cerita Ramayana, perang Bharatayudha, dan semacamnya. Atau anda malah tahu cerita itu dari serial India yang disiarkan Televisi?

Wayang adalah budaya yang sangat melegenda. Beberapa kisah dan ceritanya banyak dijadikan teladan. Dahulu sangat biasa melihat pertunjukan wayang sampai larut pagi, mendengarkan tabuhan gamelan yang bersenandung saat perhelatan dan atraksi wayang, dan melihat sinden-sinden yang bernyanyi mengikuti arah dan hentakan dalang yang sedang mengatur wayang dan menentukan jalan cerita. Dalam kisah mahabharata yang mana kita tidak boleh mengikuti Kurawa yang mementingkan ego sendiri dan mencontoh Pandhawa yang memiliki banyak teladan dan kesederhanaan. Atau melihat tingkah para punakawan Pandhawa (Semar, Gareng, Petruk, Bagong) yang melucu namun sarat akan makna dan pesan moral. Bahkan untuk menjadi seorang dalang dahulu adalah sebuah kebanggaan dan mampu memenuhi kebutuhan rumah dan menyekolahkan anak-anaknya.

Beberapa bulan yang lalu ada seorang mahasiswa Amerika Serikat bernama Harris Mowbray. Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional American University ini memiliki proyek merubah 4 aksara Indonesia ke huruf Braille. Dari Javanese Braille, Balinese Braille, Sundanese Braille, sampai Lontara Braille. Hal ini diungkap Harris agar membantu komunitas Tuna Netra untuk melestarikan aksara-aksara yang ada di Indonesia.

Mungkin akan ada sebagian dari kalian yang berkata Wah bangga sekali aku sebagai orang Indonesia bahwa budaya kita ternyata menarik orang luar. Namun pernahkah kalian berpikir bahwa Malu banget sih kita sebagai orang Indonesia. Kenapa harus nunggu orang luar yang membuat proyek itu daripada kita masyarakat Indonesia itu sendiri? Bukankah itu budaya kita dan bukan Budaya Amerika? Mengapa nunggu orang Amerika yang kepikiran untuk proyek seperti itu daripada kita sendiri sebagai rakyat Indonesia?

Lalu, kita kemana? Belajar tentang Jepang dan Korea?

Standar Ganda Pemuda Indonesia

Kita selalu marah saat budaya kita diambil negara lain. Kita selalu tak terima saat budaya kita diakuisisi oleh bangsa lain. Kita marah kalau identitas kita diambil negara lain. Namun kita tak pernah mau untuk melestarikan itu sendiri. Tanyakan kepada mereka tentang hanacaraka, sastra daerah, sampai budaya daerahnya. Pasti dari mereka tak ada yang ingat bahkan tahu tentang keunikan daerahnya sendiri. Namun coba tanyakan mereka tentang lagu k-pop atau jejepangan, artis korea dan jepang, sampai tanggal mereka konser dan mengadakan event. Saya yakin mereka jauh lebih paham dan hafal tentang itu.

Marahlah sewajarnya saat budaya kita diambil orang lain. Tapi ingatlah, melestarikan budaya itu agar tidak punah jauh lebih penting. Jangan sampai chauvinisme semu dirimu hanya akan jadi olokan media-media internasional. Soekarno pernah berkata Jasmerah! Jangan sekali-kali melupakan sejarah!. Budaya Indonesia sendiri terbentuk dari sejarah yang panjang. Kalau kita tetap denial sampai acuh tak acuh terhadap budaya itu, siap-siaplah budaya kita hanya akan jadi pameran museum belaka dan menjadi milik negara lain. Di saat itu Indonesia kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang kaya akan kearifan lokal.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Microbiology enthusiast, writer, and part-time blogger

CLOSE