Sebuah Tulisan Sederhana untuk Seseorang yang Datang dan Pergi Sesuka Hati

Datang dan pergi sesuka hati


Aku sudah lupa. Lalu, kau datang kembali dan mengukir luka.


Advertisement

Enam tahun sudah sejak kau pergi, aku sudah baik-baik saja, percayalah. Kini, kau datang kembali untuk sekadar menyapa lukaku yang sudah lama mengering. Oh ya, biar kuajukan sebuah pertanyaan, “Tidakkah kau ingat bahwa dulu kau yang meninggalkanku?”

Ya, menelantarkan kisah kita yang baru saja dimulai. Tetapi, tenang saja, aku sudah memaafkanmu, sungguh. Namun perlu kau ketahui, dengan kedatanganmu sekarang, seolah menguliti kembali lembar demi lembar cerita masa lalu yang terbungkus kenangan pedih. Lukaku kembali menganga.


Kau tidak berniat untuk membuatku jatuh hati lagi. Namun, hatiku sudah melakukannya.


Advertisement

Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Dengan tanpa rasa bersalah, kau kembali menghampiri hidupku, padahal kau sudah paham betul bahwa dengan torehan senyummu pun aku lemah. Pun, dengan mendengar alunan suaramu saja aku terbuai. Selama bertahun-tahun aku berjuang sendirian untuk mengukir kata “melupakanmu” di benakku.

Dan sekarang, aku gagal, aku kalah, aku menyerah, dan aku mencintaimu, lagi. Dan dengan mudahnya kau berkata, “Jangan menuai bibit rasa di hatiku lagi, kau akan memanen pedih.” Aku tersenyum, tidak, lebih tepatnya berpura-pura untuk menyunggingkan bibirku. Lalu apa maumu? Yang lebih menyakitkan bagiku adalah ketika aku memandangmu dan hatiku bergetar, sedangkan, kau tidak merasakan apapun.

Advertisement

Aku sadar sekarang, kau tidak menginginkanku. Kenangan yang tercipta di masa lalu sudah kau lupakan tanpa rasa beban, sedangkan aku selalu mengingat semuanya. Meskipun terasa begitu menyakitkan, aku selalu menginginkanmu lagi, lagi, dan lagi. Sebuah rasa yang tak masuk akal, mengharapkanmu yang sudah terbiasa bersahabat dengan beberapa perempuan, termasuk bersamaku. Berbincang ringan dengaku adalah hal yang biasa saja bagimu, sedangkan bagiku sangat berarti. Memang benar, aku yang jatuh cinta sendiri, aku pula yang terluka sendiri.


Kau selalu menjadi sebuah makna dalam bait-bait kisahku. Sedangkan, sosok diriku tak pernah kau hadirkan dalam kisahmu. 


Tahukah kau bahwa tulisan ini kubuat hanya untukmu? Ya, untukmu yang selalu berarti bagiku, untukmu yang sudah mempunyai ruang khusus di hati kecilku. Tulisanku yang sederhana ini, kutulis dengan penuh rasa harap, berharap kau membacanya. Akalku mati terbunuh rasa yang membuncah di hati, ketika kutumpahkan setiap huruf menjadi kata, setiap kata menjadi kalimat, dan setiap kalimat menjadi deretan kisah lalu kita yang kuungkit kembali dalam tulisan ini. Ya, sekali lagi, tulisan ini kupersembahkan untukmu, dariku, temanmu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya adalah seorang mahasiswi salah satu universitas di Bandung.

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE